Nandes duduk menghadap ke arah Vera, seperti seorang pasien yang sedang konsul kesehatan. Vera sang kakak masih sibuk mencatat sesuatu di buku jurnal miliknya. Wanita cantik yang tengah hamil besar itu seolah tak melihat raut wajah gelisah Nandes.
"Mbak ...buruan, aku bakal telat sekolah."
"Mbak juga buru-buru mau berangkat ke puskes Dek," sahut Vera sambil mengemas berkas di atas meja praktek yang perlu ia bawa.
Selain bertugas di puskesmas, Vera juga membuka klinik di rumah. Klinik yang di bangun menyatu samping rumah itu buka setiap pukul empat sore. Atau bisa buka dari pagi bila tidak ada jadwal tugas di puskesmas.
"Lagian buat apa sih Dek, uang sebanyak itu tumben," ujar Vera.
Adiknya memang sering minta uang jajan tapi tak pernah sebanyak hari ini.
"Kan aku sudah bilang Mbak, buat service motor."
"Motor baru setahun kok service," gumam Vera heran.
"Ya mana aku tahu Mbak, namanya juga dipakai ke sana ke sini," kilah Nandes, meyakinkan sang kakak.
"Tin ... tin ..." Suara klakson mobil dari halaman rumah.
Vera bangkit berdiri sambil membuka tasnya.
"Ini ... jangan suka pakai kebut-kebutan motornya. Kalau servis lihat kan, banyak." Sambil bersiap untuk keluar dari klinik.
Nandes menerima uang satu juta dari kakaknya. Remaja itu tersenyum senang. Akhirnya satu masalah selesai. Dia bisa bayar hutang pada Enda.
Nandes bergegas keluar dari klinik lalu berjalan ke halaman, menghampiri mobil suami kakaknya.
"Pagi Mas Erik," sapa Nandes pada suami kakaknya.
"Gimana udah dapat jatah." Senyum meledek Nandes.
"Hehehe ... mas Erik gak mau nambahin nih?"
"Sini ..." Erik melambaikan tangan dari dalam mobil, meminta Nandes untuk mendekat ke arahnya.
Nandes menurut, dia mendekat ke arah pintu depan mobil.
"Nih buat tambah uang jajan." Erik memberi Nandes uang dua ratus ribu.
Nandes tersenyum senang. Ia buru-buru menyimpan uang itu sebelum kakaknya melihat.
"Terimakasih ya Mas, baru gajian ya ..."
Erik tertawa kecil.
"Lagi ada rejeki lebih aja," jawab pria yang bekerja sebagai accounting staff di salah satu bank .
"Katanya takut telat sekolah kok masih di sini." Vera berjalan pelan ke arah pintu mobil samping kemudi.
"Ya ini mau jalan, oh ya Mbak, jangan bilang-bilang Ibu kalau aku minta uang ya."
"Iya tahu."
"Hehehe ya udah deh aku pamit, Mas Erik hati-hati bawa mobilnya."
"Kamu juga jangan ngebut Ndes ..." balas Erik.
"Siappp."
Nandes melangkah ke arah di mana motornya terparkir.
"Tin ..." Nandes menekan klakson motor sebelum ia meninggalkan halaman rumah kakaknya.
****
Saat istirahat tiba Nandes serta dua sahabatnya duduk-duduk depan kelas. Sekitaran kelas tampak sepi, semua ke kantin hanya ada beberapa murid lalu-lalang melewati kelas anak IPS.
Nandes mengeluarkan sejumlah uang dari saku celananya lalu ia berikan pada Enda.
"Nih, hutang gue, lunas ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Being With You (End)
Teen FictionJanu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri hidupnya seorang cowok remaja menyelamatkannya. Bukanya berterima kasih Janu justru marah pada cowo...