Tante Melda

2.8K 362 61
                                    

Janu melangkah keluar dari rumah Nandes dengan rasa hati yang tak bisa ia gambarkan. Ada rasa bersalah, ada rasa sakit, dan juga ada rasa sesal. Merasa bersalah karena dia telah melukai hati seorang ibu, merasa sakit ketika tak ada lagi tatapan hangat dari keluarga Nandes untuknya. Merasa menyesal andai saja hari ini dia bisa menahan diri, andai saja dia tak menuruti ajakan Nandes, atau andai saja dia tak pernah hadir dalam kehidupan Nandes, semua ini tak mungkin terjadi, dia tak akan melukai banyak hati. Dia tak akan membawa Nandes terjerumus pada satu hubungan yang tak boleh terjalin.

Deras rintik hujan basahi tubuh Janu tak mampu luruhkan rasa sesal yang mulai merambat mengusai hati remaja itu. Semua kilas kemalangan hidup yang ia lalui berputar seperti film dalam benaknya. Kehilangan Ayah saat kecil merenggut kebahagiannya saat kanak-kanak. Kehilangan paman yang begitu baik hati juga merenggut kebahagiaan masa remajanya. Dan kini Nandes yang datang di saat dia mulai putus harapan, pun akan terenggut dari genggaman. Terus saja hancurkan hatinya hingga tak berbentuk lagi.

Janu menghentikan langkahnya, ia kemudian berteduh di teras sebuah toko yang sepertinya tidak dihuni. Duduk seorang diri sembari memandangi air hujan yang mulai deras mengguyur bumi. Remaja itu meraba saku celana ketika merasakan getar beberapa kali dari ponselnya yang ia abaikan sejak tadi.

Janu mengusap ponselnya yang sedikit basah. Ada sepuluh panggilan tak terjawab dari Ricky. Baru saja dia akan menghubungi balik Ricky, nama Ricky lebih dulu memenuhi layar ponselnya.

"Hallo ..."

"Nu ...." panggil Ricky dari sebrang telpon. Suaranya serak seperti menahan tangis.

"Ada apa Ky ?"

"Kamu kemana saja Nu ... Mama pingsan, Mama di IGD sekarang. Aku takut, Mama gak buka mata Nu ..." kata Ricky diiringi isak tangis.

Janu sontak bangkit berdiri, tanpa pikir panjang lagi remaja itu langsung lari menembus deras hujan, kesana kemari menghentikan siapa saja yang bisa mengantarnya kerumah sakit. Janu seperti orang gila di tengah jalan raya memohon pada setiap kendaraan yang melintas di depannya. Akan tetapi semua seakan tak peduli, tak ada satu kendaraan pun yang mau membawa Janu ke rumah sakit.

"Buruan Naik!" teriak seseorang pengendara motor yang menghampiri Janu di tengah jalan.

Janu bergagas naik ke atas motor. Tanpa mengamati wajah orang yang membantunya.

"Rumah sakit xxx Bang."

Orang yang menolong Janu itu tak menyahut. Motor kemudian melaju menuju rumah sakit yang Janu sebutkan tadi.

Janu buru-buru turun dari motor lantas lari tunggang langgang menuju ruang IGD rumah sakit, dia sampai lupa mengucapkan kata terimakasih pada entah siapa yang datang untuk membantunya.

Pemilik motor yang membantu Janu itu membuka helm saat tubuh Janu mulai menghilang dari balik bangunan rumah sakit. Orang itu adalah Rangga. Pemuda itu memandang diam ke arah rumah sakit. Dia tak akan turun untuk melihat apa yang terjadi, siapa yang sakit, kenapa janu sampai panik seperti tadi. Pertanyaan itu cukup berhenti dalam kepalanya. Tak perlu ia mencari tahu, lebih baik dia tidak tahu, jika dia tidak tahu maka dia tak akan bicara apa-apa pada adiknya.

Rangga menghidupkan mesin motor lalu meninggalkan halaman rumah sakit. Dan di dalam hati pemuda itu berjanji tak akan bicara apapun pada adiknya tentang Janu barusan. Hal itu hanya akan memperburuk hubungan adiknya dengan ibu. Dia tahu bagaimana Nandes. Adiknya itu paling berani mengatakan 'Tidak' pada ibunya. Rangga tak pernah ambil pusing tentang hubungan laki-laki dengan laki-laki, banyak temannya yang seperti itu di kampus. Tapi itu orang lain. Nandes adalah adiknya, naluri seorang kakak tak mengizinkan Nandes menjalin hubungan seperti itu. Meskipun dia dapat melihat ada ketulusan di mata adiknya.

Being With You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang