Bab 17

170 17 4
                                    

Pria berkaos putih polos itu menghadap pada jendela kamarnya, dalam tengah malam yang sunyi pikirannya berkeliaran mencari keramaian. Memandang langit malam bersama kucingnya. Berbagi cerita pada sang kucing, walau hanya didengar. Berkeluh kesah padanya.

Bayang Mario melintasi panti asuhan, kembali mengulang cerita Bu Rima tentang panti selama ia tinggalkan. Iri? Ya, dirinya sangat iri pada satu pria baik itu. Dia terlalu baik untuk disaingi, tetapi rasa cintanya pada Amara tak bisa begitu saja dilepas.

"Sampai saat ini yang memenuhi kebutuhan panti itu seorang pengusaha besar yang amat dermawan, bukan cuma itu, dia juga yang bangun masjid jadi jauh lebih baik. Ibu kira dia cuma cari muka sama panti ini ternyata enggak, dia juga bantu orang yang membutuhkan di luar sana, sampai berita kedermawanannya pasti paling hangat diberita televisi. Nama dia itu Gani," papar Bu Rima pada Mario di dalam kamar pribadi Bu Rima.

Mario masih diberi keuntungan karena saat itu Latifah sedang di masjid dan Amara berada di luar sedang bermain bersama Mimi. Saat Mario kabur dari masjid ia memasuki panti lewat pintu belakang. Mario masuk kedalam dapur, di sana ada Bu Rima sedang membuat susu jahe, minuman yang tak pernah Mario sukai tetapi selalu dibuatkan oleh Bu Rima.

"Kebutulan ada kamu, nih minum." Bu Rima memberikan gelas berisi susu jahe yang baru saja ia buat.

Mario menggeleng, "Gak suka," tolaknya hingga mengatupkan mulut. Aroma jahe begitu kuat sehingga membuat Mario ingin muntah, maka karena itulah Mario tak menyukai susu jahe.

"Ini sehat Rio, dari dulu kamu tuh suka buang-buang susu jahe buatan Ibu. Yakin gak mau?" Bibir Bu Rima mengerucut, kepala menunduk berlagak kecewa, itu hanyalah sadiwara agar Mario menerimanya.

Mario teringat dirinya selalu membuang susu jahe itu di tempat sampah, pernah dipergoki oleh Bu Rima namun Bu Rima sama sekali tak memarahi Mario, dirinya malah kabur masuk kedalam kamar. Untuk kali ini Mario memaksakan dirinya meminum susu jahe itu, ia ingin menghargai usaha Bu Rima selama ini.

Tak lama lagi Mimi akan pulang ke rumahnya, ia akan kembali sepi jika Mimi tak ada di sampingnya. Akan pada siapa dirinya bercerita? Selain pada Mimi.

Mario bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju tempat penyimpanan cemilan Mimi. Saat membalikkan tubuhnya Mimi sudah tak ada di jendela. Mario melihat-lihat ke bawah jendela dan ternyata Mimi sudah ada di luar. Dengan cepat Mario keluar rumah dan mengejar Mimi yang semakin di kejar semakin kencang larinya.

Untung dirinya seorang polisi yang sudah terlatih dengan hal seperti ini. Mario mengambil jalan pintas dan saat ditunggu-tunggu Mimi malah tak kunjung datang.

Mario masuk ke dalam gang, ternyata Mimi sedang duduk di depan masjid. Mario malu untuk menghampirinya karena ada seseorang yang sedang mengaji di dalam. Mario berusaha memanggil-manggil Mimi dengan suara pelan, tetapi tetap saja kucing itu diam.

Setelah melihat ke dalam masjid ternyata orang itu mengaji dengan mata terpejam sehingga Mario masih bisa mengambil Mimi dan segera membawanya ke rumah.

Nihil, Mimi malah mencakar dirinya dan mengeong dengan suara lantang. Sehingga membuat orang yang mengaji tadi berhenti dan melihat ke arah Mario. Tanggung malu akhirnya Mario memilih untuk duduk di teras masjid.

"Pak, boleh ikut duduk? Kucing saya susah di bawa pulang," izin Mario pada bapak itu.

"Ya, silahkan. Mau pake karpet gak? Dingin udah malem," jawabnya penuh keramahan.

"Enggak usah Pak, cuman bentar."

Bapak itu hanya mengangguk dan kembali mengaji, kali ini dirinya membaca Qur'an-nya dan sesekali terpejam untuk menghafal.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang