Danisa yang tersadar kemudian dengan cepat berdiri dan menatap wajah sang ayah yang sedang menatapnya penuh amarah, Zayyan juga ikut berdiri kemudian terdiam menyimak pembicaraan Danisa dengan ayahnya.
"Ayah, Nisa bisa jelasin, tadi itu Nisa cuman mau dorong pak Yuda biar nggak tertimpa lukisan..."
"Kita bicara di rumah nanti malam saat ayah pulang," tegas Vamana dan Danisa tak bisa berkutik.
"Iya, Nisa akan tunggu di rumah."
Finalnya. Vamana mengakhiri panggilan video secara sepihak, sepertinya ayahnya Danisa benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya barusan.
"Ekhm!" dehem Zayyan menyadarkan Danisa yang kemudian meliriknya sekilas.
"Maaf pak, kalau tidak ada lagi saya izin pamit," ucapnya sambil menunduk tanpa mau menatap wajah Zayyan karena kejadian tadi membuatnya benar-benar malu.
"Berikan saya alamat rumah anda, saya akan datang dan menjelaskan semuanya dengan orang tua anda."
"Ngga perlu pak Yuda, ayah saya pasti paham jika saya menjelaskannya nanti jadi beliau akan mengerti dengan apa yang terjadi tanpa pak Yuda harus repot datang ke rumah," jelas Danisa tapi Zayyan malah menggeleng menolak membuat Danisa menghela nafas panjang kemudian mencatat alamat rumahnya di kertas lalu memberikannya pada Zayyan.
"Tapi pak Yuda nggak usah repot-repot datang, saya makin nggak enak apa lagi yang dorong dan bikin bapak jatuh ke lantaikan saya."
"Tinggalkan skripsi anda di meja, saya akan periksa nanti!" perintah Zayyan dengan Danisa meletakkan skripsinya yang mungkin lebih dari 91 lembar kertas hvs.
"Saya permisi," pamit Danisa meninggalkan ruangan Zayyan yang penuh dengan kecanggungan.
Zayyan kembali duduk di kursinya kemudian tak lama pintu ruangannya kembali tebuka menampilkan wajah Gibran, sang asisten pribadinya itu tersenyum jahil.
Zayyan tak menghiraukannya dan memilih kembali menatap laptopnya.
"Abis bimbingan nih sama tunangan?" ledek Gibran yang masuk dan duduk ke kursi di hadapan Zayyan.
"Lo kenapa sih cuek banget sama cewek? Normal, 'kan?" tanya Gibran dan Zayyan kembali bungkam.
"Kalau emosi aja ngomongnya panjang lebar, sekalinya suasana hatinya baik malah kaya orang sariawan, herman saya."
Zayyan berdiri dari kursinya sembari memasukkan laptop ke dalam tas dan bersiap untuk pulang, Gibran yang melihat mulai geram pasalnya sejak tadi dia merasa sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
"Akan lebih baik jikalau gue ngomong sama kucing tetangga gue ketimbang sama pak Yuda ini," sindir Gibran tapi lagi dan lagi dia diabaikan karena Zayyan dengan tanpa rasa berdosanya kini berjalan keluar dari ruangannya.
Beralih ke rumah Danisa, sejak tadi Danisa tengah duduk berhadapan dengan sang ibu. Danisa menjelaskan kejadian pagi tadi yang ayahnya saksikan melalui video call pada sang ibu, Akifah mengangguk mengerti sembari mendengar penjelasan Danisa.
"Kalau begitu ceritanya ibu percaya kok kalau Nisa nggak akan berbuat hal tidak-tidak."
"Tapi bu, katanya dosenku itu mau ke sini ikut jelasin masalah tadi ke ayah. Emang nggak apa-apa?"
"Bagus dong kalau gitu, ibu akan masak banyak untuk makan malam nanti," katanya yang kemudian berjalan ke dapur diikuti oleh Danisa.
***
"Silahkan duduk," Vamawan mempersilahkan duduk Zayyan yang baru saja memasuki rumah bergaya minimalis namun berkelas itu."Terimakasih."
Danisa sedang berada di dapur mempersiapkan makan malam, dirinya bohong jika mengatakan dia tidak merasa khawatir membiarkan ayahnya dan seorang pria yang tidak lain adalah dosen pembimbingnya itu mengobrol berdua. Danisa khawatir juga merasa penasaran apa yang mereka bicarakan, mengingat Zayyan X pak Yuda itu adalah tipe manusia yang irit bicara sedangkan ayahnya?
"Makan malamnya sudah siap?" tanya Vamana di ikuti oleh Zayyan dan juga... Seorang remaja dan kedua orang yang sepertinya sebaya dengan ayah dan ibu Danisa.
"Silahkan duduk," ucap Akifah ramah mempersilahkan para tamunya dengan dirinya dan Danisa ikut duduk. Mereka menikmati makan malam dengan tenang di meja makan tanpa percakapan apapun karena mereka akan membuka sesi mengobrol setelah makan malam.
Mereka berpindah ke ruang tamu untuk mengobrol, kedua keluarga itu duduk berhadapan dengan Zayyan dan Danisa yang bertemu pandang sebentar lalu kemudian Danisa beralih menatap sang ayah yang membuka obrolan.
"Saya tidak menyangka akan menerima tamu sepenting Mr. Xander sekeluarga ke rumah saya, terimakasih sudah berkenan untuk berkunjung kemari," kata Vamana.
"Saya lebih berterimakasih karena sudah disambut baik dengan keluarga Mr. Malik, sejujurnya saya baru pertama kali berkunjung ke pulau Sulawesi yang ternyata sangat indah," ucap Wistara.
"Itu mungkin alasan kenapa Zayyan suka di sini," tambah Jihan.
"Silahkan cicipi kue dan diminum tehnya," Akifah dan Vamana mempersilahkan. Wisatara, Jihan dan Zaidan meminum teh mereka secara bersamaan kemudian kembali melanjutkan pembicaraan.
"Sebenarnya kami datang kemari karena ada tujuan yang baik, saya beserta istri saya datang kemari untuk melamar anak Mr. Malik untuk menjadikannya istri anak saya, Yuda Zayyan Xander."
Uhuk! Uhuk!
Danisa dan Zayyan yang sedang minum teh langsung tersedak bersamaan saat mendengar ucapan orang tua Zayyan yang dengan tiba-tiba datang dan langsung melamar Danisa, ini bukan rencana Zayyan benar-benar di luar dugaan pria itu. Kedatangan kedua orang tua serta adiknya ke rumah Danisa saja dia tak tau, dia sangat terkejut saat ketiga orang itu masuk dan ikut duduk bergabung dengannya yang sedang mengobrol seru bersama Vamana.
"Kami ingin mereka berdua melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Yaitu, pernikahan."
"Apa lagi ini Tuhan, balas dendamkah? Pak Yuda ini benar-benar gak bisa ditebak isi kepalanya," batin Danisa menggerutuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
General FictionBagaimana jadinya, jika seorang wanita berumur 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa semester akhir malah melaporkan dosen pembimbingnya ke kantor polisi hanya karena belum memberikan tandatangan pada lembar acc skripsinya? Danisa adalah seoran...