40. UNTAIAN MAAF

255 26 1
                                    

HALOOOO😺

Jangan lupa klik star, comment and followww meeee🌟🌟🌟

|- UNTAIAN MAAF

-------------

"ALVA"

"Alva nda mau" lirihnya. Alvandra kecil masih mengulir menjauhi kejaran Papa yang lagi-lagi akan membuatnya jauh dengan sang Mama.

"Alva, nurut sama Papa!" setelah berhasil meraih pergelangan tangan Alvandra lalu ditariknya dengan kencang hingga anak itu tak bisa lagi menahan air matanya.

"Papa sa-sakitt" lirihnya bergetar. Memberontak keras berharap bisa terlepas dari Papa lalu menghampiri Mama yang jauh di sana.

"Alva mau sama Mama" teriaknya.

"Mama sudah tudak ada” balasnya berteriak.

"Ada. Mama ada di rumah” Gara merundukkan tubuhnya menyamakan tingginya dengan tubuh mungil Alvandra. Menarik kedua lengan putranya untuk sepenuhnya menghadap dirinya.

"Apa kamu melihat Mama membuka mata? Mama sudah mati Alva" tak dipungkiri Alvandra membenarkan perkataan Papa jika Mama tak lagi membuka matanya namun bagaimana pun dirinya harus berada di sisi sang Mama.

"ALVA MAU IKUT MAMA" teriaknya marah. Lalu dengan keras menggigit lengan tangan bawah Papa berharap dirinya bisa cepat terlepas.

"ALVA" kembali berlari mengulir mengejar Alvandra yang semakin jauh di depannya.

Sekarang Gara juga melakukan hal yang serupa. Berlari kencang di lorong sepi rumah sakit dengan selembar amplop yang dirinya pegang serta meremasnya erat sebagai upaya untuk menyalurkan sesak di dadanya.

Jam sebelas malam pas, ponselnya berbunyi berulang kali dengan nama Alvandra yang terpampang jelas di sana. Awalnya dirinya berniat mengabaikan itu sampai dipanggilan ketiga dirinya mengklik tombol hijau, terdengar suara perempuan yang mengatasnamakan rumah sakit elit di Jakarta, mengatakan jika putranya mengalami kecelakaan.

Saat itu pertama kalinya Gara merasakan teramat sesak di dadanya. Bahkan saat dirinya membunuh sang istri, Gara tak pernah merasakan apa-apa. Menampar, menyeret paksa, dan memarahi anak serta istrinya tak pernah membuat dirinya sadar.

Namun malam itu saat mendengar putranya mengalami kecelakaan bahkan tak mengetahui kecelakaan seperti apa, Gara merasa bergetar hebat. Merasakan gemuruh hebat juga rasa sakit yang tiba-tiba terasa membelit erat uluh hatinya.

"Alva" kini bukan teriakkan atau amarah lagi saat menyebut nama itu. Hanya panggilan lirih juga getaran hebat pada bibirnya kala mengingat Alvandra, putranya.

"Alvandra?"

"Di-di mana?" tanyanya cepat pada dokter yang baru saja keluar dari ruang ICU yang telah ditunjukan sang penelepon.

"Korban kecelakaan?" Gara mengangguk keras. Hendak berjalan berniat menghampiri ruangan Alvandra sebelum dicegah sang dokter.

"Ikut ke ruangan saya, ada yang ingin saya sampaikan" ucap lantang sang dokter. Dengan berat hati Gara mengikuti langkah dokter menuju ruangan yang tak jauh dari ruangan Alvandra.

"Silakan Pak"

Gara memilin jari-jemarinya gelisah, entah mengapa rasanya dokter di depannya kini memelankan aktivitas membuka amplop putih berlogo rumah sakit.

"Bagaimana?" Dokter menyodorkan lembaran kertas, menarik nafas panjang sebelum memulai menjelaskan secara rinci.

"Di sini saya membawa kabar baik dan banyak kabar buruk" Gara menghembuskan nafasnya perlahan, seenggaknya ada kabar baik yang keluar dari mulut sang dokter.

ALVANDRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang