Separate 17!

939 146 8
                                    

o0o

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

o0o

Taehyung sangat menyesal karena membentak Jungkook, kendati ia sering berbicara sarkas pada sang adik. Tapi Jungkook tahu Taehyung begitu tak serius. Namun kali ini Taehyung benar-benar membuat Jungkook marah ah lebih tepatnya kecewa.

Pemuda 18 tahun itu hanya menatap lantai dua, tepatnya pintu kamar Jungkook. Sang adik masih belum keluar, padahal sebentar lagi sudah waktunya mereka berangkat ke sekolah.

Ibu keduanya masih belum pulang karena ternyata berada di Daegu melepas rindu dengan sang nenek.

Taehyung duduk sendiri di ruang makan tanpa menyentuh sarapan yang telah di buat kan bibi Kang. Di depan nya kotak makan biru milik Jungkook juga tergeletak tak tersentuh.

Deringan alarm berbunyi keras, menandakan ia harus segera berangkat sekolah atau berakhir terlambat jika tak pergi. Mata bulat Taehyung menatap tangga kala mendengar suara langkah kaki sang adik menuruni satu per satu anak tangga dengan cepat. Jungkook melewati Taehyung tanpa menoleh, mengambil kotak makan di atas meja. Bahkan sapaan pagi Taehyung tak di hiraukan, kedua telinganya tersumpal earphone.

Diam nya Jungkook sudah jadi bendera perang bagi keduanya. Taehyung bukan sosok yang sabar, sekali ia minta maaf jika tak di maafkan jangan harap ia akan mengulanginya. Katakan saja ia egois, ya Taehyung sendiri tahu bahwa ia begitu egois. 

Melihat Jungkook melenggang pergi tanpa pamit membuat nya ikut kesal. Dengan tarikan kasar ia mengambil tas yang ada di kursi dan berjalan menuju garasi. Tanpa sarapan atau meminum segelas susu yang telah di sediakan bibi Kang.

Mobil sport hitam menjadi tujuannya, pintu mobil mewah itu terbuka otomatis. Taehyung melempar tas nya ke belakang, memakai kacamata hitam yang tertidur di dashboard mobil. Ia jalankan baja hitam itu tanpa menoleh lagi pada Jungkook yang tengah memakai helm nya.

*
*

Pagi ini suasana hati Jimin kembali membaik, sejak bangun ia terus tersenyum. Kejadian semalam membuat nya begitu bahagia.

Jimin ingat betul jika semalam ia tertidur di sofa ruang tengah saat menonton. Tapi pagi ini ia berada di kamar, dengan selimut hangat. Paman nya sendiri tak menginap, sang bibi juga tak mungkin mengangkat tubuh buntal nya. Dan yakin bahwa yang memindahkan nya ke kamar adalah sang Papa. Bukan hanya sekedar kemungkinan atau khayalan. Semalam Jimin bermimpi kening nya di kecup, bahkan ia terbangun. Namun usapan lembut itu membuat kedua mata rembulan nya kembali tertidur dengan nyenyak. Dan sebuah jas hitam di atas meja tamu membuat ia yakin jika sang Papa semalam memang datang dan memindahkan nya.

Hanya karena hal sepele itu Jimin merasa menjadi orang paling bahagia. Ia berpikir sang Papa telah memaafkan nya dan mulai membuka lembaran baru. Jimin berjanji ia akan memulai semua dengan perlahan.

''Pagi bi"

Suara lembutnya membuat wanita paruh baya itu terkejut, namun kembali tersenyum cerah.

''Pagi sayang"

Yah Jimin sudah seperti putra bagi bibi Ahn, wanita tua itu mengusap wajah putih Jimin manja.

'' Sudah tampan, Perfect."

Senyum Jimin terbit semakin cerah, kedua pipi gembul nya memerah malu.

''Aku memang tampan bi , tampan dari lahir." Jimin berbicara lantang dengan gerakan menyombongkan diri.

Bibi Ahn tertawa kecil, saat kecil Jimin sering sekali berbicara seperti itu. Lebih ke berteriak memberitahu semua orang jika ia tampan.

Bahkan Seokjin kadang ikut serta menggoda sang anak dengan mengatakan jika ia lebih tampan. Dan berakhirlah dengan Jimin merajuk serta Seokjin yang harus membujuk putra gembul nya itu.

Momen itu adalah momen indah yang di lupakan. Bibi Ahn selalu sedih jika mengingat hal hal bahagia itu, dimana tawa Jimin lantang dan teriakan bahagia Seokjin terdengar. Wanita yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu sadar jika ia hanya sebatas pelayan. Tapi bagaimana pun Jimin telah ia rawat dari bayi, bahkan Seokjin juga telah ia rawat dari kecil.

Ia telah berjasa merawat dua generasi Lee. Membesarkan kedua nya menjadi sosok pria yang tampan dan tangguh.

''Benar tuan muda Lee memang tampan dari lahir. "

Lengan Jimin di tarik duduk oleh bibi Lee, kening bersih nya di kecup sayang. Tangan keriput itu beralih mengambil roti yang sudah ia siapkan.

''Chah! Makanlah bibi akan kebelakang, sebentar lagi Paman mu pasti datang."

Jimin mengangguk pelan dan bergumam terimakasih karena mulutnya tersumpal roti. Sarapan pagi roti terasa sangat enak baginya , karena sejak awal mood nya sudah bagus.

Tak

Tak

Tak

Perhatian Jimin teralihkan saat mendengar suara peraduan antara sepatu dan lantai. Senyum Jimin semakin cerah, mood nya untuk ke sekolah juga sedang baik.

Jadi ia sangat senang kala mendengar langkah kaki itu. Akhirnya Paman Hoseok nya datang, ia berlari menuju dapur. Mencari bibi Ahn untuk pamit, wanita tua itu tengah berdiri di depan oven.

''Bi, aku pergi dulu Paman sudah datang."

Kali ini Jimin yang mengecup kedua pipi keriput bibi Ahn, layaknya anak TK yang ingin masuk kls.

''Hmm hati-hati, jangan terlalu lelah dan hindari makanan berminyak. Obat mu juga jangan lupa di minum eoh!'

Hanya anggukkan dan senyum cerah yang menjadi jawabannya. Jimin membungkuk hormat sebelum berlari keluar menemui sang paman

''Paman aku sudah

Ss-siap?"






***

Pengen Blood Sweat And Tears update?
Ingat syarat nya chapter sebelumnya harus 100 vote, itu mutlak!!! ❗❕

Pendek?
Tahu kok, semoga masih ada yang mampir.
See you next chapter 👋🏻
Maaf jika tak bagus.

Separate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang