Hari kini sudah malam, Arsenio sedari tadi tak keluar kamar karena dia malas melihat orang-orang rumah. Dan lebih menyebalkannya lagi tak ada yang peduli jika dia tak keluar kamar, memang bangsat semuanya.
Arsenio menatap perutnya yang bergemuruh lapar lalu menatap jam dinding, pukul sepuluh malam. Arsenio beranjak dari kasur, mungkin jam segini tak ada yang keluar kamar.
Arsenio membuka pintu kamarnya dengan hati-hati, dari celah pintu ia melihat adakah orang yang melintas di sepanjang koridor. Setelah aman tak ada siapapun, Arsenio membuka lebar pintunya.
Arsenio berjalan mengendap-endap, dia akan pergi ke dapur untuk mencari makan lalu segera pergi ke kamar.
Itu rencananya.
Arsenio berjalan menuju tangga, dia menuruni tangga dengan hati-hati dan langkah pelan keadaan yang lumayan gelap karena lampu dimatikan.
Kini dia sudah sampai di lantai bawah, untung saja belum ada yang melihat dirinya. Dia dengan cepat melangkahkan kakinya ke bagian dapur.
Ternyata bagian dapur sama gelapnya, dia dengan hati-hati membuka lemari penyimpanan makanan. Arsenio menelan ludah saat melihat ada sepiring rendang, dan beberapa masakan sayur. Tangannya segera mencari piring lalu mengambil nasi di magic com, ia menyendok rendang, capcay, dan mie goreng ke dalam piringnya setelah merasa cukup Arsenio menutup pintu lemari penyimpanan lalu berbalik.
"Anjing!"
Umpatnya kaget melihat kakak sulungnya berada di depannya dengan gelas berada di tangannya.
"Ngapain kamu disini?"
***
Disinilah sekarang Arsenio berada, dengan kedua kaki duduk bersila tangan kiri menyangga piring dan tangan kanannya sibuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan Setya yang duduk tak jauh dari Arsenio meminum kopi miliknya ditemani sebatang rokok.Memang perpaduan yang aneh, bisa-bisanya Arsenio asyik makan ditemani hembusan asap rokok yang kadang terbang ke arahnya.
"Apa yang terjadi dengan pipimu?" Tanya Setya tanpa mengalihkan pandangannya.
Saat ini mereka berdua berada di kamar milik Setya, lebih tepatnya di area balkon. Udara dingin tak membuat mereka berdua kedinginan.
Arsenio menelan makanannya lalu menatap Setya, "Bukan urusanmu!"
Arsenio sebal dengan pertanyaan Setya, padahal dia tadi sudah lupa tapi malah diingatkan oleh kejadian tadi siang.
"Menjadi urusan abang, karena kamu adek abang," ucap Setya membuat kekehan terdengar dari bibir Arsenio.
"Abang? Sejak kapan Aldeka Setya Bagaskara menjadi abang dari Adhyastha Arsenio? Di sini gak ada yang menjadi peran itu! Semuanya bullshit!" Lirih Arsenio.
Tentu diingatannya tak pernah sekalipun orang di sampingnya ini berperan menjadi abang dari Nio.
Setya mematikan rokoknya dengan cara menekannya pada lantai. Dia beralih menatap Arsenio yang diam menunduk memainkan sendok dan garpu.
Tangannya terulur mengelus rambut Arsenio, hal yang ingin dia lakukan sejak dulu.
"Maafin abang yang selalu diam saat mereka menyalahkanmu. Maafkan abang yang gak ada di sisi Nio saat Nio membutuhkan abang," ucap Setya terdengar tulus.
Memang dari dulu Setya ingin mendekatkan diri pada adik bungsunya karena itu adalah amanah dari mommynya dulu sebelum meninggal. Dia harus menjaga Nio namun dia sendiri malah ingkar, dia terlalu larut dalam kesedihan ditinggal sang ibu hingga lupa ada adik yang baru saja lahir sudah menjadi seorang piatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIO
Teen Fiction[On Going] [BROTHERSHIP #02] [TRANSMIGRASI # 01] Zafran Arsenio adalah seorang remaja yang tinggal di panti asuhan yang terkenal akan kenakalan dan kecerdasannya. Bukannya terbangun di alam kubur tetapi Zafran Arsenio terbangun di tubuh seorang rema...