T I G A E N A M

22.9K 3K 581
                                    

Arsenio menatap wajahnya yang terpampang nyata di cermin, mata bengkak karena terlalu banyak menangis.

"Hah!" Arsenio menghembuskan napasnya dengan keras, berharap dengan begitu rasa sesak di dadanya sedikit menghilang.

"Kenapa gue cengeng banget?" Tanya Arsenio pada dirinya sendiri.

Mengingat kembali kejadian-kejadian yang sudah dia alami, terlalu tiba-tiba.

Arsenio beranjak dari cermin lalu berjalan menuju ranjang berukuran king size berwarna biru gelap itu. Tanpa aba-aba dirinya menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap kosong langit-langit kamar.

Mulai hari ini Arsenio tinggal di mansion Setya, saat pulang ke mansion dirinya di sambut pelukan hangat dari sang adik, Ricky. Tak hanya sebuah pelukan Ricky pun mengatakan kalo dia tahu jika dirinya tak salah.

Itu yang dia butuhkan.

Sebuah kepercayaan.

Ada kelegaan di hatinya ketika mendengar masih ada yang percaya padanya terlebih itu adalah Ricky dan Setya.

Kedua tangannya terlipat di bawah kepalanya dengan mata menatap langit-langit kamar barunya. Terlihat begitu mewah dibanding kamarnya yang ada di kediaman Bagaskara dan berkali-kali lipat lebih mewah ketimbang kamarnya yang ada di panti asuhan.

Mengingat panti asuhan membuat rasa rindu tiba-tiba menyeruak dalam dadanya, dia merindukan Bupannya, dan juga anak-anak panti yang lain.

Mungkin jika dia masih hidup di kehidupannya yang lalu mungkin dia masih bisa tertawa dengan teman-temannya.

Berbeda dengan kehidupannya setelah berpindah jiwa di tubuh Nio, banyak sekali masalah yang timbul dan menimpa dirinya.

Punya keluarga seperti keinginannya yang dulu, namun bukan keluarga yang seperti ini.

"Semoga kebahagiaan segera datang ya," bisiknya entah kepada siapa sambil memejamkan mata membuat setetes air mata kembali menetes.

Tak membutuhkan waktu lama, terdengar suara hembusan napas teratur.

Ceklek.

Bunyi engsel pintu yang dibuka dengan pelan, nampak seorang pria tak lain dan tak bukan abang Arsenio, Setya.

Setya melihat adiknya yang sudah tertidur lelap membuat senyum lembut tersungging di bibirnya. Dengan langkah pelan Setya memasuki kamar sang adik.

Setya mendekat ke arah Arsenio, dia menatap lembut wajah Arsenio yang damai tertidur lelap. Dapat dia lihat mata sembab adiknya dan juga jejak air mata yang membasahi pipi menandakan adiknya habis menangis.

Tangannya mengelus pelan rambut adiknya itu, dengan senyum miris tersungging di bibirnya.

Teringat kembali bagaimana takdir yang tak pernah berpihak pada Arsenio, Setya tentu tahu sudah banyak luka dan kesakitan yang ditorehkan keluarganya pada Arsenio. Si bungsu yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibu kandungnya dan malah dibenci sang ayah karena telah membuat sang istri meregang nyawa.

"Nio kuat ya, abang bakal selalu ada buat Nio! Nio harus bisa ngelewatin semua ini," bisik Setya.

Setelah itu Setya mengambil selimut untuk menyelimuti tubuh adiknya lalu beranjak pergi keluar dari kamar Arsenio.

***

Arsenio mengerjapkan matanya yang terasa lengket dan berat karena sinar matahari yang masuk dari cela-cela gorden menerpa wajahnya membuat acara tidurnya terusik.

Arsenio membuka matanya diiringi desisan rasa sakit di kepalanya, sepertinya menangis dalam waktu yang lama membuat kepalanya sakit seperti di jatuhi berton-ton batu. Dengan perlahan Arsenio bangkit dari tidurnya, dirinya harus bersiap-siap ke sekolah.

ARSENIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang