Hari sudah berganti, kini Chaeyoung mulai terbangun dari mimpinya dikarenakan sinar matahari yang menembus tirai kamarnya. Chaeyoung segera bersiap untuk bersekolah seperti biasanya, membersihkan diri lalu memakai seragamnya.
Dirinya menatap sebuah recorder yang terletak di meja belajarnya, mengambilnya dengan ragu. Masih ada keraguan dihati Chaeyoung untuk melakukan ini, untuk menghancurkan hubungan Sana dan Dahyun.
Ia menatap pantulan dirinya sendiri lewat cermin yang ada dikamarnya. Memandangi betapa jahat dirinya jika menyerahkan recorder ini pada Sana. Ya recorder ini adalah permintaan Chaeyoung yang dituruti oleh Dahyun saat dirumah sakit kemarin.
"Jika mau mendapatkan Sana kau harus melakukannya Chaeng" Gumam Chaeyoung.
Chaeyoung menarik nafasnya lalu menghembuskannya kasar, ia membuka tas sekolahnya dan memasukan recorder itu. Chaeyoung segera bergegas pergi keruang makan untuk sarapan, seorang diri.
Ya Chaeyoung sudah ditinggalkan kedua orangtuanya sedari kecil, hidupnya hanya bergantung pada neneknya namun beberapa tahun yang lalu neneknya pergi meninggalkannya juga hingga keluarga Dahyun yang memberikannya bantuan.
Membayar semua biaya sekolahnya, memberikan uang untuk menjalani hidupnya. Ya sebenarnya dirinya sudah ditawari untuk tinggal bersama keluarga Kim tapi Chaeyoung menolaknya karena takut merepotkan.
Sungguh tidak tahu diri bukan? Keluarga Dahyun sudah membantunya sebanyak ini tapi Chaeyoung malah menyuruh Dahyun merelakan Sana padanya. Ya Chaeyoung tahu itu, tapi tetap saja ego menguasai dirinya.
Sedari kecil Chaeyoung memang selalu menaruh rasa iri pada Dahyun, dirinya merasa kehidupan Dahyun jauh lebih beruntung daripadanya. Mempunyai keluarga yang selalu ada untuknya, mempunyai saudara yang peduli akan dirinya, mempunyai otak yang pintar entah di bidang akademik maupun non akademik, visualnya yang sangat menyinari hari-hari orang yang melihatnya.
Chaeyoung mau semua itu, Chaeyoung ingin menjadi sempurna seperti Dahyun. Kenapa kehidupannya sangat menyedihkan? Bahkan ia sama sekali tidak memiliki satupun kenangan yang menyatakan dirinya memiliki orangtua, hidupnya hanya terus ditinggali orang-orang yang ia sayangi, tidak ada saudara yang peduli padanya, yang ada para saudara serta paman dan bibinya hanya menganggap dirinya parasit.
Tetapi ditengah penderitaan Chaeyoung, dirinya menemukan sosok yang menyinari kehidupannya dengan segala tingkah konyolnya itu. Sana, orang yang menghiburnya saat dirinya ketahuan menangis dihalaman belakang sekolah. Memberikannya sebuah permen lollipop untuk meningkatkan moodnya.
Tapi sialnya, lagi-lagi Dahyun merebutnya! Kedatangan Dahyun menggangu proses pendekatannya. Bolehkah kali ini saja Chaeyoung bersikap egois? Bolehkah Chaeyoung merebut Sana dari Dahyun? Kali ini saja biarkan Chaeyoung mendapatkan kebahagiannya.
Satu hal yang Chaeyoung lupakan, dikehidupan ini tidak ada satupun yang sempurna. Dahyun memang terlihat sempurna tapi didalamnya Dahyun juga menyimpan luka. Luka dimana cinta pertamanya bunuh diri hanya karena kesalahpahaman saja, luka dimana eommanya tak selalu memperhatikannya, dan yang terkahir luka dimana dirinya menderita penyakit mematikan.
Dahyun tak se-sempurna itu, Chaeyoung hanya dikuasai rasa iri hingga lupa bersyukur pada Tuhan. Tidak bersyukur akan dirinya yang sehat tanpa ada penyakit, tidak bersyukur karena masih ada keluarga Kim yang memperhatikannya, dan tidak bersyukur karena dia memiliki sahabat seperti Dahyun yang dengan senang hati mengalah untuk dirinya.
Ya, tapi bukankah itu sifat manusia? Lupa bersyukur dan hanya bisa iri dengan kepunyaan orang lain. Tidak mau mengorbankan sesuatu tapi mau mengorbankan orang lain, tidak mau mengalah karena dirinya tidak mendapatkan keuntungan sama sekali dan hanya mendapat kerugian, seperti yang Chaeyoung lakukan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome [√]
RomansaHidupku bagaikan lembaran monokrom hitam putih sebelum adanya dirimu yang mampu memberikan berbagai warna berharga dalam hidupku.