chapter 19

83 17 6
                                    

Salah satu hal penting dalam sebuah hubungan adalah komunikasi. Tidak ada masalah komunikasi dalam ikatan hubungan Gita dan San. Mereka sering bertemu, selalu sarapan, makan siang, dan sesekali makan malam bersama. Keduanya juga tidak pernah lepas komunikasi melalui telepon di malam hari, San selalu mengangkat telepon dari Gita ketika gadis itu ingin di temani mengerjakan tugas atau sekedar bosan karena tak bisa tidur.

Tidak ada yang salah dengan hubungan mereka. Gita begitu mencintai San. Perasaan itu sudah muncul sejak pertama kali mereka di kenalkan oleh orang tua mereka di sebuah pesta resmi perusahaan.

Kala itu San tampil begitu menawan dengan setelan jas lengkap, berjalan dibelakang ayahnya dengan tegap. Menghampiri Gita dan ayahnya yang berdiri di pusat utama aula pesta karena mereka lah yang memiliki acara. Kemudian ayah mereka mengenalkan keduanya dan ayah Gita meminta agar putrinya menemani San untuk menikmati pesta yang diadakan sedangkan dua pria dewasa itu sibuk berbincang tentang bisnis.

San tidak banyak bicara, mungkin karena mereka baru bertemu, pikir Gita. Jadi gadis itu lah yang memancing lebih dulu dengan berbagai topik pembicaraan.

Gita sudah jatuh cinta pada San sejak pertemuan pertama. Maka ketika kedua orang tuanya berniat menjodohkan dirinya dengan sosok yang dicintai, Gita tentunya sangat senang. Dan penerimaan San terhadap perjodohan tersebut semakin membuat Gita percaya diri bahwa mereka berdua saling mencintai.

Mereka tidak pernah lepas kontak. Tapi beberapa minggu ini intensitas komunikasi keduanya mulai berkurang. Hal ini dengan jelas disadari oleh si gadis.

"Dia gak angkat telepon ku lagi!" Geram Gita.

Ini sudah kali ke lima atau enam, entahlah. Tapi panggilan itu tak kunjung diangkat oleh San.

"San kemana sih?" Tanya gadis itu pada pelayan yang setia berdiri dibelakangnya menunggui sang nona muda makan malam.

"San tidak mungkin bosan dengan ku, kan?" Tanya gadis itu lagi. Para pelayan tentu saja tidak ada yang berani menjawab karena merasa tidak sopan jika menjawab sang tuan begitu saja tanpa di suruh.

"Aku sudah selesai," Gita meninggalkan meja makan. Tangannya tak henti terus menghubungi nomor San.

Setengah frustasi, ia akhirnya menyerah menghubungi. Gadis itu membuka lemari mengambil sehelai mantel untuk dikenakannya. Jika San tidak mengangkat teleponnya maka Gita harus mendatangi apartemen lelaki itu secara langsung.

Disepanjang jalan Gita memikirkan hubungannya dengan San sejauh ini. Mereka saling mencintai, itu yang selalu Gita tanamkan pada otaknya. Ia tidak mau berpikir bahwa mungkin saja cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.

Kalau dipikir-pikir lebih jauh lagi hal itu memang mungkin saja mengingat selama ini hanya Gita yang memberi pada San dan lelaki itu hanya merespon sekenanya.

Komunikasi yang dijalin diantara keduanya juga selalu berasal dari Gita. Gita menelepon dan San menjawab, Gita yang mengajak makan San hanya menurut seolah oleh perlakuannya itu memang sudah disetting begitu.

Segala perlakuan baik yang San berikan pada Gita tidak lebih dari sekedar sopan santun semata. Lelaki itu seperti robot yang disetting untuk menurut dan mengikuti semua keinginan Gita. Kadang gadis itu tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran San sebenarnya karena saking tertutupnya lelaki itu.

Tapi Gita tetap menyangkal, ia tetap pada prinsipnya bahwa San juga mencintainya. Ia bisa gila kalau tahu kenyataan bahwa cintanya memang bertepuk sebelah tangan.

*

Kiara bangkit dari posisi nyamannya bersandar pada dada bidang San. Lagi-lagi acara bergelung dibawah selimut sambil menonton film terganggu karena suara dering ponsel yang berasal dari ponsel milik si lelaki yang dibiarkan di meja dapur.

SAN | Kim Chaewon x Choi San [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang