Bab 19. Perlahan Terkuak

21 9 5
                                    

Tya berdiri di depan papan pengumuman yang berada di depan ruang guru. Dia bersama Cecilia ikut berdesak-desakkan dengan siswa lain yang juga ingin melihat nilai hasil ujian tengah semester. Baru kali ini jantungnya berdegup kencang dibarengi dengan tangan berkeringat hanya untuk menanti pembagian nilai. Cewek itu tidak berharap banyak, dia hanya berdoa agar nilainya mengalami peningkatan dari sebelumnya. Setidaknya masih ada setengah semester lagi untuk berjuang mendapatkan posisi lima besar juara umum sekolah.

Tiba di barisan depan, Tya maupun Cecilia segera menelusuri kertas di papan pengumuman untuk mencari nama masing-masing. Mata cewek yang meremas tangan itu membulat saat pandangannya jatuh pada nama di urutan ketiga di kelas XI IPA 3. Dia menggigit bibir bawah sambil mengepal, menoleh ke kiri ke arah sahabatnya yang masih mencari. Cewek itu langsung menarik sahabatnya agar melihat kertas nilai kelasnya, memastikan penglihatannya tidak salah.

"Ty, itu beneran nama kamu?" tanya Cecilia dengan menahan teriakan.

Tya mengangguk pasti sebelum akhirnya mereka berteriak bersama. "Gila! Aku nggak nyangka bisa ada di posisi tiga besar kelas."

Mereka menyingkir setelah mendapat protes dari siswa lain yang terganggu. Kedua cewek yang masih tersenyum itu berjalan menuju kantin. Saat tiba di depan kantin, mereka berpapasan dengan Bayu dan Alfredo.

"Bayu! Makasih banget, ya. Berkat bantuan kamu ngajarin aku, nilaiku melejit." Tya langsung merangkul lengan cowok itu untuk berterima kasih.

"Melejit gimana?" Bayu mengerutkan kening menatap cewek di sampingnya itu.

Tya melepaskan rangkulannya dan kembali menggandeng Cecilia. "Kamu liat aja sendiri di papan pengumuman. Aku mau makan sepuasnya dulu. Yuk, Cil!"

Bayu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, terlihat jelas kebingungan di wajahya. "Bukannya jelasin, malah ditinggal. Kebiasaan, deh, dia nyuekin aku melulu."

Alfredo hanya bisa menepuk pundak sahabatnya itu sebagai rasa iba. "Ya udah, sih. Kita bisa liat sendiri ke papan pengumuman. Yuk!"

Tya sempat menoleh ke luar kantin dan sudah tidak menemukan keberadaan Bayu di sana. Cewek itu kembali fokus memesan siomay kesukaannya. Setelah mendapat makanan dan minuman, dia duduk di meja tengah bersama Cecilia. Baru saja menyuapkan sesendok siomay ke mulut, mereka kedatangan seorang kakak kelas yang langsung bergabung dengan duduk di samping Tya.

"Boleh gabung, kan? Meja lain udah penuh."

Tya menoleh ke kanan untuk memastikan pemilik suara yang tidak asing itu. "Mas Gilang?"

"Hai! Udah liat hasil ujian?" tanya Gilang basa-basi sambil menyuapkan bakso ke mulutnya.

"Udah, dong."

"Pasti hasilnya bagus sampe senyum terus gitu."

Tya menanggapinya dengan anggukan.

"Terus, jawaban soal waktu itu gimana?"

Tya menepuk keningnya. Dia melupakan tawaran sebagai vokalis band yang diberikan Gilang. Cewek itu terlalu fokus untuk meningkatkan nilai, hingga belum sempat memikirkan mengenai jawaban untuk tawaran itu. Akhirnya, dia hanya membalas dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi rapi. Cewek itu juga hanya menatap sahabatnya yang mengerutkan kening, meminta penjelasan. Beruntung, Gilang pengertian dan memaklumi adik kelasnya itu. Cowok itu memberinya waktu lagi untuk memikirkan jawaban. Kemudian mereka larut dalam obrolan menyenangkan seputar band sekolah.

**

Sementara di sisi lain, Reina mendapat nilai terendah di kelasnya. Berita itu telah sampai kepada ayahnya dan tentu saja membuat sang ayah marah besar. Dia harus mengikuti berbagai les privat untuk meningkatkan nilainya, jika tidak dia harus keluar dari ekstrakulikuler cheerleaders. Namun, bukannya mengikuti perintah sang ayah, cewek itu justru sibuk menyusun rencana untuk menghancurkan hubungan Tya dan Bayu. Dia lebih memilih membuat mantan teman SMP-nya itu tunduk lagi dan memberikan sontekan kepadanya seperti dulu daripada harus belajar yang hanya akan membuat kepalanya sakit.

Semenjak pertandingan antara SMA Brawijaya Internasional dengan SMA Widya Tama, hubungan Tya dan Bayu terlihat mulai renggang meski mereka masih anteng-anteng saja. Namun, gosip yang menyebutkan jika Tya lebih dari sekadar dekat dengan siswa sekolah sebelah sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Hal itu dimanfaatkan oleh Reina untuk menyiram minyak ke dalam api dengan menambahkan bumbu-bumbu agar gosip itu lebih sedap.

"Ty, bisa nggak, sih, kamu nggak usah deket-deket sama Vian?" tanya Bayu saat mereka kembali dari kantin yang juga diikuti oleh Alfredo dan Cecilia.

Bayu makin geram dengan sikap Tya yang tampak biasa saja meski gosip tentang mereka sudah menyebar ke mana-mana. Apalagi, cowok itu melihat sang pacar duduk bersama dan ngobrol dengan cowok lain di kantin.

"Bay, apaan, sih? Aku sama Vian itu kenal lebih dulu. Kenapa aku harus jauhin dia?"

"Karena kamu pacarku!" teriak Bayu hingga membuat Tya terkejut.

"Bay!" tegur Alfredo seraya menarik Bayu mundur, sementara Cecilia memegangi Tya.

"Aku nggak pernah minta kamu buat jadi pacarku. Itu semua inisiatif kamu sendiri. Kenapa sekarang kamu jadi terlalu protektif? Kamu lupa? Kita nggak lagi bener-bener pacaran sekarang." Tya menekankan kalimat terakhirnya.

Bayu mengepal, matanya memerah, dan napasnya memburu tidak keruan. Dia menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Setelah sedikit lebih tenang, dia berbicara kembali.

"Aku ngelakuin ini semua juga demi kamu. Kamu nggak sadar gosip yang udah menyebar karena kedekatan kamu sama Vian? Buat apa kita sandiwara selama ini kalo ujung-ujungnya kamu sendiri yang ngancurin semuanya. Aku cuma minta kamu jaga sikap sedikit. Aku juga udah enggak pernah deket sama cewek lain lagi. Apa kamu nggak bisa ngehargai itu?"

"Aku nggak pernah minta kamu buat ngejauhin cewek lain. Kalo emang kamu udah capek, kita berhenti aja. Aku juga capek terus-terusan jadi bulan-bulanan penggemar kamu yang norak itu. Aku mau kehidupanku yang tenang dulu kembali." Setelah mengucapkan itu Tya pergi diikuti oleh Cecilia.

Tya tahu mungkin dia keterlaluan, tetapi dia juga sudah lelah dengan semua ini. Pura-pura bahagia, menahan sakit sendirian, dan dia juga harus menjauhi orang yang dia suka. Persetan dengan perasaan Bayu. Cewek itu sudah lelah. Dia juga akan berusaha menghadapi Reina sendiri. Toh, belakangan ini cewek itu sudah tidak mengusiknya lagi.

Setelah Tya dan ketiga sahabatnya pergi, kini tinggal Alfredo dan Bayu. Bayu berteriak marah dan hendak meninju tembok di belakangnya. Beruntung sahabatnya itu sempat mencegahnya.

"Kalo beneran suka kenapa nggak bilang aja? Bukannya marah-marah nggak jelas kayak tadi," tegur Alfredo kala melihat sahabatnya frustrasi.

"Siapa juga yang suka sama Tya. Aku kecewa aja dia nggak ngehargai usahaku buat nolong dia." Bayu mengelak untuk mengakui perasaannya sendiri. Perasaan yang masih membuatnya bingung.

"Kalo gitu kamu lepasin dia. Buat apa masih kamu pertahanin. Toh, dia udah nggak butuh bantuanmu lagi."

"Nggak! Aku nggak bakal lepasin dia."

"Sampe kapan? Sampe kamu berhasil bikin Reina balik lagi sama kamu?"

"Ah! Berengsek!" umpat Bayu sambil meninju ke udara.

"Bukan Tya yang manfaatin kamu. Justru kamu yang manfaatin Tya pakek dalih buat nolongin dia segala. Lupain Reina, Bay! Dia nggak pantes bahkan cuma untuk dapet pembalasan dari kamu."

Bayu meremas rambutnya dengan napas memburu. Dia sadar jika semua perkataan Alfredo memang benar. Namun, dia masih tidak terima Reina sudah mengkhianatinya. Dia harus membalas cewek itu. Harus!

Reina tersenyum miring di balik tembok toilet dekat tempat kedua cowok itu berada. Saat keluar dari kantin, dia tidak sengaja melihat Tya dan Bayu beramai-ramai ke lapangan belakang, lalu mengikuti mereka. Tidak disangka, ternyata dia justru mendapat berita yang lebih besar. Kini, dia tahu harus melakukan apa.

 Kini, dia tahu harus melakukan apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Troubled Couple [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang