Bab 20

164 18 0
                                    

Tanpa terasa hari skripsi akan dilaksanakan esok hari. Amara dan Latifah sudah bertaut dengan laptopnya masing-masing, berusaha fokus untuk terus mengulang-ulang bacaan skripsinya.

"Pahami juga Fah, pasti dosen bakal ngejebak sama pertanyaan yang bikin kita terkecoh," usul Amara seraya memperhatikan Latifah yang mulai merasa ketakutan.

Latifah berusaha menenangkan dirinya dengan melihat kembali salinan CV dari Sandi yang ia simpan di laptop. Latifah sangat menunggu jawaban lebih lanjut darinya, tetapi saat Latifah tahu ternyata Sandi sangat disibukkan dengan pekerjaannya, hanya saja mengapa tak ada waktu untuk menyempatkan diri mengirim pesan. Bukan lagi penyemangat saat melihat CV itu, malah membuat hatinya berkecamuk karena terus memikirkan Sandi. Latifah takut jika Sandi mendadak membatalkan taarufnya.

Mengingat-ingat kembali dengan CV yang telah Amara berikan untuk Sandi saat itu pasti ada kesalahan atau kekurangan yang membuat Sandi menjadi mengabaikan begitu saja. Ah, Latifah sudah pusing sendiri memikirkannya. Hanya pernah dihubungi sekali dan mengatakan bahwa Latifah harus menunggu hingga tugas pekerjaan Sandi beres.

Amara mendekat dan melihat layar laptop milik Latifah. "Kamu masih mikirin soal CV yang udah di gantungin 1 Minggu?"

"Aku harusnya gak baper waktu itu!" sesal Latifah menanggung perasaan hatinya yang mulai kacau balau.

Lengan kanan Amara merangkul Latifah. "Berharap sama manusia emang bikin sakit Fah, kadang mereka gak bisa megang omongan mereka sendiri. Sekadar berucap yang dia pikirin diotaknya aja," jelas Amara menenangkan Latifah. Amara juga menjadi korban kemanisan ucapan Mario, nyatanya Mario juga sama-sama sibuk dan seperti melupakan ucapannya, sebab saat bertemu kembali dirinya seolah lupa.

Amara mempunyai ide yang menarik untuk Latifah. Senyum Amara terbit. "Gimana kalau jalan-jalan keluar dulu? Abis itu kita mulai fokus lagi," tawarnya seraya menarik lengan Latifah.

Hati Latifah mulai luluh, ia juga merasa penat dengan skripsinya sendiri. Seperti di ujung tanduk, jika gagal harus mengulang kembali. Menakutkan sekali menjadi mahasiswa akhir tahun.

Mereka keluar rumah dan berjalan-jalan menikmati suasana angin malam. Jika berada dekat Latifah, Amara selalu merasa dirinya selalu merasa dalam keadaan beruntung. Persahabatan yang dimulai di gedung atas sekolah. Lucu, Amara ingat sekali wajah Latifah yang tiba-tiba uring-uringan.

"Dulu kamu tuh lucu banget, Fah. Waktu pertama kita kenal, kamu udah ngajak berantem aja," kata Amara mengingat masa lampau. Amara tertawa tiap membayangkan wajah Latifah.

"Itu 'kan cara biar kamu gak-" Latifah hampir saja keceplosan. Kembali memilih cara lain untuk menyambung ucapannya, dirinya harus menutupi semua ketidak tahuan Amara. "Biar kamu gak kesepian." Latifah menyengir sembari menggaruk sisi kepalanya.

Amara senang sekali mempunyai teman perhatian, ia sengaja menyenggol bahu Latifah. "Kamu bisa aja. Ouh iya, kenapa kamu bisa ada di atas gedung sekolah? Padahal kamu murid baru waktu itu."

"Jalan-jalan, aku juga pengen nyoba lift yang ada di sekolah," elaknya. Padahal sekolah Latifah sebelumnya jauh lebih mewah dan ia juga sudah biasa bolak-balik menaiki lift karena kelasnya berada di atas, hanya saja hanya bertahan satu semester Latifah berada di sekolah itu.

Terlalu banyak mengingat tentang kejadian itu membuat Latifah semakin merasa iba pada Amara, lebih baik ia alihkan dengan menyimpang ke dalam super market untuk membeli minuman atau juga makanan.

"Kita ke sana aja, yu? Aku pengen beli minum sama mie," ajak Latifah langsung menarik lengan Amara. Seperti biasa, Latifah memang seorang pemaksa.

Amara memilih mengambil air botol saja, selera makannya sedang mengurang, selain itu juga Amara hanya memegang uang 5 ribu yang ia temukan di sela tasnya.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang