2 jam sebelumnya
Dahyun sudah bergerak gusar, rasanya seluruh badannya menjadi dingin karena dilanda gugup. Sudah jam 4 Sana belum sampai, ya mungkin akan terlambat sedikit, tidak apalah.
Dahyun sesekali merapikan kelopak bunga mawar yang tertiup angin. Dahyun dengan telaten menjaga kelopak bunga itu agar tetap membentuk pola hati.
Dahyun yang lelah berdiri memutuskan untuk duduk dikursi taman, sesekali ia bergumam melatih rangkaian kata yang akan ia ungkapkan pada Sana,
Dahyun memegang dadanya yang terasa berbeda. Dahyun meremas seragamnya sambil bergumam
"Jangan gugup, jangan gugup nanti malah batal"
"Ini Sana kemana ya? Sudah setengah jam tapi belum terlihat, coba kuhubungi deh" Gumam Dahyun.
Berkali-kali Dahyun menelpon Sana tetapi ponsel Sana tidak aktif, Dahyun juga memberi pesan pada Sana tapi tak dibaca. Hal itu semakin membuatnya khawatir, ia takut Sana kenapa-napa.
Dahyun masih berusaha untuk berfikir positif, hujanpun turun tapi Dahyun masih berdiam ditempat. Dahyun hanya takut jika ia berpindah tempat maka Sana akan mencari-carinya.
Setengah jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Sudah 1 jam Dahyun menunggu Sana tapi tidak ada kabar sama sekali dari Sana. Ah bukan tak ada kabar, tapi ponsel Dahyun mati total.
Dahyun menunggu setengah jam lagi, entahlah dirinya sudah merasa kedinginan namun tetap ingin menunggu Sana, hingga beberapa menit setelahnya terdapat segerombol anak-anak bersepeda dengan cepat ditaman itu.
Tanpa anak-anak itu sadari, mereka melintasi kelopak mawsar yang sudah Dahyun rancang menjadi pola hati. Alhasil mawar-mawar itu sudah tak berbentuk, sudah tercampur dengan lumpur.
Dahyun yang melihat itu hanya bisa memandangi kelopak bunga itu dengan nanar, usahanya terlihat sia-sia saja.
Tak lama kemudian datang sebuah mobil, Dahyun jelas mengetahui siapa yang akan menghampirinya. Siapa lagi kalau bukan sepupunya, satu-satunya orang yang peduli pada dirinya.
"Yak! Neoneun michyeosseo?! Kenapa malah duduk disini sudah jelas sedang hujan, kamu ini lupa ya kalau kamu in-"
"Lebih baik bantu aku pulang, kepalaku pusing dan dadaku sesak" Ujar Dahyun memotong ucapan Irene.
Irene hanya bisa mengulum bibirnya, menahan rasa panik di dalam dirinya. Irenepun merangkul Dahyun dan memapah Dahyun memasuki mobil.
Irene segera meluncurkan mobilnya menuju rumah sakit. Bukan kerumah sakit terdekat tetapi kerumah sakit tempat paman Dahyun bekerja, alias ayah Irene bekerja,
Irene tidak bisa fokus menyetir, sesekali ia akan melirik Dahyun, memancarkan aura khawatirnya. Mau se-jahil apapun, Dahyun tetap saja sepupu Irene, Irene sudah menganggap Dahyun sebagai saudara kandungnya, maka dari itu Irene mengetahui semua hal tentang Dahyun.
Termasuk tentang kenapa Dahyun harus pergi kerumah sakit tempat ayahnya bekerja.
"Dahyun Gwenchana? Jaga kesadaranmu eoh" Panik Irene.
Dahyun terlalu lemas untuk menjawab,ia hanya bisa berdeham saja. Rasanya dunia sedang berputar dengan cepat, sekelilinginya terlihat buram, bahkan Dahyun tidak bisa menangkap 1 bayangan objek sekalipun.
Irene segera menaikkan kecepatan mobilnya agar sampai dirumah sakit, Irene juga menelpon ayahnya menyuruh para petugas medis untuk bersiap di lobby rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome [√]
RomanceHidupku bagaikan lembaran monokrom hitam putih sebelum adanya dirimu yang mampu memberikan berbagai warna berharga dalam hidupku.