39. Pesan Dari...

3.9K 207 0
                                    

Tak seperti makan malam di rumah Danisa yang hening. Di sini, di rumah orang tua Zayyan kedua pria pencinta kerja itu tengah mengobrol sambil menikmati makan malam.

Danisa hanya sesekali tersenyum atau mengangguk ketika ditanya, dia tak mengeluarkan satu katapun.

Danisa duduk di sebelah kiri Zayyan dengan Jihan yang ada di kursi sebrang di hadapan Danisa, Jihan juga tak ikut bicara dia hanya menyimak pembicaraan sama seperti Danisa.

Setelah makan malam selesai dan meja makan sudah bersih Danisa naik ke lantai 3 tepatnya kamar Zayyan, dia duduk di pinggir ranjang lalu kemudian meraih ponselnya yang ada di atas nakas.

“Assalamualaikum?” salam Danisa ketika panggilan terhubung dengan ibunya yang masih terdiam di sana.

“Ibu?” panggil Danisa.

“Waalaikumsalam, iya ini ibu!” Suara Akifah terdengar serak, apakah dia demam?

“Ibu kenapa?” tanya Danisa ketika dengan jelas dirinya mendengar suarah parau ibunya.

“Gak apa-apa, tenggorokannya kering aja.”

“Ibu gak bohongkan?”

“Nggak kok, kenapa sayang? Udah makan?” tanya Akifah mengalihkan.

“Udah, kalau ibu?” Danisa balik bertanya tapi Akifah diam sebentar sebelum akhirnya bicara.

“Nanti ibu makan,” Danisa harusnya tahu bagaimana keadaan ibunya dengan jelas.

“Ibu demam yah? Flu atau pusing? Mau video call?”

“Gak usaha, besok-besok aja kalau sekarang udah jam 10 malam takut menganggu.”

“Ingat yah bu, aku gak suka ibu bohong soal kesehatan ibu ke aku,” Danisa berucap kemudian Akifah diam karenanya.

“Ibu kena flu, belum sehari kamu pergi tapi ibu udah demam aja.” Ujar seseorang yang Danisa yakin itu adalah Vamana ayahnya.

“Kalau gitu besok Danisa pulang aja yah?”

“Iya, besok pulang aja ke sini.”

Danisa menelan salivanya susah setelah mendengar ucapan ibunya, Danisa berpikir kalau Akifah akan menolak atau mencegahnya pulang tapi tak di sangka Akifah malah menyutujuinya.

“Ibu?”

“Ibu bercanda, gak apa-apa kok besok juga sembuh lagian ada ayah di sini.”

Danisa kembali terdiam, dia tak tahu apa yang harus dia bicarakan lagi dengan ibunya. Tiba-tiba suasana terasa canggung, Danisa melirik ke arah pintu ketika mendengar langkah kaki seseorang yang baru saja masuk.

“Ya udah kalau begitu Danisa tutup telponnya biar ibu bisa istirahat, assalamualaikum...”

“Waalaikumsalam.”

Danisa mengakhiri panggilan kemudian meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas, dirinya kemudian beralih menatap ke kiri pojok kamar di mana Zayyan yang duduk di sebuah kursi dengan meja kecil di depannya juga menatap Danisa dalam diam.

“Tadi aku telpon ibu,” ucap Danisa ragu juga merasa tak nyaman karena Zayyan terus menatapnya.

Apakah dia bertanya siapa yang sedang di telponnya tadi? Itu yang dipikirkan oleh Danisa sampai akhirnya Danisa berbicara tanpa menunggu Zayyan bertanya.

“Ibu kenapa?”

“Demam, tapi gak apa-apa katanya.”

Zayyan terdiam nampak berpikir setelah Danisa berucap, Zayyan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu kembali menatap Danisa.

Wedding AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang