Bu Mira mengulas senyum, wanita yang memasuki usia lima puluh tahun itu kagum melihat Janu terlihat luwes membantunya di dapur untuk menyiapkan makan siang. Jarang-jarang ada anak laki-laki mau melakukan pekerjaan dapur apalagi di jaman sekarang.
"Coba cicipi ini Janu." Bu Mira menyodorkan sendok berisi kuah sup ceker ayam bumbu kuning ke arah bibir Janu.
Remaja itu mengecap kuah yang Bu Mira suapkan ke mulutnya. "Sudah pas kok Bu," kata Janu setelah kuah yang ia cicipi rasanya memang sudah pas.
"Ini Nandes suka banget, dia kalau gak dimasakin makanan kesukaannya, dia milih gak makan," ujar Bu Mira. Wanita itu lalu menuangkan sup yang sudah matang ke dalam mangkuk beling, lalu ia letakkan di atas meja makan.
"Kamu suka makan apa Janu?" tanya Bu Mira saat ia kembali berdiri di samping Janu.
"Saya suka apa saja Bu, gak pilih-pilih, yang penting gak terlalu pedas."
"Ibumu pasti senang punya anak kayak kamu. Ganteng, pintar, rajin lagi. Ibu jadi pengen punya anak seperti kamu Janu," ucap Bu Mira, membuat Janu senyum tipis.
"Tapi ibu juga punya anak-anak yang hebat, Mbak Dina jadi bidan, Mas Rangga kuliah di universitas yang bagus, Nandes juga jago olahraga."
"Iya untung saja Mbak Vera dan Masmu Rangga bisa dibanggain, tapi kalau Nandes hari-hari cuma bisa bikin ibu teriak terus. Apalagi masalah pelajaran sekolah, gak pernah dapat nilai bagus itu anak."
Janu menatap ke arah wajah Bu Mira, remaja itu tersentuh saat Bu Mira mengatakan 'Masmu Rangga' seakan bu Mira menyatakan kakak Nandes adalah kakaknya juga.
Alangkah bahagianya Janu jika ia bisa menjadi bagian dari keluarga Nandes yang hangat.
"Ibu kok jelek-jelekin anak sendiri sih," suara Nandes menyahut. Cowok bertubuh atletis itu baru saja keluar dari kamarnya lalu berjalan ke meja makan yang tak jauh dari dapur.
"Emang udah jelek kali Ndes," ejek Bu Mira.
"Yeee mana ada aku jelek Bu, aku itu keren banyak yang suka di sekolah, ya kan Nu." Nandes mengerlingkan mata ke arah Janu tanpa sepengetahuan ibunya.
Janu senyum-senyum. Digoda Nandes begitu saja pipi remaja itu merona.
"Ibu gak percaya, tapi kalau banyak yang suka Janu ibu baru percaya," Balas Bu Mira.
"Lagian jaman sekarang tuh Ndes gak cukup ganteng atau keren aja, jadi laki-laki harus pinter, dewasa kerja keras seperti Janu ini, kalau Janu ibu yakin jika sudah dewasa banyak gadis ingin nikah sama Janu," lanjut Bu Mira, ibu-ibu memang doyan membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain.
Untung saja Bu Mira memuji-muji Janu, Nandes malah senang melihat ibunya tak henti memuji cowok yang sudah jadi pacarnya itu.
"Kalau kayak kamu ini, anak gadis mana nanti yang mau jadi menantu ibu." Terdengar gak yakin anaknya ada yang mau.
"Tenang aja sih Bu, kalau aku menikah nanti aku bakal bawain mantu idaman buat ibu." Jawab Nandes sambil berjalan mendekati Janu yang saat itu berdiri di belakang Bu Mira.
"Nikah sama kamu," bisik Nandes di telinga Janu.
Janu terkesiap, pancaran indah dari manik mata Nandes seakan membuat dunia Janu berhenti berotasi pada porosnya. Bahkan berjuta syair tak lebih indah dari bisikan Nandes tadi. Remaja itu menundukkan pandangan, tak berani balas menatap Nandes. Jantungnya melonjak senang, wajahnya merona seperti seorang gadis tersipu malu kala mendengar pernyataan cinta.
"Ini kamu ngapain sih Nandes nyempil di sini, bantuin juga gak." Bu Mira mendorong tubuh Nandes menjauh, membuyarkan moment indah dua remaja cowok di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being With You (End)
Teen FictionJanu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri hidupnya seorang cowok remaja menyelamatkannya. Bukanya berterima kasih Janu justru marah pada cowo...