Bab 19

152 16 0
                                    

Mobil Mario telah sampai di pekarangan rumahnya, kini Sandi berada di samping kursi mobil dan begitu terkesiap saat melihat pertama kali rumah milik Mario. Setelah Sandi turun dari mobil, ia melihat sekeliling  halaman. Rumahnya elegan tetapi seram karena bersampingan dengan ladang tanaman liar. Bagi Sandi lingkungan rumah yang sepi itu sangat menakutkan.

Kepala Sandi kembali menengok ke arah kirinnya, hanya ada satu rumah yang bersampingan dengan Mario, satu rumah di sisi kanannya terhalang ladang dandelion yang cukup luas.

Sandi mendekat pada Mario yang sibuk mencari kartu kunci untuk membuka rumahnya. "Pak Mario gak takut selama tinggal di sini?" tanya dirinya tak henti mengamati sekeliling rumah Mario.

"Gak. Kamu gak akan sholat?" Mario teringat adzan Maghrib sudah terlewat beberapa menit lalu saat di perjalanan.

"Wah, ternyata Pak Mario perhatian juga," pukau Sandi tak percaya.

Pintu akhirnya terbuka, tanpa perlu Mario persilahkan masuk pun Sandi sudah masuk sendiri mengikuti Mario. Ternyata dalam dan luarnya berbeda, Mario sangat apik dalam menjaga rumah hingga seperti mempunyai sosok istri yang mengatur kebersihan di dalam.

Mimi sedang asik tertidur sehingga Mario tak perlu memberikan makanan lagi padanya. Namun kini ada satu bebannya yang harus ia suguhi makanan ataupun minuman.

"Makan atau minum?" tawar Mario sudah bertaut dengan dapurnya.

"Karena saya tamu, jadi saya gak mau terlalu menyusahkan Pak Mario." Sandi tersenyum akan kesopanannya.

"Terus?" Lengan Mario teko yang akan ia isikan air untuk membuat kopi.

"Ya, saya milih makanan sama minumannya, biar saya gak kelaparan sama kehausanan. Terima kasih, Pak Mario yang baik hati dan tidak sombong, " lanjut dirinya tanpa beban, sangat sopan sekali.

Mario sudah mengambil ancang-ancang untuk melempar teko ke arah Sandi, tetapi dirinya sudah kabur keluar rumah. Menyesal sekali dirinya sudah mengikuti ide Sandi untuk membahas penyelesaian kasus di rumahnya.

Sembari menunggu air mendidih, Mario mengeluarkan mie instan di lemari gantung yang berada di dapur. Mie adalah pilihan yang pas untuk tamu yang kurang ajar seperti Sandi. Mudah dibuat dan yang terpenting judulnya makanan. Enak sekali satu tamu itu jika disajikan daging sapi panggang yang sering kali Mario buat untuk makan malam.

Baru saja mau membuka kemasan mie, ada seseorang yang tak sabar terus menekan bel. Sampai-sampai Mario kira dirinya akan digerebek polisi.

"Iya, tunggu!" teriak Mario segara menghampiri pintu. Saat membuka pintu, raut wajah Mario mulai berubah kesal. Pantas saja! Ternyata Ibu cerewet yang tinggal di samping rumah. Rupanya ia sudah pulang dan akan menjemput Mimi. Antara senang dan sedih juga jika ditinggal Mimi.

Ibu itu tersenyum dan matanya sudah mencari-cari keberadaan Mimi. "Mimi di mana?"

Mario menjawab ngawur, "Dibuang."

Mata Ibu itu mendadak menajam, ia menarik dengan sekuat tenaga kerah baju Mario. "Jangan macem-macem!" raung Ibu itu membuat Mario ketakutan melihatnya. Jauh lebih menakutkan dibanding anjing galak penjaga kantor polisi.

Suara Mimi terdengar sampai telinga Ibu itu, akhirnya cengkraman tangannya ia lepas dan memilih memanggil Mimi hingga berada di dalam pelukannya.

"Berhubung Mimi sehat-sehat aja, Ibu kasih oleh-oleh buat kamu." Ibu itu memberikan keresek hitam yang cukup besar. Mario menerimanya dan mengintip isi yang ada di dalam kantong keresek. "Ibu tahu pekerjaan kamu berat, makannya Ibu kasih makanan. Makasih udah mau jagain Mimi." Mendadak saja ucapannya sangat lembut sehingga membuat Mario heran dengan sikapnya yang berubah-ubah.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang