Bab 6. Pengumuman

35 17 6
                                    

Reina keluar dari kamar sudah memakai seragam dengan atasan kotak-kotak biru muda dan bawahan rok biru tua selutut. Kemudian, dia duduk di meja makan dan tidak lupa menyapa ayah dan ibunya. Suasana di meja makan masih sama seperti hari-hari sebelumnya, hening atau kalau cewek itu bisa bilang lebih mirip mencekam. Obrolannya pun tidak akan jauh-jauh dari sekolah dan nilai-nilai Reina. Andai dia punya saudara, mungkin tidak akan seberat ini yang dijalaninya, masih ada seseorang yang menjadi tempat berbagi keluh kesah. Atau pemikirannya salah?

"Gimana sekolah barunya, Sayang? Udah punya temen banyak?" Reina bersyukur karena ibunya yang memulai perbincangan, bukan ayahnya.

Reina mengambil selembar roti, lalu mengoleskan selai cokelat kesukaannya. "Lumayan menyenangkan, Ma. Tapi, Reina belum punya temen banyak juga, sih. Cuma ada beberapa yang bisa diajak ngobrol."

"Enggak apa-apa. Lagian kamu juga belum ada sebulan di sekolah baru, jadi wajar kalo kamu belum punya temen banyak." Reina hanya membalas dengan senyuman sebelum mulai memakan rotinya.

"Kamu harus bisa berteman dengan Tya lagi. Inget, Papa sekolahin kamu di sana supaya nilai-nilai kamu bisa baik lagi kayak dulu. Papa udah keluar duit banyak buat masukin kamu ke sekolah itu. Jangan bikin Papa kecewa."

Seketika Reina terdiam, ucapan ayahnya barusan membuat selera makan cewek itu hilang. Dia sudah muak dengan peringatan yang diberikan ayahnya hampir setiap hari itu. Cewek itu memaksakan diri menghabiskan segelas susu yang telah disiapkan ibunya sebelum pamit berangkat ke sekolah. Dia bukannya tidak berusaha untuk mendekati Tya, tetapi mantan teman SMP-nya itu selalu punya cara untuk menghindarinya. Sekalinya dapat, ada saja yang membela Tya. Terakhir kali, dia harus berhadapan dengan Bayu, cowok paling populer di sekolah barunya. Tentu saja dia harus mengalah kalau tidak mau menambah masalah baru lagi.

Reina mengelap bibir, memakai tas punggungnya, lalu berdiri menghampiri dan mencium pipi ibunya. "Reina berangkat dulu, ya, Ma."

"Rotinya nggak dihabisin dulu? Apa mau mama siapin buat bekal?"

"Nggak usah, Ma. Reina langsung berangkat aja."

Reina beralih ke ayahnya. "Reina pamit, Pa."

"Jangan ngecewain Papa." Reina hanya mengangguk sambil mencium tangan ayahnya, lalu meninggalkan meja makan.

**

Sejak kejadian di toilet dua hari lalu, saat Reina mengancamnya, Tya tidak pernah lagi merasa tenang. Dia selalu waspada setiap saat, khawatir jika Reina tiba-tiba menghampirinya lagi. Meski dua hari ini tidak terlihat gerak-gerik cewek itu akan mendatanginya, tetap saja dia tidak boleh lengah. Tya patut berterima kasih kepada Bayu yang telah menyelamatkannya hari itu.

Namun, sejak hari itu pula hubungannya dengan Bayu jadi canggung. Lebih tepatnya, Tya yang salah tingkah setiap bertemu dengan Bayu. Kalau cowok itu, sih, tetap dengan gaya pongahnya dan masih menggoda Tya seperti biasa, seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Hanya saja, cowok itu lebih intens menempel kepadanya. Seperti saat ini.

Tya asyik membaca novel di kelas saat jam istirahat kedua. Anya sudah mengajaknya ke kantin, tetapi dia menolak. Cewek itu harus menyelesaikan novel Teror karya Lexie Xu, buku terakhir dari Johan Series agar rasa penasarannya terjawab. Biasanya, waktu yang dibutuhkan Tya untuk menamatkan satu buku paling lama tiga hari, ini sudah hampir seminggu dan dia belum ganti judul. Hal ini pasti karena dia tidak bisa fokus dan selalu memikirkan tentang Reina dan Bayu. Mereka memenuhi pikiran Tya bahkan saat cewek itu diam di kamarnya.

Karena terlarut dalam bacaan, Tya tidak menyadari seseorang telah duduk di sampingnya.

Sesaat, seseorang tersebut mengamati wajah Tya yang tegang ketika fokus membaca novel di meja dengan lengan terlipat. Kemudian, dengan sengaja dia letakkan buku lain di atas novel yang sedang cewek itu baca. Hal itu membuat Tya mendengkus kesal dan langsung menoleh ke arahnya.

Troubled Couple [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang