Pagi hari yang cerah seorang gadis kecil berusia lima tahun duduk di kursi meja makan sambil memakan roti panggang di tanggannya. Tak jauh dari gadis kecil itu ada sang nenek yang juga sedang menikmati sarapan paginya. Sang nenek itu adalah Bu Mira.
"Uti ..."
"Iya ..."
"Minggu depan di sekolahku ada lomba baca puisi."
"Oh ya, apa Bella juga mau ikut?"
Gadis kecil yang bernama Isabella itu menggeleng.
"Kenapa?" heran Bu Mira
"Karena Ibu guru bilang orangtua harus datang."
"Papamu akan luangkan waktu datang ke sekolahanmu, untuk melihatmu membaca puisi Bella."
Bella kembali menggeleng. "Teman-temanku ada Papa-Mama, tapi Bella hanya punya Papa."
Gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu menunduk, wajahnya bersedih. Hal itu membuat Bu Mira mendesah pelan. Merasa prihatin dengan cucunya yang satu ini.
"Memangnya kenapa, kalau kamu hanya punya Papa, tapi kamu masih punya uti, punya Om dan Tante kan."
Bella gadis kecil itu menoleh ke seseorang yang datang menghampirinya, lalu mencium pucuk kepalanya.
"Cepat habiskan sarapanmu, pagi ini Papa yang antarkan kamu ke sekolah."
"Jangan diburu-buru Rangga, biarkan dia menghabiskan rotinya pelan-pelan," ujar Bu Mira mengingatkan.
"Aku harus segera berangkat ke kantor Bu, Nandes tidak mungkin mengantarnya, Ibu lihat dia belum bangun."
"Dia pulang jam tiga pagi."
"Bekerja terlalu keras."
"Kamu pun sama, kamu juga hanya sibuk bekerja, kamu tidak memikiirkan anakmu, dia butuh seorang Ibu, apa kamu masih menunggu Kiara kembali?"
"Bella, kalau sudah habis rotimu tunggu Papa di depan," perintah Rangga pada putrinya.
Gadis kecil itu menurut, ia merosot turun dari kursi, lalu mendekat ke arah Bu Mira tuk mencium pipi sang nenek.
"Jangan nakal di sekolah ya sayang ..."
"Iya Uti, Uti juga baik-baik di rumah," balasnya.
Gadis kecil itu lantas pergi ke depan tuk menunggu Papanya mengantar ke sekolah.
Tinggalah Bu Mira dan Rangga di meja makan. Rangga sengaja menyuruh putrinya ke depan lebih dulu karena dia ingin menjawab pertanyaan ibunya Tadi. Tentang apakah dia menunggu Kiara kembali padanya.
"Bella baik-baik saja Bu, dia tidak kekurangan apapun. Aku selalu meluangkan waktu untuknya. Dan tentang Kiara, bisa kan, Ibu tidak menyebut namanya depan Bella."
"Kiara itu ibunya."
"Ibu yang meninggalkannya saat dia masih bayi? Apa wanita seperti itu yang di sebut Ibu? Aku tidak pernah menunggunya kembali. Bella anakku. Hanya anakku. Dan aku tidak pernah menunggunya kembali."
Rangga bangkit berdiri lalu bergegas jalan ke depan rumah untuk menghampiri putrinya. Meninggalkan Bu Mira sendirian di meja makan.
Wanita yang tampak kurus dengan rambut yang mulai dipenuhi uban itu melihat ke langit-langit, mencegah agar pagi ini dia tak menitikkan air mata. Kedua matanya berkaca-kaca menerawang isi rumahnya yang kini tak sehangat dulu. Banyak hal yang telah berubah. Satu tahun yang lalu suami tercinta telah pergi untuk selamanya, kedua putra yang sangat ia banggakan kini sibuk dengan pekerjaannya.
Hanya celoteh dan langkah kaki kecil cucunya yang bernama Bella itulah penghiburnya. Mungkin adalah kesalahannya kenapa rumah ini tak sehangat seperti dulu, mungkin karena sikap egois yang selalu ingin mengatur kehidupan anak-anaknya yang membuat mereka terasa jauh walau tinggal satu atap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being With You (End)
Novela JuvenilJanu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri hidupnya seorang cowok remaja menyelamatkannya. Bukanya berterima kasih Janu justru marah pada cowo...