Waktu terus berlalu, tak terasa Sana sudah lulus dari kuliahnya itu. Terlahir dari keluarga terpandang ditambah dengan kepintaran diatas rata-rata membuat masa depan Sana terjamin.
Kini ia bekerja di kantor keluarganya dan men jabat sebagai CEO. Sana mengelola perusahaannya dengan baik, bahkan Sana dapat memajukan perusahaannya dengan ketegasan serta motivasinya yang sempurna.
Hal itu membuat Sana dinobatkan sebagai salah satu pemimpin perusahaan termuda dan terbaik di Seoul. Memang prestasi membanggakan, tapi dibalik semua kebahagiaan Sana masih menyimpan kesedihan.
Luka yang terobati tetapi masih membekas dihatinya. Setiap tahunnya, ia tidak pernah bosan mengunjungi pemakaman ini. Datang hanya sekedar menyapa dan menceritakan semua hal yang telah ia perbuat.
Ia tidak pernah berhenti berharap jika Dahyun akan kembali padanya, tapi Sana sadar bahwa harapannya akan selalu menjadi harapan yang tidak terwujud. Entah mengapa, walau sudah menyadarinya Sana tetap ingin berharap.
Hatinya begitu sakit kala melihat nama gadis yang ia cinta terukir disebuah nisan. Andai saja didunia ini tidak ada kata terlambat, maka dirinya tidak akan berakhir memandang miris makam Dahyun.
"Sudah berjalan 5 tahun semenjak kepergian kamu, aku merasa kesepian disini. Kamu menyuruhku untuk terus bahagia tanpa mengetahui bahwa dirimu adalah sumber kebahagiaanku." Ujar Sana sembari tersenyum kecil dan mengusap nama Dahyun yang terukir di nisan.
"Ini, aku bawakan bunga Lily putih lagi untukmu. Kamu menyukainyakan? Atau mau kubawakan bunga lainnya? Datang saja ke mimpiku, aku akan mendengarkan semua permintaanmu" Ujar Sana sembari meletakkan bunga bawaannya.
Sana mengernyit kala sinar matahari menyorot langsung ke arahnya. Matanya menatap jam tangan yang terpasang di tangan kirinya. Ia menghela nafas kasar kala melihat arah jarum jam panjang dan pendek.
"Mianhae Dahyun-ah aku harus kembali ke kantor. Kamu tahu, kantorku semakin memiliki client. Aku harus mengurusnya atau perusahaanku akan hancur hehehe. Aku pamit ya, jangan rindu, berat! Biar Dolan saja. Bye Dahyunnie" Pamit Sana.
Sanapun pergi meninggalkan area pemakaman. Dimobil Sana memutar radio mobil sembari menyetir. Kedua matanya fokus menatap ramainya jalan raya yang ia lewati.
Deringan ponsel mengambil seluruh atensinya, Sana segera menoleh dan mengambil ponselnya yang terletak dikursi sebelahnya. Ketika tangan itu berhasil meraih ponselnya serta melihat notifikasi yang baginya tak penting, Sana kembali fokus pada jalan raya.
Kedua matanya melebar dengan kaki yang reflek menginjak rem. Sana tidak menyadari bahwa lampu lalu lintas sudah berubah menjadi merah, dan sialnya lagi Sana tak sengaja menabrak seseorang.
Sana sontak berjalan keluar dari mobilnya untuk menghampiri korban tabraknya. Sana memabntu gadis itu berdiri, baru saja ingin menanyakan keadaannya Sana malah dikejutkan oleh rupa sang korban.
"Permisi aku buru-buru" Gadis yang menjadi korban itu segera berlari meninggalkan Sana, berusaha menghiraukan segala luka ditubuhnya.
"Bodo amat dengan luka ini, yang penting aku harus mendapatkan pekerjaan ini. Masih ada 15 menit sebelum lowongan kerja ditutup, pasti keburu!" Gumam gadis itu.
Sana sendiri terpaku dijalan. Ia masih terkejut dengan rupa sang gadis yang menjadi korban penabrakannya itu.
"Di..dia Dahyun?" Gumam Sana.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome [√]
RomantizmHidupku bagaikan lembaran monokrom hitam putih sebelum adanya dirimu yang mampu memberikan berbagai warna berharga dalam hidupku.