Bab 27. Berdamai dengan Reina

36 8 0
                                    

Rasanya belum pernah Tya melangkah ke sekolah seringan ini. Apalagi setelah masalah-masalah yang dihadapinya selama kelas sebelas. Dia senang bisa kembali ke sekolah setelah izin sakit lima hari. Cewek yang hari ini memakai kardigan putih melangkah sambil bersenandung kecil.

Dua hari yang lalu, Tya baru berdamai dengan mamanya. Ratih meminta maaf karena sudah menuduh anak sulungnya tanpa tahu cerita yang sebenarnya. Mamanya juga mmberitahu jika Bayu sudah menceritakan semua masalah yang dihadapi cewek itu sejak SMP. Wanita paruh baya itu sampai menangis di hadapan mantan pacar putrinya. Dengan semangat baru, Tya berjanji kepada diri sendiri untuk bisa menyelesaikan masalahnya dengan Reina. Dia harus berdamai dengan mantan teman SMP-nya itu dan juga berterima kasih kepada cowok yang lagi-lagi telah membantunya.

Saat hendak menaiki tangga ke lantai dua, Tya melihat Reina bersama ayahnya di depan ruang BK. Ada masalah apa pagi-pagi begini? Cewek itu tidak langsung naik, tetapi tetap berdiri di anak tangga pertama sambil memperhatikan interaksi antara anak dan ayah itu. Dia melihat guru BK keluar dari ruangan, berbincang sebentar dengan ayah Reina, lalu mantan kepala sekolahnya itu berpamitan setelah memberikan peringatan kepada cewek yang senantiasa menunduk.

Tya masih menunggu hingga ayah Reina menghilang keluar pintu koridor lantai satu. Kemudian, dia mendekati cewek yang masih berdiri di depan ruang BK sambil menunduk itu.

"Rein, kamu nggak apa-apa?"

Cewek yang namanya dipanggil itu mendongak menatap Tya. Namun, bukannya menjawab, dia langsung pergi begitu saja seraya tak lupa menyenggol pundak teman sekelasnya itu.

Tya tersenyum kecut sambil mengangkat bahu, lalu berjalan menuju kelasnya di lantai dua. Sesampainya di kelas, dia kebingungan melihat suasana kelas yang berubah ramai saat kedatangannya. Beberapa siswi yang sudah berada di kelas berbisik-bisik dengan melihat ke arahnya, lalu berganti ke arah Reina. Cewek itu segera duduk di bangkunya dan bertanya kepada Anya.

"Nya!" sapa cewek yang langsung duduk di bangkunya setelah meletakkan tas di meja.

Anya yang lagi fokus mengerjakan PR Matematika itu mendongak. "Loh, Ty. Udah masuk?"

"Ih, nggak usah pakek heboh gitu, dong, nanyanya."

Anya cengar-cengir sambil menggarukkan pulpen di tangannya ke kepala yang sebenarnya tidak gatal. "Sori. Udah ngerjain PR?"

"Udah. Nya, anak-anak pada kenapa, ya? Pas aku dateng langsung rame bisik-bisik gitu sambil ngeliatin aku terus ngeliatin Reina juga. Ada yang salah?"

Sebelum menjawab, Anya mengedarkan pandangan ke seluruh kelas, lalu merapat ke bangku Tya dan berbisik. "Kemarin lusa, setelah aku sama Cecilia dari rumahmu. Sekolah mendadak heboh karena gosip terbaru tentang Reina yang ngedeketin Bayu terus. Nah, waktu Reina ngajak Bayu ngobrol di kantin, cowok itu malah mempermalukan Reina dengan ceritain semua perbuatan dia ke kamu. Aku nggak nyangka ternyata Reina jahat banget, ya. Kamu sampe sakit gitu kemarin, mana lumayan lama pula. Dari situ, anak-anak mulai nggak suka sama Reina dan ngejauhi dia. Ada juga yang sengaja ngerjain dia gitu. Sebenernya kasihan juga, sih. Tapi biarin, deh, biar dia tau rasa."

Tya tidak tahu harus berkata apa, dia hanya mengerjap beberapa kali. Kemudian, guru Biologi masuk ke kelas. Anya segera memasukkan buku PR Matematika dan menggantinya dengan buku Biologi. Tya sempat melihat kedatangan Bayu bersama Alfredo tepat di belakang guru.

Saat jam istirahat pertama, Cecilia mendatangi kelas Tya dan mengajaknya ke kantin. Sepanjang perjalanan ke lantai satu, cewek itu bercerita panjang lebar mengenai kejadian di sekolah saat sahabatnya tidak masuk, termasuk cerita tentang Reina yang sudah didengar dari Anya.

