Selama acara Amara menikmati keseruan dalam pernikahan Latifah. Acara pernikahan tak berlangsung begitu lama, sebelum pukul 12 acara sudah selesai. Sebab pegawai yang dipakai sangat cekatan sehingga tidak ada penguluran waktu.
Ada waktu khusus untuk para keluarga menikmati makanan bersama. Berkumpul di meja makan yang cukup panjang, memuat 20 orang, saling berhadapan.
"Semuanya makan dulu! Habisin aja," seru Rena begitu lantang membuat para staf yang bekerja girang. Sudah digaji besar, dapat makanan enak pula.
Amara duduk di antara Latifah dan Meyla. Makanan yang disajikan lain lagi dari makanan yang disajikan untuk tamu pernikahan. Serba-serbi makanan tersaji di atas meja, membuat goyah ketahanan perut untuk tidak makan. Hanya saja semakin banyak yang disajikan tentu semakin sulit mencari pilihan.
Piring, garpu dan sendok yang mengkilat sudah disiapkan, kini para tamu keluarga saling mengambil pendamping nasi. Pengisi meja makan siang hanya dikhususkan untuk keluarga saja, mulai dari keluarga Radit sampai Latifah. Keluarga Radit mengisi bagian paling kanan, jadi Amara dan yang lainnya berada di ujung kiri. Latifah dan Radit seharusnya berada di bagian tengah, dikarenakan Latifah yang ingin dekat dengan Amara posisinya ditukar dengan Rena dan Basyman.
"Mau diambilin yang mana, Bee?" tawar Radit pada Latifah, senyum sumringah tampil begitu saja dari bibir Latifah.
"Iya-iya pengantin baru..." cetus Amara sembari mengambil suapan pertama.
"Lupa ada yang jomlo di sini," sindir Radit.
Amara tak perduli lagi, ia terus makan dan pura-pura tidak mendengar pun melihat kelakuan Radit yang norak walaupun dalam lubuk hati yang terdalam sangat iri. Tenang, lagi pula umur Amara masih 23 tahun, belum terlalu tua untuk sendiri.
Dua kursi di depan Amara masih kosong, Amara juga belum melihat lagi keberadaan Mario. Mungkin Mario akan duduk bersebelahan dengan istrinya. Masih saja merasa kehilangan, Amara harus menghapus tuntas perasaanya, kini sudah semakin salah jika terus memendam perasaan pada seseorang yang sudah jelas mempunyai anak.
Suara sepatu Mario dapat terdengar di tengah banyak suara dentuman sendok dan piring. Ocehan anak kecil menemani Mario. Mario juga datang bersama wanita paruh baya, sebagian rambutnya tertutup cat rambut berwarna coklat tua, ada uban pada bagian depan kepalanya yang tak tertutup. Wanita paruh baya itu tersenyum lebar, terlihat sangat anggun walau sudah tua. Dirinya terlebih dulu menyapa Rena dan Basyman, lalu kembali berjalan dan berdiri tepat di samping Radit.
"Selamat atas pernikahan kalian, ya," ucapnya pada Latifah.
"Makasih Oma udah dateng ke sini," balas Latifah.
Amara pernah melihat wanita paruh baya yang dekat dengan Mario. Tepatnya di panti asuhan, tapi setelah diamati dari wajahnya sudah nampak jelas berbeda, dari cara berpakaiannya pun juga berbeda. Sebab wanita yang mengasuh Mario di panti memakai kerudung dan mempunyai tahi lalat didekat bibirnya.
"Maaf Oma telat. Untung Mario jemput Oma."
"Iya Oma, gak apa-apa. Kita makan dulu Ma," tawar Latifah mempersilakan Oma untuk duduk.
Oma itu duduk di hadapan Amara, kala mata Amara menatapnya Oma tersenyum. Pasti Oma ini mertua Mario. Amara ingin sekali melihat wajah istri Mario, pasti cantik. Terlihat dari anak mereka yang benar-benar imut, manis, dan tentunya cantik.
Diam-diam tatapan Amara terarah pada balita yang berada dalam pangkuan Mario. Matanya yang bulat seperti purnacandra membuat Amara sulit untuk tidak menatapnya. Di sisi lain Amara malu jika tertangkap basah memperhatikan anak Mario, entahlah apa yang sebenarnya Amara rasakan sekarang, intinya banyak ilusi semata kala itu hingga akhirnya tahu bahwa kata-kata Mario benar-benar hanya gombalan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuta Lara [END]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] PART LENGKAP✓ Duka yang harus Amara terima ketika kenyataan pahit itu datang. Adiknya yang bernama Rehan meninggal karena tertabrak, namun ternyata kabar mengejutkan lagi tiba dari salah seorang polisi yang menyampaikan bahwa Rehan ju...