Tujuh tahun kemudian.
"Anto. .. jaga toko bentar ya, aku mau ke konter depan dulu bentar," ujar Janu pada salah satu karyawan kepercayaannya.
"Iya Mas ... Mala dan Yuda bentar lagi selesai makan siang kok."
"Oke, kalau Ibuku datang mengantar makan siang, tolong berikan bingkisan itu." Menunjuk sebuah bingkisan di bawah meja kasir.
"Siap Mas."
Janu lantas keluar dari toko, dengan mengendari motor beat miliknya dia pergi ke salah satu outlet pulsa dan handphone terbesar di tempat tinggalnya. Yang letaknya tak begitu jauh dari toko sembakonya. Berkat kerja keras dan uang peninggalan dari Tante Melda, kini Janu memiliki sebuah toko grosir sembako yang lumayan besar. Dari hasil toko sembako itu Janu bisa membiayai pendidikan adiknya, bisa membuatkan rumah sederhana untuk ibunya.
Selang beberapa menit Janu sudah sampai depan konter yang dia tuju. Sebuah outlet seluler yang lumayan besar. Bagian depan dipenuhi banyak baner dari beberapa provider, serta papan reklame besar dari dua merek ponsel yang saat ini sedang booming. Di balik etalase konter ada dua gadis belia dan cantik tersenyum ramah pada setiap pelanggannya yang datang. Tak terkecuali Janu. malah mereka tersenyum lebar dan berlomba untuk lebih dulu menyapa jika Janu yang datang.
"Cari apa Kak Janu ..." sapa salah satu gadis karyawan outlet dengan wajah berseri.
"Biasa beli pulsa," jawab Janu.
"Seratus ribu ya Kak?"
"Iya."
"Nomornya Kak."
Janu lantas menyebutkan nomor ponselnya.
"Kak Janu masih belum mau ganti HP? ini ada seri keluaran terbaru Kak," ujar gadis satu lagi, sambil bergeser mendekat ke arah temannya.
Janu tersenyum dan berkata, "Pakai ini saja sudah cukup kok." Menunjukan ponsel miliknya.
"Ya ampun Kak, itu HP biasa aja, gak bisa buat apa-apa. Kalau smartphone kan, bisa buat vidiocall dan yang lainnya." Bujuk gadis yang merupakan promotor salah satu brand smartphone yang lagi naik daun.
Janu hanya tersenyum menanggapi bujukan gadis promotor itu. Ia kemudian mengeluarkan dompetnya dan membayar pulsa yang telah masuk ke nomor ponselnya. Ponsel sederhana yang hanya bisa digunakan untuk kirim pesan singkat dan telepon saja.
Memang terlihat aneh, di era digital seperti ini Janu hanya menggunakan ponsel jaman dulu. Bahkan para lansia di jaman sekarang ini banyak yang beralih ke smartphone.
"Sudahlah, kamu gak akan bisa bujuk Janu, kalau dia mau sudah dari dulu," kata seorang pria yang merupakan si pemilik outlet. Pria itu berjalan dari arah dalam.
"Yee namanya juga usaha, siapa tahu kalau sama saya Kak Janu mau tergerak hatinya buat ganti ponsel hehehe," sahut si gadis tetap dengan semangat. Tips yang akan dia dapat lumayan besar jika bisa menjual seri keluaran terbaru itu. Itu kenapa ia tawarkan pada Janu yang ia tahu merupakan pemilik toko grosir sembako.
"Kalau kamu bisa bujuk dia pakai smartphone kamu tak kasih bonus dua kali lipat dari gaji pokokmu."
"Bener nih, Bang??"
"Iya bener."
"Serius ya Bang."
"Kalau gak sekarang sapa tahu minggu depan ganti Hp ya Kak, belinya di sini ya sama saya," ucap gadis itu sambil tersenyum.
Si pemilik outlet berani taruhan gadis promotor itu gak akan bisa bujuk Janu, sudah berapa kali dia ganti promotor smartphone sejak dia mengenal Janu, belum ada yang bisa membujuknya. Dia seperti punya alasan sendiri mengapa tetap bertahan menggunakan ponsel jaman dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being With You (End)
Teen FictionJanu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri hidupnya seorang cowok remaja menyelamatkannya. Bukanya berterima kasih Janu justru marah pada cowo...