Tya sangat berterima kasih kepada Bayu karena terus membantunya. Namun, kali ini dia tidak setuju dengan perbuatan mantannya itu yang mempermalukan Reina di depan siswa lain. Kejadian tadi pagi mengenai kedatangan ayah Reina ke sekolah pasti juga ada hubungannya dengan cowok itu. Entah, apa yang sudah diadukan Bayu kepada guru BK.

Suasana kantin begitu ramai dengan para siswa yang berusaha mendapatkan pesanan terlebih dahulu, ditambah lagi dengan mereka yang berebut tempat duduk makin menambah riuh. Tya melihat Reina duduk sendiri di pojok menikmati semangkuk bakso. Tidak ada siswa lain yang ingin duduk dengan cewek itu, meski bangku lain sudah penuh. Akhirnya, dia berinisiatif untuk duduk bersama Reina. Sedangkan Cecilia memesan makanan untuk mereka berdua.

"Masih kosong, kan? Aku duduk di sini, ya. Meja lain udah penuh."

Reina mendengkus, lalu memalingkan wajah. Tidak mengiakan maupun menolak permintaan Tya untuk bergabung dengannya. Satu menit kemudian, cewek yang tadi sedang makan bakso itu tiba-tiba berdiri.

"Rein, mau ke mana? Makananmu belum habis."

Reina menepis tangan Tya yang berusaha menghentikannya. Hal itu tidak luput dari perhatian seluruh siswa yang berada di kantin. Mereka mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya, bahkan ada yang membuka taruhan untuk kedua cewek itu.

"Rein, kalo kamu nggak nyaman, biar aku aja yang pergi. Enggak apa-apa. Kamu bisa lanjutin lagi makannya."

Reina berbisik dengan sedikit mendesis saat Tya hendak berdiri. "Kalo kamu yang pergi, aku makin jelek di mata mereka semua."

Tya mematung di tempatnya duduk. Dia tidak menyangka setiap tindakannya masih buruk di mata Reina. Cewek itu tidak menahan lagi teman sekelasnya pergi. Dia tidak peduli dengan bisik-bisik di sekitarnya. Saat Cecilia datang dengan membawa pesanan mereka, Tya justru berdiri dan menyusul Reina tanpa memedulikan panggilan sahabatnya. Dia sempat berpapasan dengan Bayu di pintu kantin, tetapi cewek itu hanya melewati sang mantan tanpa bicara satu kata pun.

Tya mencari keberadaan Reina yang pergi dari kantin. Cewek itu menemukan mantan teman SMP-nya di kelas yang duduk sendiri, sementara teman-teman yang lain pergi. Dia menghampiri cewek yang membuang muka saat melihatnya.

"Rein, aku mau minta maaf. Aku nggak tau kalo selama aku nggak masuk banyak kejadian di sekolah, terutama yang melibatkan kamu."

"Mending kamu pergi. kamu puas, kan, liat aku dijauhi dan dibenci sama semua orang di sekolah ini? Kamu bisa tertawa puas sekarang. Tapi, aku nggak akan pernah ngaku kalah sama kamu."

"Rein, aku nggak pernah mau kejadiannya sampe kayak gini. Aku nggak pernah benci sama kamu. Aku tulus mau kita temenan."

"Aku bilang pergi!" usir Reina sekali lagi. Kali ini dengan menggeram.

"Oke, aku bakal pergi sekarang. Tapi, inget, Rein. Kamu nggak pernah sendirian. Pintu rumahku akan selalu terbuka buat kamu. Kapan pun kamu berubah pikiran dan mau belajar sama aku. Aku pasti bakal terima kamu. Apa kamu nggak capek terus-terusan musuhin aku? Aku mau kita damai, Rein."

Setelah mengucapkan itu, Tya keluar kelas. Reina duduk termenung di bangkunya. Selama ini dia sudah banyak berpikir mengenai tawaran Tya untuk berdamai. Cewek itu bersedia mengajarinya demi mendapat nila yang lebih baik. Apakah ini saatnya dia mengalah? Berdamai dengan Tya mungkin jalan satu-satunya agar dia terlepas dari tuntutan ayahnya. Namun, cewek yang mulai meneteskan air mata itu masih belum sanggup meminta maaf kepada mantan teman SMP-nya yang selalu dia sakiti.

 Namun, cewek yang mulai meneteskan air mata itu masih belum sanggup meminta maaf kepada mantan teman SMP-nya yang selalu dia sakiti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Troubled Couple [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang