Mario tak kaget saat melihat sosok Gani berada di samping Amara, ia sempat bertatapan dengan Gani saat berada di dapur rumah sakit. Seperti biasa Gani memberi senyum lalu melanjutkan langkahnya. Kali ini Gani memakai parfum yang cukup menyengat hingga lama sekali hilangnya.
Pikir Mario, Gani akan banyak bercengkrama dengan Amara, tetapi keduanya terlihat sama-sama terdiam.
Mario berjongkok dihadapan Amara sembari memberikan teh hangatnya. Sengaja Mario membuat Gani terkucilkan dengan bersikap manis pada Amara.
"Setidaknya ini yang bisa saya bantu. Minum dan buatlah dirimu tenang, untuk Latifah," ucap Mario berharap teh manisnya mampu menenangkan Amara.
Amara memberi sedikit senyum, "Terima kasih."
Satu kaki Gani terus menghentakkan lantai hingga mendapat teguran dari Mario, cukup dengan menatapnya dengan tajam mampu membuat dirinya diam.
Mario duduk di kursi yang berhadapan dengan Amara, mata Mario tak pernah lepas untuk terus memperhatikan Gani. Tindakan Mario mampu membuat Gani bergairah, "Kenapa?" tanyanya tak mengerti. Gani tahu ada sesuatu yang aneh pada Mario.
"Kursi sebelah saya kosong," jawab Mario memalingkan wajahnya dengan memandang pintu UGD.
Seseorang yang telah di periksa keluar, dokter berkata lantang mengisi ruangan dingin menjadi panas mencekam dengan perkataannya. "Ruang jenazah!" disusul dengan satu orang lagi yang mukanya sama-sama tertutup kain.
Kepala Amara melihat ke sana kemari, panik yang amat luar biasa hingga gelas yang ia pegang jatuh seketika. Mario sudah menebak hal ini akan terjadi sehingga ia memilih gelas plastik.
Gani tersenyum melihat orang terakhir yang keluar dari ruangan. Pasti diantaranya adalah Latifah, tak mungkin dirinya selamat.
"Satu orang lagi masih bernapas, Dok!" seru suster di dalam ketika baru saja akan menutupi korban dengan kain putih.
Dokter menatap tak menyangka, baru saja ia periksa semua korban dan tak ada yang selamat semua mengalami benturan keras serta ada satu korban yang sudah tua terkena serangan jantung ketika mobilnya ikut menabrak truk di depannya. Korban wanita itulah yang disebut sang suster. Benturannya cukup kuat dan Dokter berkata bahwa ia telah meninggal karena sudah tak ada detak jantungnya.
"Tadi jantungnya melemah. Dia satu-satunya korban wanita." Suster itu melihat monitor yang terdapat detak jantung Latifah.
Dokter kembali masuk dan menutup lagi pintunya. Sebelum benar-benar masuk ke dalam Dokter menepuk bahu Mario seraya berkata. "Inilah kekuasaan Tuhan."
Hampir saja Mario meneteskan air matanya saat melihat Amara tersenyum bersama air tangisnya.
Amara bergumam, "Ifah aku yakin kamu bisa! Kita sahabat untuk selamanya, kan?" Lalu kata-kata Amara semakin menguatkannya lagi. "Best friend without end."
Gani meremas lengannya kuat-kuat. Ia berusaha merubah raut wajahnya. Lalu menghampiri Mario dan memilih duduk di sebelahnya, dan kursi kosong sengaja sebagai jarak untuk Gani dengan Mario.
"Latifah selamat, Pak," haru Gani tak lupa memberi senyum pada Mario.
"Ya," balas Mario namun matanya masih menyelidik wajah Gani.
Mario bangkit dari tempat duduknya ia berhenti sejenak saat berada tepat di depan Gani. "Parfum tak berpengaruh pada orang yang mabuk." Jelas Mario tahu, ia seorang polisi yang banyak belajar dari para atasannya. Sebab selalu didatangi orang mabuk yang berkedok menjadi pengacara untuk seseorang.
Walau pelan jelas hal ini membuat Gani tambah kesal, ternyata terlalu dekat dengan Mario juga dapat membunuhnya secara perlahan. Mario adalah pemain mata yang hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuta Lara [END]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] PART LENGKAP✓ Duka yang harus Amara terima ketika kenyataan pahit itu datang. Adiknya yang bernama Rehan meninggal karena tertabrak, namun ternyata kabar mengejutkan lagi tiba dari salah seorang polisi yang menyampaikan bahwa Rehan ju...