Bab 23

144 17 3
                                    

"Wisuda telah tiba! Wisuda telah tiba! Hatiku gembira ...." Latifah terus bersenandung di depan kaca kamarnya. Terpampang tubuhnya yang ramping memakai dress berwarna light grey, simpel namun amat elegan. Tak salah memang memilih pakaian di butik milik Maminya. Jika saja butik itu tak diawasi langsung oleh Mami, Latifah sudah pasti merampok semua pakaian di butik untuk dimasukkan ke dalam lemarinya.

Sudah dari malam hari Mami heboh menyiapkan ini dan itu, terpenting adalah urusan riasan wajah. Mami langsung menghubungi salon langganannya untuk datang pagi-pagi ke rumah. Latifah sudah lebih dulu memakai riasan wajah. Riasan wajah tipis pun sudah cukup bagi wajah Latifah, lagi pula dirinya menjaga diri dan juga menjaga ... perasaan Sandi. Terbayang kembali tentang Sandi hanya membuat dada Latifah sesak. Sama sekali Sandi tak memberi kabar, atau usaha lainnya.

Kini Latifah memilih memfokuskan diri dengan kecantikannya saja. Kapan lagi dirinya bisa melihat wajahnya diberi riasan indah seperti ini.

Berlama-lama di depan kaca membuat kaki Latifah pegal sendiri, akhirnya Latifah memilih untuk keluar kamar dan menghampiri kamar Amara. Lama sekali Amara di dalam kamar. Amara hanya menghampiri kamar Latifah sebelum dirias dan bertanya di mana dirinya harus dirias, hanya itu.

Tak lama perias dari salon keluar dari kamar Amara, lalu memberi senyum pada Latifah lantas Latifah balas senyuman juga.

Sebelum mengetuk Latifah melihat di sela pintu, dirinya melihat bagaimana wajah sedihnya Amara yang memandang kaca. Amara berdiri dari tempat riasnya, melihat sekujur tubuhnya. Amara sudah tampil sangat cantik, mengapa harus sedih lagi? Latifah mengumpat saat melihat raut wajah Amara.

"Perjuangan Kakak di kampus udah selesai, Dek. Andai aja ...." gumam Amara masih dapat terdengar oleh Latifah. Latifah buru-buru masuk ke dalam kamar sebelum Amara menangis. Sayang sekali nanti riasannya.

"Kebiasaan. Kamu gak liat kamu tuh udah ada di titik keberhasilan kamu. Terus kamu masih mikirin hal kelam aja? Ra, aku tahu emang kematian almarhum Rehan susah buat kamu lupain. Dia emang berarti banget buat kamu, bagaimanapun seorang kakak emang gak akan pernah lupa sama adiknya, iya 'kan?"

"Gak gak usah bersikeras buat lupain, tapi ikhlasin. Kalau kamu udah ikhlas pasti ada jalan buat kasus ini. Aku tahu di dalem hati kamu pasti kamu nyembunyiin ketidak ikhlasan, apalagi waktu tahu tentang penyebab lainnya," ujar Latifah tak pernah lelah untuk memberi pencerahan pada Amara.

Balasan Amara hanya semakin membuat Latifah jengkel. Sekadar senyum? Tak ada reaksi lain gitu? Menyebalkan memang.

Latifah sengaja menjahili Amara dengan satu jari telunjuknya. Latifah mendorong bahu Amara dengan satu jarinya itu. Lemas sekali tubuh Amara, dengan dorongan begitu saja sudah kehilangan keseimbangan.

"Dasar lemah!" ejek Latifah memberikan wajah mengejeknya pada Amara. Kata inilah yang pasti membuat Amara marah, ya! Amara paling tak suka dibilang lemah.

"Sembarangan, sini kamu juga kalau aku dorong pasti jatuh!" geram Amara mulai menghampiri Latifah. Latifah tertawa menang bisa membuat Amara marah. Seolah setan yang membuat manusia mengeluarkan emosinya.

"Itu cuman pake satu jari. Huh, dasar lemah!" Sempat-sempatnya Latifah masih menjahili Amara, ia segera lari dari kamar Amara dan menuruni tangga untuk berlindung pada Mami.

Nyaris saja Latifah hampir tersandung karena lupa bahwa sekarang dirinya sedang memakai dress.

•••

Acara wisuda segera dimulai, paras cantik dan tampan mengisi ruangan gedung wisuda. Elok dipandang sekali gedungnya.

Latifah dan Amara saling pandang saat bersamaan memakai topi toga. Mata keduanya terharu melihat banyak orang seperjuangan yang kini telah lulus bersama.

Sejuta Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang