Karena koran itu suasana hati Amara berubah drastis. Dadanya sesak mengingat semuanya. Amara berusaha minimalisir rasa tersebut, hari ini khusus hari kebahagiaan. Bertemu Latifah, Mami, Om Basyman, dan tentunya yang akan menjadi suami Latifah.
"Ra. Haloooo." Tangan Meyla melambai tepat di depan muka Amara.
Amara tersadar dari lamunannya, dan melihat ke arah kaca mobil yang kini sudah berbeda tempat dirinya masih merasa masuk mobil dan masih di kawasan hotel.
"Eh, udah sampai?" tanya Amara sembari melihat ke sana kemari.
"Udah dari tadi. Tuh gedungnya," jawab Meyla menunjuk pada salah satu gedung yang menjadi tempat pernikahan Latifah.
Meyla membuka pintu mobil. Amara masih saja diam, membuat Meyla gemas sendiri melihatnya. "Amara, ya ampun. Masih ngelamun?"
"Enggak, cuman ... ragu aja." Nyali Amara menciut kala orang-orang ternama yang masuk ke dalam gedung, belum lagi penjaganya polisi. 'Ada Mario di sana?' itulah yang Amara pertanyakan dalam benaknya.
Amara keluar dari mobil lalu berjalan berdampingan dengan Meyla. Gedung pernikahan Latifah berada di tengah lapang, sehingga hampir setengah lapang dipenuhi transfortasi tamu undangan. Mulai dari mobil mewah hingga motor biasa pun juga ada. Entah ada berapa banyak tamu undangan Latifah.
Sebelum pintu masuk, tamu disambut oleh karpet merah beserta sambutan dari anggota wedding organizer yang membungkuk memberi salam. Layaknya diperlakukan tamu terhormat.
Meyla berjalan cepat, ingin melihat souvernir apa yang akan ia dapatkan. Meyla menulis namanya dan menanda tangan. Fantastis, memang rezeki besar datang ke tempat pernikahan orang kaya. Bukan semacam souvernir gunting kuku, atau cangkir bertulis nama. Melainkan cermin, sisir, bedak, dan perona mata. Sungguh menggiurkan. Warna emas berbalut pink. Sangat mewah!
Masing-masing orang mendapatkan satu souvernir, terkecuali anak kecil. Jika tamunya pria, maka beda lagi souvernirnya yaitu kemeja hitam berserta jam tangan kulit. Harga dari souvernir sendiri pasti sudah menginjak ratusan juta untuk kurang lebih 1 ribu tamu di acara ini.
Kala Amara menulis namanya serta memberi tanda tangan, sang pagar ayu yang menjaga tiba-tiba berkata, "khusus mbak Amara lewat sini. Mbak, sudah ditunggu sejak tadi."
Amara mendongak lalu merasa bersalah kala ia tahu bahwa dirinya sedang ditunggu. "Maaf saya sudah membuat menunggu lama. Apa saya boleh ke sana bareng teman saya?"
"Boleh, Mbak. Dek, anter Mbaknya ke ruangan sana, ya." Pagar ayu itu menyuruh pada adiknya untuk mengantarkan Amara serta Meyla.
"Mey, kesini!" panggil Amara sedikit mengeraskan suara. Meyla seperti terkena hipnotis dan ingin segera masuk ke dalam. Sehingga ia jalan begitu saja dan melupakan Amara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuta Lara [END]
Dla nastolatków[TAHAP REVISI] PART LENGKAP✓ Duka yang harus Amara terima ketika kenyataan pahit itu datang. Adiknya yang bernama Rehan meninggal karena tertabrak, namun ternyata kabar mengejutkan lagi tiba dari salah seorang polisi yang menyampaikan bahwa Rehan ju...