Bab 41

133 15 0
                                    

Rena terlihat begitu sebal. Wajahnya mendadak murung kala turun dari tangga. Hal itu hanya membuat Latifah tersenyum kikuk. Dirinya memang tak bohong, hanya saja ... Majalah populer itu tak akan dikabulkan oleh Basyman yang sangat malas untuk membelinya. Majalah berisi mengenai perawatan wajah agar tak mudah tua. Basyman harus pergi ke tempat di mana wanita bergerombol di sana. Jauh Lebih baik membelikan barang lain yang lebih mudah didapatkan.

"Beli online? Ish! yang ada beli ongkir dapet majalah!" gerutunya masih tak terima. Rena sudah tak habis pikir dengan suaminya yang asal berbicara, menyebalkan sekali.

Amara berbisik pada Latifah, "Kenapa?" Amara tak tahu apa yang terjadi pada Rena sekarang.

"Masalah majalah. Mami emang gitu dari dulu," jawab Latifah seadanya.

"Dari ... dulu?" ulang Amara menjadi tambah bingung dengan jawaban Latifah.

Latifah langsung meralat ucapannya. "Maksudnya, aku nebak Mami kayanya dari dulu begitu-keinginannya selalu pengen dikabulin."

Amara hanya mengangguk-angguk saja, memang benar tebakan Latifah. Bahkan Latifah pun memang begitu, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitu pribahasa yang cocok untuk anak dan ibu yang satu itu.

"Radit ke mana?" Rena mulai mengalihkan rasa sebalnya dengan melihat kearah sekeliling ruang tamu dan tak melihat keberadaan Radit di sana.

"Baru pulang tadi, katanya gak bisa lama-lama," sahut Amara masih setia duduk di sofa.

"Oh iya! Sekarang pemotretan jam 2 siang. Kamu jangan gugup. Buat Latifah yang cantik jelita, kamu nanti saya Bi Eva, ya. Kayanya sampai malem. Mami udah minta Papi pulang sore jadi kamu gak kesepian banget di rumah."

Latifah menyahut dengan anggukan kepala. Jauh lebih baik sepertinya jika berada di rumah untuk saat ini.

Amara sama sekali belum siap, terlebih pemotretannya bersama Gani.

Sebelum dirinya harus menyiapkan diri, Rena segera pergi menuju arah dapur dan memakai celemeknya. Rena mulai berkutat dengan berbagai macam bumbu yang sudah ia siapkan.

Sajian makanan sudah tersedia di meja makan. Aroma sedapnya mampu merasuk hidung seisi rumah. Benar-benar kekuatan emak-emak saat galau tak bisa dipungkiri, kekuatannya semakin bertambah. Untungnya Rena bukan orang yang melampiaskan amarah pada orang di rumah melainkan pada pekerjaannya. Rena menjadi over dalam mengerjakannya.

Tak hanya Amara, Latifah, dan Rena saja yang makan melainkan semua pekerja di rumah juga harus ikut makan. Jika memang sedang sibuk akan disisakan.

Tanpa terasa pukul 2 siang sudah tiba, matahari di hari ini tak begitu terik. Bu Eva sudah ada di rumah dan membuat Rena lebih tenang untuk pergi meninggalkan Latifah. "Jangan nakal, ya! Mami cuman bentar," peringat Rena seolah Latifah adalah anak balita yang akan ditinggal pergi.

"Iya, Mi," jawab Latifah mulai sebal jika maminya mulai bertindak aneh lagi.

Amara melambaikan tangan pada Latifah saat menaiki mobil, Latifah tentu membalasnya. Setelah Amara dan Rena pergi, ini waktunya Latifah melakukan semuanya.

•••

Rena benar-benar disambut oleh para karyawan butik, mereka memberi hormat dengan membungkukan badan. Rena memberi senyum dan segera masuk ke dalam. Amara yang mengikuti dari belakang rasanya aneh sekali. Sebenarnya Rena tak menyuruh para karyawannya untuk memperlakukannya layaknya bos besar yang gila hormat. Tetapi, Rena memang mempunyai karyawan dengan moral yang tinggi bukan hanya tentang berpendidikan saja tetapi bermoral dalam bekerja tentu sangatlah penting. Lita segera menarik lengan Amara dan berjalan beriringan.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang