14. YES, MAU!

386 40 1
                                    

Jangan lupa like, comment, and follow me><🌟🌟🌟

-| YES, MAU!

--------------

Tepat pukul dua malam, mereka sampai di pekarangan rumah Kiara dengan Alvandra yang mengantarkan dirinya pulang.

Kiara yang gugup terus menerus memilin jaket yang Alvandra pinjamkan padanya yang kini dirinya kenakan. Kiara bingung bagaimana jika Bunda dan Ayah bertanya dari mana saja Kiara.

Bunda dan Ayah yang mendengar deru motor dari pekarangan rumahnya lantas keluar dengan terburu-buru.

"Kia" Bunda berlari menghampiri Kiara dan memeluknya.

"Bunda" Kiara membalas pelukan Bunda yang memeluk erat dirinya.

"Kamu dari mana saja? Bunda telponin gak dijawab, khawatir Bunda sama kamu" Bunda mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Maaf" Alvandra menyela Kiara yang akan berbicara dengan membungkukkan kepala hormat.

"Kiara di rumah saya belajar buat lomba tapi kelupaan waktu karena ngobrol juga" Meski jawaban Alvandra sepenuhnya bohong, tetapi Kiara menghembuskan nafasnya lega.

Belajar buat lomba apanya, Alvandra menyetujuinya saja belum, Ish!

Dan dirinya juga baru sadar sedari di rumah Alvandra dirinya tak melihat tas selempang dan ponselnya.

"Lain kali kalau belajar atau main harus inget waktu ya" Ayah Kiara ikut menimpali dengan mengelus rambut Kiara sayang.

Lagi dan lagi Alvandra hanya bisa tersenyum kecut melihat keluarga kecil di depannya. Bahkan dari cerita Kiara dirinya sedikit tak percaya setelah melihat kasih sayang yang diberikan orang tua Kiara.

"Iya, Maaf bikin kalian khawatir" Bunda mengangguk dan mengucapkan terimakasih karena putrinya pulang dengan selamat.

"Kalau begitu saya pamit" Alvandra menyalami kedua orangtua Kiara dan melihat ke arah Kiara yang tersenyum padanya.

"Al, makasih" Kiara tersenyum hangat dan Alvandra hanya menganggukkan kepalanya.

Alvandra meninggalkan rumah Kiara dan lolos lah air mata yang sedari tadi Ia tahan.

Mengapa dirinya menjadi sangat lemah sekarang? Mengapa dirinya merasa iri padahal bertahun tahun lamanya Alvandra bisa menahan tanpa pelukan dari Mama dan Papanya.

"ARGGHHHHH" teriaknya.

Bertahun tahun lamanya dirinya membekukan hatinya agar tak merasakan apa-apa. Bahagia, sedih, senang juga haru bagai tak pernah tercipta untuk dirinya.

Bertahun tahun lamanya juga Alvandra menyoba mengesampingkan keadaan hatinya dengan terus belajar sepanjang waktu, seolah olah dirinya benar-benar di ciptakan tanpa hati di dalamnya.

"Mama, Alva kangen sama Mama—

—sekarang Mama lagi apa? Apa Mama juga kangen Alva?"

Alvandra terus ber monolog sampai tak terasa sudah memasuki kawasan kompleknya.

***

Melihat kanan dan kirinya lalu berdecak malas melihat kesunyian di sini. Terlalu semangat ingin berjumpa dengan Alvandra hingga membuatnya berangkat di jarum jam menunjuk pukul enam. Wawwww.

Di saat seperti ini membaca buku mungkin pilihan yang paling terbaik, sejenak Kiara melebarkan mata melihat jaket jeans hitam di dalam tasnya. Mendadak otaknya melalang jauh ke malam yang tak akan pernah dirinya lupakan. Itu jaket Alvandra. Jika mengingat Alvandra, entah mengapa sudut bibirnya tiba-tiba menaik tipis.

ALVANDRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang