Bab 48

156 19 0
                                    

3 Tahun kemudian



Kehidupan Amara kini berubah drastis. Amara meninggalkan Jakarta. Ini kemauan Bagus agar Amara bisa membaik di kota lain. Amara perlu penyembuhan, perlu jauh dari mimpi-mimpi buruknya. Amara meninggalkan Latifah, awalnya sangat berat dan merasakan kesepian kembali. Banyak memori baik dan buruk yang Amara tanam di Jakarta.

Amara hanya tinggal 2 Minggu di Jakarta setelah dirinya siuman. Hanya sekadar masa pemulihan, setelah itu Amara harus tinggal di Bandung.

Rena awalnya tak mau melepas Amara, tetapi Bagus memohon secara diam-diam tanpa Amara ketahui. Bagus ingin yang terbaik untuk Amara. Persoalan kehidupan Amara akan Bagus biayai, pun jika Amara ingin bekerja Bagus akan menempati Amara di perusahaannya. Ada Latifah saat pembicaraan perpindahan Amara. Latifah menceritakan kondisi Amara tentang penyakitnya. Amara masih kumat, ia masih mimisan walau tak ada dentuman stress yang terjadi, Amara terus mengingat memori buruk dan membuat masa pemulihannya selalu gagal. Amara tak akan bisa terus lepas dari obat jika Amara terus berada di tempat yang membuatnya terluka.

Amara memang bukan anak kecil lagi, tetapi kondisinya yang mengkhawatirkan. Selain fisik, mental Amara juga terganggu. Amara butuh suasana baru, teman-teman baru dan lingkungan yang baru.

Yang lebih keras menahan Amara adalah Rena, bukan Latifah yang jelas sahabatnya. Latifah lebih tahu, Latifah terlihat diam namun memperhatikan keadaan Amara.

"Amara gak bisa terus di sini, Mi. Ifah setuju kalau Amara tinggal di Bandung," katanya sembari tersenyum simpul.

Latifah dan Amara menjalin komunikasi jarak jauh. Sering kali Latifah menangis dalam diam saat berkomunikasi dengan Amara, Latifah selalu beralasan dan mematikan telepon atau video call yang mereka lakukan, hal itu Latifah lakukan untuk kesempatannya menangis. Latifah jauh lebih berat saat jauh dari Amara. Amara penguatnya saat itu, teman pertama yang membangun percaya diri. Latifah tak pernah punya teman lagi saat dirinya diagnosis kanker kulit, semua orang mencacinya dan mengejek kondisi kulitnya saat itu. Latifah mulai sekolah normal di SMA, saat SD dan SMP ia habisi di rumah.

Pertemanan atau persahabatan itu tetap ada waktu berpisahnya. Entah oleh umur atau jarak. Pertemuan menjadi awal kebahagiaan, dan perpisahan menjadi awal menyambut kerinduan.

Beberapa minggu lalu Amara menelepon Latifah. Memberitahu bahwa kini Amara benar-benar sudah lepas dari obat. Amara sudah sembuh total dan tak ada lagi yang perlu Amara khawatirkan. Di layar ponsel Latifah terlihat sumringah melihat kemajuan kesembuhan Amara.

Amara juga memperkenalkan teman-teman kantornya pada Latifah. Latifah juga sudah mulai bekerja dan mempunyai rekan kerja yang baik. Keduanya saling menceritakan kehidupan masing-masing.

Waktu Amara benar-benar hanya sedikit untuk menelepon Latifah. Terkadang jika ada waktu pun Amara memakai ponselnya untuk menelepon para divisi. Dari pagi hingga malam Amara selalu kerja dan belajar.

Kuliah dan kerja. Seperti ada kekurangan jika kerja tak ada waktu kuliahnya. Amara mengambil S2, kini sudah semester akhir dan tak lama lagi sudah wisuda. Jika sudah menjadi magister Amara ingin membangun perusahaan sendiri dan tidak bekerja terus di perusahaan Bagus.

Bagus sebenarnya sudah menyerahkan perusahaannya pada Amara, pasalnya ia tak punya penerus dan ingin perusahaannya terus maju jikalau nanti dirinya sudah tiada.

Sembari menatap layar komputer, Amara meneguk teh hangatnya. Amara sedang mengerjakan tugas kuliah di kantor. Amara mendapat ruang khusus karena jabatannya kini sudah menjadi direktur keuangan. Pengangkatan jabatan Amara begitu cepat karena kemampuannya dalam bidang keuangan. Bukan Bagus yang turun tangan persoalan pengangkatan Amara, Bagus juga adil pada semua karyawannya. Bagus sebagai direksi memberi perintah pengangkatan pada direktur utama, lalu direktur utama memilih Amara sebagai direktur keuangan perusahaan.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang