Arsenio melambaikan tangannya pada teman-temannya yang sudah pulang terlebih dahulu. Dia merapikan buku-buku yang ia gunakan untuk mengajar mereka lalu memasukkannya ke dalam tas.
Tadi Hero mengiriminya pesan jika dia menunggu di parkiran. Setelah merasa siap, Arsenio menggendong tasnya lalu berjalan keluar kelas yang sudah kosong. Dia menutup pintu kelas lalu berjalan menuju lift, di koridor kelas 11 hanya sedikit siswa yang masih di sekolah entah mereka sedang menunggu apa Arsenio tak ingin tahu.
Dia hanya ingin cepat-cepat pulang ke sekolah karena dia merasa sedikit lelah, bagaimana tak lelah jika dari kemarin dia sudah menjadi guru dadakan untuk mengajar teman sekelasnya. Untung saja teman sekelasnya itu mudah diajari, tidak sulit untuk mengajar mereka sungguh para guru pasti menyesal tidak mengajar mereka.
Arsenio segera menaiki lift untuk pergi ke lantai bawah. Tak membutuhkan waktu kini Arsenio telah sampai di lantai bawah, dia perlu berjalan sedikit jauh untuk sampai di parkiran yang dekat dengan lapangan basket.
Mata Arsenio memicing saat melihat Hero yang duduk di motornya bersama dengan para Grevantos dan juga jangan lupakan makhluk mungil yang berdiri di samping Azka yang tak lain adalah Cello.
Ingin rasanya dirinya berbalik arah dan pergi dari sana karena malas berhadapan dengan mereka, namun mengingat kalau dia menumpang pada Hero mau tak mau Arsenio memaksakan kedua kakinya melangkah ke area parkiran.
Di setiap langkah kakinya Arsenio harus merapalkan kata-kata penyemangat hingga kakinya sampai di depan parkiran.
Hero yang melihat Arsenio sudah sampai di parkiran pun turun dari motornya lalu berjalan mendekati Arsenio. Dia tanpa ragu merangkul tubuh Arsenio yang lebih pendek darinya lalu mengacak rambut Arsenio pelan.
"Kenapa mukanya kucel?" Tanya Hero melihat wajah Arsenio yang tertekuk.
"Capek, ayo pulang," ujar Arsenio sambil menggoyangkan lengan Hero, dirinya benar-benar lelah hari ini.
Hero yang melihat tingkah Arsenio terkekeh pelan, dirinya menarik tubuh adiknya itu ke arah motornya.
"Sstt..itu Hero bukan si?" Bisik Bintang pada Keenan.
"Mata lo buta? Udah tahu nanya bego lo," umpat Keenan membuat Bintang mendengus kasar.
"Maksud gue, si bos kan dingin bin datar kok dia jadi kayak gitu sama si Nio," ucap Bintang menatap Arsenio dan Hero yang sudah ada di sampingnya.
"Tanya aja sendiri, gak usah tanya ke gue yang jelas gak tau jawabannya," ucap Keenan kesal memiliki sahabat macam Bintang. Lelah mental dia.
Aska dan Aksa menghiraukan perdebatan Keenan dan Bintang, keduanya melirik ke arah Hero yang kini memakaikan helm pada Arsenio.
"Sejak kapan lo deket sama Nio, Ro?" Tanya Bintang yang juga menjadi pertanyaan si kembar.
"Sejak bang Hero jadi abang gue," ucap Arsenio menjawab pertanyaan Bintang membuat yang lainnya kaget.
"Abang lo dari hongkong, gue tahu kalo si kembar gak sudi ngakuin lo jadi adiknya tapi ya jangan ngaku-ngaku jadi adik orang dong, malu-maluin," kelakar Bintang.
"Apa yang dibilang Bintang bener, gue aja gak nganggep lo adik gimana orang lain mau nganggep lo adiknya. Urusin dulu kelakukan lo yang gak jelas itu," ucap Aska dengan tajam.
"Kak Aska! Kok ngomongnya jahat gitu sih, kak Nio maafin kak Aska ya," ucap Cello pada Arsenio.
"Emang bener kok, dek." Bantah Aksa membela kembarannya.
"Udah ngomongnya?" Tanya Arsenio yang malas mendengar perdebatan mereka, dirinya sungguh lelah.
Hero yang melihat wajah lelah Arsenio pun merasa kasihan, "Kalo lo berdua gak ngakuin dia adek lo, biar gue yang jadi abangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIO
Teen Fiction[On Going] [BROTHERSHIP #02] [TRANSMIGRASI # 01] Zafran Arsenio adalah seorang remaja yang tinggal di panti asuhan yang terkenal akan kenakalan dan kecerdasannya. Bukannya terbangun di alam kubur tetapi Zafran Arsenio terbangun di tubuh seorang rema...