Separate 6!

1.5K 184 27
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

''LEE JIMIN  " teriakan Seokjin menggelegar memenuhi rumah.

Kaki nya baru saja melangkah masuk namun gelegar suara nya terdengar hingga taman belakang. Wajah nya merah, entah itu murka ,kecewa atau khawatir. Yang jelas ayah itu ingin bertemu sang buah hati untuk saat ini.

Namun menit berlalu yang di panggil tak kunjung datang. Amarah Jin memuncak, ia edarkan pandangan menyapu seluruh ruangan yang ada di rumah itu. Menatap kelantai dua dimana kamar sang putra berada. Berniat melangkahkan kaki menaiki tangga berfikir mungkin sang putra tengah tidur. Namun langkah nya terhenti kala suara lembut sang bibi menyapa.

'' Ada apa nak? Kenapa kau berteriak?"

Jin menoleh, bibi Ahn berjalan pelan dari arah belakang.

''Bi dimana Jimin?"

Bibi Ahn diam dan memilih berlalu menuju dapur, Jin mengikuti langkah wanita itu.

'' Bi bukankah seharusnya Jimin sudah pulang."tutur Jin kembali kala tak kunjung membuat sang bibi buka suara. 

Bibi Ahn sibuk menyiapkan secangkir susu dan dua cangkir teh hijau.

''Tenanglah nak Jimin bersama adik mu." Bibi Ahn menatap Jimin dengan senyum, setidaknya bisa meredam amarah Jin.

Karena bibi Ahn yakin bos nya ini sudah tahu rahasia besar yang ia dan tuan muda nya sembunyikan. Tapi dengan senyum ia rasa bisa mereda sedikit emosi Seokjin, daripada meledak dan Jimin terkena imbas nya.

''Aku tahu bi, tapi kau yakin tak ada yang kau sembunyikan dari ku bukan?"

Bibi Ahn menggiring Jin duduk di bartender, menyajikan teh hijau untuk membuat Jin rileks.

''Jimin butuh Papa nya, Jimin keluar hanya untuk menenangkan diri. Bibi tahu kau khawatir Jin tapi Jimin juga butuh keluar."

Mungkin langkah ini membuat Jin marah, akan tetapi Bibi Ahn perlu menyadarkan ayah satu anak itu.

''Masalah nya bukan itu bi, bagaimana jika jantung nya bermasalah atau ada orang yang mengenali nya bi" Seokjin tetap kekeuh dengan pendirian nya.

Namun seperti nya Jin tak menatap keluar,putra nya juga butuh kebebasan. Jimin itu hanya remaja 17 tahun yang sedang di masa labil nya. Jimin ingin merasakan kehidupan luar layaknya remaja pada umumnya.

Bermain ke rumah teman, bermain game bersama teman atau justru menggoda para siswi di kelas. Itulah kegiatan normal yang ingin Jimin jalani, bukan terkurung di kamar sepanjang hari. Keluar hanya untuk ke rumah sakit, bahkan harapan di sekolah pun pupus kala Jimin tahu ia tak akan sekolah seperti siswa pada umumnya.

*
*
*

''Paman bagaimana jika Papa marah? "

Jimin melupakan handphone nya sejenak, menatap sang paman yang masih fokus mengemudi.

Separate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang