11. Don't Too Close

1.1K 111 68
                                    

Sebenarnya ada banyak olahraga yang menggunakan motor trail, motorcross, grasstrack, super cross, enduro cross, adventure trail, freestyle trail sampai Trial Game, sebut saja. Kendaraan yang dipakai jenisnya sama, tapi arena yang digunakan berbeda. Mulai dari sirkuit dengan berbagai macam handicap, pegunungan, perbukitan hingga alam bebas.

Olahraga ini bukan olahraga sembarangan, nyali tetap jadi yang utama. Olahraga otomotif yang satu ini sangat dekat dengan bahaya. Kecelakaan, jatuh atau cedera adalah hal yang sangat biasa bagi pengendaranya. Tapi bagi pria, menaklukkan medan seperti itu merupakan kepuasan tersendiri.

Pria memang tumbuh dewasa seiring bertambahnya usia, tapi berapa pun umurnya mereka tetap menjadi anak laki-laki. Hobi juga terkadang kekanakan dan mereka tidak akan peduli. Tidak akan ada gunanya melarang pria meninggalkan perilaku seperti itu, itu hanya salah satu cara dari pria melepas penat, menanggalkan beban hidup meski hanya sementara.

Rhys, Willy juga Ivar sudah memakai perlengkapan dengan lengkap. Helm full face, google, kostum khusus, boot tinggi untuk melindungi kaki dari cedera, pelindung lutut juga siku. Kondisi motor juga sudah diperhatikan keamanannya. Bermain dengan bahaya menaklukkan medan sulit bukan karena kurang kerjaan. Selain adrenalin, pria membutuhkan pengakuan. Melakukan olahraga ekstrem memunculkan sosok maskulin, iyakan saja.

"Kenapa helm moncong kayak gini?" Ivar mengeluhkan helm yang menutupi kepalanya.

"Banyak bacod anak ini, itu moncong buat lindungi bacod kau. Nyungsep muka duluan rontok gigi kau kalo pake helm gayung." Willy menjelaskan dengan mengomel.

"Ngomong dong, kuylah. Kita motocross." Ivar sudah mulai memanaskan mesin dengan sombong.

"Motocross jidat kau, pemula congkak amat. Adventure trail lah kita, track beginner ajalah ntar nyungsep lagi." Willy pagi sudah mulai emosi.

Rhys yang baru menyalakan motor hanya tertawa, Willy selalu ribut ketika bersama dengan Ivar. Bocah itu memang selalu tidak pernah menganggap berat hidup. Willy yang mengambil hidup dengan jalur lurus jadi kerap merasa terganggu. Hidup Willy saja sudah cukup repot ketika berteman dengan Rhys, sekarang ditambah dengan bocah berusia 20 tahun yang sangat songong tapi polos.

"Rukun amat kakak adek ini, yang liat jadi gemes." Rhys menyindir sambil memutar kunci.

"Pengen maki tapi takut penunggu gunung denger, kualat ntar aku, pulang bisu." Willy membalas sindiran Rhys.

Rhys hanya menjawab dengan tawa, masih pagi sekali. Udara pegunungan terasa dingin memeluk tubuh. Dan di sinilah mereka, hendak menyusuri jalur setapak membelah alam. Pemandangan yang seperti ini tidak akan mereka temui setiap hari. Aroma segar oksigen yang diproduksi oleh dedaunan tidak akan mereka hirup setiap saat.

Roda dua mulai melakukan pelan melintasi jalan yang tidak terlalu lebar di pemukiman penduduk. Beberapa kali mereka menyapa dengan ramah beberapa warga yang berjalan memanggul cangkul. Sebuah rona kehidupan yang benar-benar berbeda dengan yang mereka bertiga temui setiap hari. Cara menikmati hidup itu ada banyak, cara untuk mengingat dan bersyukur juga demikian.

"Will, kau di depan aja. Bocah ini biar di tengah, taruh belakang dia masuk jurang gak ada yang tau ntar." Rhys berteriak kencang, yang hanya dijawab dengan acungan jempol dan motor berwarna hitam dan hijau neon itu melaju memimpin.

Masih track mudah, di kanan dan kiri ada persawahan terhampar luas. Jalan masih terlihat jelas meski hanya batuan yang ditata rapi namun terjal. Masih tergolong mudah, dan diperlukan masih skill menyeimbangkan motor agar tetap melaju dengan benar tanpa terjatuh. Semakin lama track semakin sulit, jalan sudah tidak lagi berbatu, beberapa lubang tertutup air menciptakan lumpur kecil.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang