***
Empat hari tak sekolah membuat Jimin ketinggalan beberapa pelajaran. Kondisi nya sudah jauh lebih baik, badannya juga terasa bugar setelah Namjon memaksa ia untuk di infus cairan vitamin. Hari ini ia boleh pulang, tentu dengan catatan yang banyak dari dokter. Meski demikian Jimin tak terlalu memikirkan nya.
Ia bertekad akan hidup dengan bebas, tidak akan memikirkan apapun itu. Ia tak akan mengharapkan apa-apa lagi. Baik kasih sayang Papa, perhatian kakek atau dianggap menjadi keluarga Lee. Ia Park Jimin, dan besok ia akan memulai kehidupan baru sebagai Park Jimin.
*
*
*''Hmm apa aku harus pergi ke rumah kak Jimin saja?" Gumam Jungkook, bingung.
Empat hari hilang tanpa kabar membuat Jungkook sedikit bingung. Saat ia mengunjungi kelas Jimin, para guru bilang Jimin sedang sakit. Jadi hari ini berniat menjenguk teman baru nya itu.
''Tapi aku kan tidak tahu dimana rumahnya " gerutunya pelan, meruntuki diri sendiri.
Ia tengah duduk santai di atas motor kesayangannya di halaman sekolah. Ia sengaja tidak mengikuti ekstrakulikuler apapun hari ini karena niat awalnya ingin menjenguk Jimin.
''Tapi aku bisa bertanya pada warga di dekat sana kan? Aishh Jungkook-ah kenapa kau pintar sekali sih." Ujar nya bangga.
Ia menatap kaca spion motor dengan bangga, sembari merapikan rambut kecilnya.
''Selain pintar ternyata aku juga sangat tampan eoh"puji nya lagi.
Ia kendarai motor kesayangan nya itu meninggalkan halaman sekolah dengan kecepatan standar. Menyisiri jalanan sembari mengingat dimana terakhir kali ia bertemu Jimin.
Di Seoul terdapat banyak halte bus dan Jungkook berharap penyakit pikun nya tidak kambuh. Ia menelisik setiap halte yang ia lewati. Mengingat-ingat apakah ini halte yang ia cari atau bukan.
''Oh sepertinya itu 86" gumam nya sembari mengingat-ingat.
Meski ragu tapi alangkah baik nya mencoba eoh? Akhirnya Jungkook berhenti sejenak di tepi jalan untuk melihat jalan menuju halte 86 di ponselnya. Dan betapa bodohnya bungsu Park itu. Halte yang ia cari justru berada berbalik arah dari posisinya saat ini.
''Eoh aku ingat halte itu dekat gunung Ansan." Akhirnya Jungkook putar arah menuju barat kota Seoul, ke arah pegunungan Ansan.
*
*
*Taehyung dan Jungkook memang tampak berbeda, keduanya bahkan tak memiliki sedikit pun kemiripan. Bahkan sifat pun keduanya berbeda. Sejak kecil keduanya memang hidup bersama, namun tetap saja Taehyung merasakan adanya perbedaan antara ia dan sang adik.
Baik itu perbedaan kasih sayang atau perbedaan perhatian yang di dapat keduanya. Papa memang selalu membela Taehyung jika ia beradu argumen dengan Mama. Tapi ketika melihat tatapan tulus Papa pada Jungkook, terkadang Taehyung berpikir. Apakah pernah papa menatap nya dengan ketulusan yang sama?
Hidup 18 tahun bersama sang Papa nyatanya tak berpengaruh. Taehyung itu introvet, ia terlalu canggung untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Susah untuk mendapatkan teman dan ia adalah anak yang pendiam. Terkadang jika di tinggal berdua saja maka tak lebih dari 10 kalimat yang akan ia keluarkan. Terasa canggung meski pada orang yang telah membesarkan nya itu.
Tapi pada faktanya Taehyung tak bisa mengelak. Ia terlalu sadar diri jika ia bukan putra kandung Siwon, berbeda dengan Jungkook yang notabenenya darah daging sang papa. Jadi dalam beberapa hal ia paham dan mengerti, namun rasa iri dan sedih tentu ada di hatinya.
Dan ketika kesedihan itu datang, biasanya Taehyung akan memilih tempat sepi untuk nya berdiam diri. Di Amerika ia biasanya akan pergi ke pohon palm di belakang rumah. Sebuah pohon yang tumbuh subur dengan sebuah kotak tertanam di bagian bawah akarnya. Di kotak itu terdapat sebuah guci mini yang berisi kan abu. Abu saudaranya, Tae Hyun.
Dan saat ini Taehyung berdiri di sebuah bangunan yang tak terlalu besar. Sebuah krematorium yang berada di daerah pegunungan Ansan, rumah bagi abu hasil kremasi. Dan di sanalah sebagian besar abu Tae Hyun berada. Taehyung lansung menuju tempat itu usai pelajaran berakhir. Ia sedang lelah dan butuh waktu untuk sendirian.
Meski sudah saling bermaafan, dengan terpaksa lebih tepatnya. Tapi tetap saja kata-kata Jungkook masih terngiang- ngiang di otaknya. Dan itulah yang membuatnya berada disini saat ini. Ingin berbagi sedikit cerita pada saudaranya yang telah pergi lebih dulu.
''Hmm Hai? Aku datang Hyun-ah" ia tersenyum kecil. Melambaikan tangannya pada sebuah foto balita yang tampak tersenyum.
'' Mmmm aku tidak tahu kau sudah memaafkan ku atau tidak. Tapi aku akan selalu meminta maaf padamu." Taehyung menunduk, meremas jemarinya.
''Maaf karena aku kau harus pergi untuk selamanya. Andai saja aku tak egois ingin pergi ke kolam berenang, pasti kau masih ada di sini kan."lanjutnya pelan.
''Jungkook benar,aku bukan kakak yang baik. Aku egois dan pemarah, aku tak tahu diri dan hiks a-aku terlalu berharap banyak." Isakan mulai terdengar, padahal sejak awal Taehyung sudah mewanti- wanti untuk tak menangis jika bertemu sang adik.
''Hyun-ah bisakah kita berganti posisi saja"
*
*
*
Wuah chapter kali ini update agak lambat yah, karena yah seperti yang kalian tahu aku lagi revisi Separate.Dan sedikit info:
1.Usia Jimin dan Tae itu 18 tahun yah, dan jika ada kalian nemu aku nulis usia mereka 17, berarti itu belum sempat ke revisi.Dan jika kalian menemukan ketidak cocokan, berarti itu juga belum sempat kerevisi
Soo
Semoga kalian suka dan masih mau nungguin.
Thanks for vote and comment my story
See you 👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Separate
Fantasy[ follow sebelum baca] Brothership✓ VMIN✓ Sebuah dinding besar telah terbangun di kehidupannya sejak awal. Bukan tanpa dasar, keberadaannya yang diragukan menimbulkan sebuah keretakan. Tidak ada keharmonisan dalam kisahnya, ia hanya remaja penyakit...