Tanpa bicara Romeo mengambil pistol itu dari tangan Rhys, ekspresi datar dengan sekelebat kemarahan tampak pada wajahnya. Orang ini yang dia cintai sepenuh hati benar berniat membunuhnya, sebesar itukah bencinya kepadanya. Sayangnya tidak mudah melepaskan orang ini, bagaimana pun Rhys adalah tawanan dalam penjara cintanya. Belum pernah dia merasakan cinta yang sedemikian besarnya, meski Rhys menolak karena memang ini cinta sesama pria.
Masih juga tanpa bicara, Romeo menarik tangan itu dengan tidak selembut biasanya. Kemarahan ini sedikit menguasai hati, bila dia adalah orang lain pastinya Romeo akan menghujaninya dengan peluru, hingga mati berkali-kali mungkin. Tapi bila yang melakukannya adalah Rhys, dia bisa apalagi. Memang marah, tapi keinginannya untuk menyayangi jauh lebih besar daripada membalasnya. Tangan itu masih dalam genggaman eratnya, dengan tanpa suara hanya bunyi derap langkah kaki, mereka menapaki anak tangga, menuju sebuah ruangan yang belum pernah Rhys masuki sebelumnya.
"Kamu marah?" tanya Rhys mengejek.
Romeo masih tidak menjawab, kilatan marah itu masih terlihat di sepasang matanya. Tapi bibirnya hanya diam meski Rhys berusaha memancing kemarahannya lagi. Pria itu sedang kesal dan Romeo paham, baru kabur belum ada satu minggu tapi sudah dijemput dan dibawa pulang dengan paksa. Rhys memang terlihat sedikit depresi, tapi itu wajar, dia hanya perlu sedikit adaptasi dan semuanya akan baik-baik saja. Romeo dahulu juga demikian.
"Orang gila, bisa kau lepaskan aku? Ada banyak yang lebih tampan, dan mungkin sejenis denganmu." Rhys mengulang lagi permintaan yang tidak mungkin terkabul itu.
Romeo hanya menggeleng sambil membuka kotak cerutunya, dia membutuhkan dopamin segera memenuhi kepalanya. Pikirannya sudah terisi dengan banyak hal, kolusi pengadaan alat kesehatan untuk wabah ini, sudah dia atur bagaimana menjadi seperti legal dan aman. Tapi ancaman malah muncul dari rumah sendiri, Rhys ingin membunuhnya. Mungkin dia dendam, atau apa entahlah. Sepertinya memang Romeo harus lebih memanjakannya, agar dia jinak mungkin.
"Tetaplah di sini, aku beri semua yang kamu minta," kata Romeo perlahan setelah menghisap cerutunya beberapa kali.
"Bunuh saja aku kalo gitu," jawab Rhys lemah.
Tinggal di sini juga dia tidak bermasa depan, yang berada di sana itu adalah salah satu anggota kartel hard core yang berpengaruh di negara ini. Lepas dari dia memangnya siapa yang bisa membantunya, menyewa seorang hitman juga bisa saja. Tapi berapa bayarannya, satu milyar, dua milyar, tidak akan cukup. Apalagi membunuh Romeo berarti juga harus membunuh Griffin dan setengah lusin pengawalnya yang berada di sekitarnya yang bertindak seperti bayangan. Uang dari mana.
"Banyak orang berjuang untuk hidup, kenapa kamu mau mati?" tanya Romeo lembut tapi masih tertekan.
"Buat apa juga hidup kalo cuma jadi peliharaan kayak gini. Ro, gimana juga aku gak suka hubungan sesama pria. Kucing jantan saja kawin masih cari betina, kamu kenapa mikir saja kalah sama kucing." Rhys mengoceh tidak jelas.
"Kamu mau liburan kemana?" tanya Romeo tanpa perduli jawaban Rhys.
"Ke akhirat," jawab Rhys kesal.
"Memangnya mau apa kamu di sana? Tidak ada wine," tanya Romeo semakin membuat kesal.
Yang dikatakan Romeo memang benar, tapi bukannya itu lebih baik daripada menjadi peliharaan di sini. Bunuh diri itu dosa, seandainya tidak maka dia akan menggantung lehernya sendiri dengan tali apapun yang bisa dia temukan. Atau dengan sebutir peluru dari pistol yang berada di sana tadi, mungkin juga dengan sebilah pedang kecil dan panjang yang terpajang sebagai hiasan itu, sepertinya pedang itu asli. Jalan untuk terbebas dari ini semua adalah, hanya bila salah satu dari mereka mati. Melaporkannya ke pihak berwajib bukan masalah mudah, ada banyak yang sejenisnya juga di jajaran pemerintahan. Seperti yang Arini katakan, sesama penjahat akan saling melindungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twist
ActionIn collaboration with alfreyISP. 〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️ Rhys Ivanders, seorang host bar yang sudah akrab dengan kehidupan malam. Menemani minum para perempuan dari berbagai usia dari kalangan menengah atas sudah jadi pekerjaan sehari-hari...