Pagi itu Janu baru saja keluar dari rumah. Tak disangka Nandes benar-benar menjemputnya. Remaja bertubuh tegap itu duduk di atas motor ninja miliknya di depan pagar rumah Tante Melda. Melihat Janu keluar dari pintu pagar Nandes menyambut remaja itu dengan senyuman.
"Pagi Janu ...." sapa Nandes dengan wajah sumringah.
"Pagi." seperti biasa dengan wajah jutek khas miliknya.
"Nih ...." Nandes langsung menyodorkan helm ke arah Janu.
Baru saja Janu akan memakai helm, ia dikejutkan oleh suara Tante Melda.
"Janu!"
Janu menoleh.
"Kamu jangan pulang telat lagi, sore ini aku akan pergi dan pulang malam, Ricky gak ada yang temani," ucap Tante Melda, wanita itu berdiri tak jauh dari Nandes dan Janu.
"Iya Tante ... " jawab Janu.
Tante Melda melirik ke arah Nandes, sebelum wanita itu kembali masuk ke dalam rumah.
"Itu Tante kamu?" tanya Nandes setelah Tante Melda benar-benar masuk dalam rumah.
"Iya ... "
"Jadi kamu gak tinggal sama orangtua kamu?" tanya Nandes lagi.
"Aku tinggal di sini karena aku sekolah di sini, kampung halamanku jauh dari kota ini."
"Oh gitu, aku kira kamu asli orang sini, ternyata pendatang ya."
"Kamu kenapa?" Janu balik bertanya.
"Kenapa apanya?" Bingung Nandes.
"Sejak kapan ngomong aku kamu, kemana bahasa gaulmu itu?"
"Hehe .... Aku kamu kedengarannya lebih lembut Nu."
"Aku bukan cewek gak usah sok lembut padaku."
"Oh .... Jadi sukanya dikasarin nih mainnya?" sahut Nandes sambil senyum-senyum gak jelas.
Janu mengerutkan kening. "Ngomong apa sih gak nyambung."
Remaja itu lalu memakai helm dan naik ke atas motor.
"Loh kan benar, lawan kata lembut itu kasar. Kamu gak mau dilembutin berarti maunya dikasarin dong hehe ...."
"Berhenti ngomong ngawur, buruan jalan."
Nandes terkekeh lalu menghidupkan mesin motornya. Perlahan motor Nandes mulai meninggalkan gang rumah Tante Melda.
"Janu ... kamu tahu gak? Kamu orang pertama yang naik di atas motorku sejak aku punya motor ini," kata Nandes setengah berteriak di tengah perjalanan mereka.
"Terus istimewanya apa?"
"Hehehe Nadira pacarku saja gak pernah."
"Itu salahmu sendiri kenapa kamu gak jemput dia, kenapa malah jemput aku."
"Kalau jemput dia gak bisa jemput kamu dong."
"Apa!?" Janu tidak begitu mendengar jawaban Nandes.
"Aku bilang aku maunya jemput kamu!"
Janu tak menyahut lagi. Remaja itu sibuk dengan pertanyaan yang berkutat dalam hati 'kenapa dia jadi lebih penting untuk Nandes dibandingkan Nadira'.
Selang lima belas menit kemudian Nandes dan Janu sampai di sekolahan. Dua remaja cowok itu seketika jadi pusat perhatian. Penghuni sekolah Nusa Bangsa. Mereka melongo dengan apa yang mereka lihat. Nandes datang ke sekolah bareng Janu.
Sepertinya apa yang diikrarkan Nandes tempo hari di kantin sekolah bahwa Janu adalah bagian dari geng-nya, bukanlah candaan semata. Nyatanya Nandes sering terlihat bersama Janu belakangan ini dibandingkan dengan Nadira yang notabenenya adalah sang pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being With You (End)
Teen FictionJanu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri hidupnya seorang cowok remaja menyelamatkannya. Bukanya berterima kasih Janu justru marah pada cowo...