Langkah kaki sudah terdengar menjauh dan pintu tertutup pelan, mata memang terpejam tapi dia sadar sepenuhnya dan telinganya berfungsi dengan baik. Bagi Romeo yang dideritanya hanyalah luka kecil saja, masalahnya dia sempat kehilangan banyak darah. Luka di area itu bisa memotong beberapa pembuluh darah kecil yang menyebabkan cairan itu keluar sedikit deras. Yang penting itu sudah berlalu dan mereka sudah aman di sini.
Dan Rhys, rupanya hatinya masih belum bisa ditaklukkannya sepenuhnya, keberadaannya bersamanya juga kepatuhannya bukan karena cinta tapi ketakutan. Bagi Romeo itu tidak penting, yang paling utama hanyalah keberadaan Rhys yang akan tetap di sampingnya. Belum pernah dia menyukai pria hingga seperti ini, orang yang menunjukkan maskulinitasnya tapi di sisi lain dia terlihat begitu lemah. Bagaimana bisa Romeo tidak ingin selalu menyayangi dan melindunginya.
Kalimat yang diucapkan oleh Rhys di dekat telinganya, yang mana menginginkan agar dia mati saja itu terdengar seperti romantisme yang kasar. Setelah semua yang terjadi Rhys tetap menginginkan kematiannya. Lelaki sepertinya membuat Romeo semakin menyukainya, semakin bandel membuatnya semakin tertantang. Jiwanya membuar indah tatkala Rhys akhirnya mengalah dan berlutut di depannya. Meski pun dalam hitungan jam dia akan membuat masalah lagi.
"Anda sudah bangun?" sapa Griff yang baru saja masuk ke kamar.
"Ada di mana anak itu?" tanyanya.
"Di luar," jawab Griff.
"Pastikan keamanannya," perintah Romeo setelah berusaha bangkit.
"Anda sebaiknya memulihkan diri dulu," saran Griff.
"Dan kamu siapa berani memerintah ku?" tanya Romeo meraih sebuah robe dan memakainya.
Griff segera menunduk tanpa membalas, majikannya ini masih diselimuti kemarahan juga dendam. Serangan waktu itu bisa saja membuatnya mati dan apa kabar dengan Rhys. Seandainya mereka membunuhnya begitu saja itu masih bagus, tapi bagaimana kalau mereka memotong satu persatu jarinya, Rhys tidak akan bisa bertahan. Kerusuhan itu tidak diinginkan meski sebenarnya bisa diperkirakan.
Sano datang dan hanya tertawa, manusia ini bahkan sudah bangkit meski lukanya masih segar dan cairan untuk hidrasi juga darah itu masih menetes satu persatu mengalir di pembuluh darahnya. Romeo bukan orang yang mudah mati, toleransi dengan rasa sakitnya juga tinggi. Hanya luka terserempet peluru saja tidak akan bisa membunuhnya. Meski kemeja juga celananya basah dia masih mampu menyeret Rhys dan membunuh beberapa orang. Orang gila ini, pantas saja Aiko Ito menginginkannya. Sayang, orientasinya bukan wanita.
"Ro, masih hidup?" tanya Sano.
"Pergunakan matamu," jawab Romeo yang segera duduk dan Griff mengambil korek dan menyalakan cerutu.
"Bersantailah sedikit." Sano menghembuskan asap rokoknya.
"Terimakasih bantuannya," ucap Romeo di sela hisapan cerutu.
"Ayolah, kita ini teman." Sano tertawa.
"Sudah diperkirakan akan seperti itu, tapi ternyata kami kalah jumlah." Romeo mengenang kejadian malam itu.
Sano kembali tertawa, tindakan Romeo itu benar meski terlalu berani. Dan akhirnya mereka mengincar pria muda yang tampak polos itu untuk membalas dendam. Siapa yang tidak tahu, pria bernama Rhys itu sangat dicintai oleh Romeo dan mereka akan segera menikah. Tinggal menunggu saja kabar sebuah wedding tanpa gaun pengantin itu, dan mereka akan menjadi suami dan suami.
"Mereka bergerak tanpa suruhan Ito san," kata Sano.
"Aku tahu," gumam Romeo.
"Lukamu, membaik?" tanya Sano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twist
ActionIn collaboration with alfreyISP. 〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️ Rhys Ivanders, seorang host bar yang sudah akrab dengan kehidupan malam. Menemani minum para perempuan dari berbagai usia dari kalangan menengah atas sudah jadi pekerjaan sehari-hari...