Bab 42

118 13 0
                                    

Latifah melipat kursi rodanya, waktu satu minggu sudah cukup baginya untuk bisa berjalan kembali, walaupun hanya berjalan-jalan di kamar saja. Latifah berjalan bolak-balik untuk memikirkan cara agar ada orang yang mau menemaninya ke sana. Setidaknya jika dirinya meninggal ditempat, masih ada orang yang menyaksikan. Segela rencana sudah ia rangkai, kini memikirkan siapa yang bisa membantunya. Ini kesempatan! Gani sedang sibuk hari ini-sibuk dengan Amara. Latifah pikir Amara akan menjauh atau bahkan tak lagi mengenal Gani, ternyata sekarang hari pemotretan mereka dan mereka akan segera menikah. Latifah tak akan membiarkan itu, Latifah akan segera membuat nama Gani jatuh dengan bukti kejahatan yang sudah ia perbuat.

Pintu kamar Latifah diketuk oleh seseorang. Sebelum membukakan pintu ia memastikan terlebih dulu, siapa yang mengetuk. "Siapa?"

"Bi Eva, Non," sahutnya dari balik pintu.

Dengan cepat Latifah membuka pintu dan segera memeluk Bi Eva. "Kangen banget! Bi Eva kemana aja, sih?" Latifah melepas pelukannya.

"Bi Eva harus pengobatan, Non udah sehat? Katanya Non lupa ingatan."

Latifah segera memberi senyum. "Itu buat kejutan Bi Eva aja, Ifah alhamdulilah sehat, terus gak lupa ingatan. Masa Ifah lupain Bi Eva." Latifah mulai terkekeh. Senang sekali Ibu keduanya datang lagi ke rumah, sudah sangat lama Bi Eva pergi, karena Bi Eva melakukan operasi disebabkan pembengkakan kelenjar getah bening.

"Non udah makan?"

"Udah. Lihat deh Bi, kamar Ifah sekarang rapih gak kaya dulu." Latifah membukakan pintu kamarnya lebih lebar.

"Pinter, sekarang udah gede dan gak di kamar terus."

Tampak deretan gigi yang Bi Eva tunjukkan, membayangkan bagaimana dulunya seorang Latifah, yang sangat jauh tambah cantik pula.

"Non masih suka sakit kulitnya?"

"Enggak, Bi. Udah gak ada yang jauhin Ifah lagi karena serem liat kulit Ifah. Bahkan baru pertama kali Ifah masuk sekolah umum waktu SMA Ifah langsung punya temen bahkan sekarang jadi sahabat dekettt banget. Namaya Amara, baik banget orangnya."

"Nyesel Bi Eva ninggalin masa bahagianya Non."

"Yang penting sekarang, Ifah, Bi Eva sama-sama sembuh. Kita sama-sama buat bahagia baru," kata Latifah penuh rasa bahagia.

Latifah menghabiskan waktu mengobrol bersama dengan Bi Eva, tanpa terasa waktu kian berjalan cepat, matahari sudah karam di ujung barat. Suara mobil yang Latifah kenal membuat Latifah segera bergegas ke kamar untuk kembali memakai kursi rodanya.

"Non, kenapa gak pakai kursi roda?"

"Sttts. Bi Eva jangan bilang Mami atau Papi kalau Latifah udah lepas dari kursi roda. Kita kerja sama, ya."

Basyman masuk ke dalam rumah tak lupa ia mengucap salam. Bi Eva membantu Latifah untuk menghampiri Basyman, Latifah mencium punggung tangan ayah tirinya. Basyman mengusap kepala Latifah sembari tersenyum lebar.

"Bi Eva kapan dateng?" tanya Basyman sembari berjalan membawa tas lalu menyimpannya di atas meja.

"Jam 3, Pak. Bapak mau saya bikinkan kopi atau minuman lainnya?" tawar Bi Eva senang sekali melihat keluarga Latifah semakin hangat.

"Gak usah. Mami udah lama perginya, Fah?" Basyman mengambil air putih sendiri dan duduk di dekat Latifah.

Latifah mengangguk. "Iya, Pi. Katanya Mami mau pulang malam."

"Tadi ada Radit kesini, ya? Gimana? Seneng?" goda Basyman membuat Latifah tersipu malu.

Basyman kembali berdiri untuk segera membersihkan diri. Masih ada yang harus ia kerjakan, rencanya harus segera terlaksana malam ini. Basyman ingin mengambil kesempatan saat Rena dan Amara membuka ruang untuknya.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang