Matahari menyinari ruang kamar melalui sela gorden, baik Zayyan dan Danisa tak merasa terganggu sama sekali.
Semalam mereka menonton di sofa dengan laptop di atas meja permukaan kaca di hadapan mereka, Danisa meminta izin pada Zayyan untuk meminjam laptop pria itu untuk dipakainya menonton drama korea karena merasa gelisah dan juga canggung Danisa merasa malu sebenarnya setelah membaca balasan email dari pembimbingnya itu.
Zayyan semestinya masih harus menyelesaikan pekerjaannya tapi dia tak sanggup untuk menolak meminjamkan laptopnya yang berharga itu ke Danisa, memang bukan selamanya hanya malam ini tapi Zayyan takut Danisa bisa saja melakukan ctr+A dan ctr+ D pada semua berkasnya, walau begitu pada akhirnya Zayyan memberikannya.
Mereka larut dalam drama tanpa mengucapkan satu kata, mereka tetap fokus hingga akhirnya Danisa tertidur di pundak Zayyan sembari memeluk kedua lututnya. Zayyan yang merasa tak nyaman berniat memindahkan Danisa tapi mereka malah berakhir berbaring di sofa itu bersama.
Zayyan berada di pinggir sofa sedangkan Danisa terhimpit olehnya dan sandaran sofa, Zayyan bisa saja menggendong Danisa dan memindahkannya di ranjang semalam tapi saat Zayyan ingin mengangkatnya Danisa mendengus sebal seperti ingin menangis padahal matanya masih terpejam maka dari itu Zayyan membiarkannya terus berbaring di sofa dengan Danisa yang mengalungkan tangannya di leher Zayyan.
Kenapa mereka bisa berakhir saling berpelukan? Itu karena Zayyan yang meletakkan kedua tangan Danisa mengalung pada lehernya untuk memudahkannya mengangkat dan memindahkan wanita itu ke ranjang tapi tak jadi, dan saat Zayyan ingin melepaskan tangan Danisa dari lehernya wanita itu malah menarik leher Zayyan lebih dekat untuk di dekapnya dengan nyaman dalam tidurnya.
Glek!
Zayyan sampai menelan salivanya susah, hampir saja Zayyan melakukan kesalahan fatal pasalnya bibirnya hampir saja mendarat mulus di bibir wanita yang tengah tertidur dengan nyaman tanpa beban. Bukan 100% kesalahannya jika itu terjadi karena bukan dirinya yang berniat mendekatkan wajahnya tapi Danisalah yang menariknya lebih dekat, Zayyan memejamkan matanya kuat untuk menghilangkan pikiran aneh yang tiba-tiba saja muncul dalam benaknya.
Zayyan tak mungkin bisa melepaskan pelukan Danisa begitu saja jadi solusi terbaik adalah berbaring bersama di atas sofa yang hanya selebar 235cm-300cm, mereka berbaring saling berhadapan dan berpelukan dengan nyaman Zayyan meletakkan dagunya di atas kepala Danisa dengan tangan berada di atas pinggang wanita itu.
“Ughh...” Danisa meleguh pelan sembari bergerak kecil mencari kenyamanan dalam tidurnya, Danisa mengeratkan pelukannya di tubuh Zayyan dengan pria itu juga sama, memeluk Danisa dengan lembut.
“Hoam....” Danisa menguap dengan kesadaran yang sebentar lagi akan kembali, Danisa menggerakkan kecil kepalanya membuat Zayyan merasa geli karena rambut Danisa yang mengenai hidungnya yang kini merasa ingin bersin.
“Ekhm,” Zayyan berdehem pelan membuat Danisa yang mendengar suara dari seseorang itu kemudian membuka matanya dengan cepat.
Mata Danisa membola seketika setelah melihat dada bidang seorang pria yang di balut baju kaos berwarna navy kini ada di depan matanya, dengan perlahan Danisa mengangkat kepalanya dan mendapati wajah terlelap Zayyan yang sangat damai. Danisa terbuai sesaat melihat betapa tampannya pria di hadapannya ini, tapi tak lama kesadarannya kembali.
Danisa beralih melihat kemana arah tangan pria itu yang ternyata ada di atas pinggangnya dan dengan gerakan cepat Danisa berteriak sambil menyingkirkan tangan Zayyan yang dengan tanpa berdosa berada di pinggangnya.
“Yak!!” Danisa menjerit tak tertahan kemudian mendorong Zayyan menjauh darinya dan sialnya..
Buk!
“Aduh!!” Zayyan mengeluh sakit dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, Zayyan memegang pinggangnya yang menghantam lantai dengan mulus.
Danisa tanpa perasaan mendorong Zayyan membuat pria itu terjatuh dari sofa, Zayyan memijat pelipisnya pelan karena pusing akibat terbangun dari tidurnya secara spontan.
“Astaga pak, maaf!” ucap Danisa ketika sadar bahwa tindakannya membuat seseorang celaka di bawah sana, Zayyan yang terduduk di lantai dengan kaki selonjoran tangan kanan di pinggang kemudian sedikit mendongak mendapati Danisa yang menatapnya khawatir.
“Sakit gak pak?” tanya Danisa ketika Zayyan menatapnya datar dengan mata tajam itu mengarah padanya dengan fokus.
“Kamu pikir bagaimana?” ketus Zayyan kemudian bangkit dengan tangan kanan masih berada di pinggangnya, Danisa kembali merasa bersalah juga kesal karena itu bukan salahnya dia tak berniat mencelakai Zayyan dia hanya ingin melindungi diri dari pria itu.
“Ya salah sendiri, ngapain peluk saya?” bela Danisa yang masih duduk bersila di atas sofa dengan mendongak menatap Zayyan yang berdiri di hadapannya.
“Terserah, saya jelaskanpun kamu tidak akan mengakuinya.”
Zayyan kemudian pergi ke kamar mandi meninggalkan Danisa yang berdengus kesal menatap kepergiannya, Danisa kemudian memilih berdiri dan keluar dari kamarnya ketika sadar dirinya sedang di rumah ibu mertuanya bukan di rumahnya.
“Aduh, cilaka duabelas aku.”
Danisa berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa lalu berlari ke dapur dengan cepat, dia harus membantu ibu mertuanya menyiapkan sarapan jika tidak dia pasti akan kena marah. Bukan dimarahi oleh Jihan tapi Akifah, ibunya yang akan marah jika dia tahu Danisa tak membantu apapun di rumah ini.
Kitss...
Danisa menghentikan laju kakinya ketika berada di ruang makan sekaligus dapur, Danisa kini berdiri di depan meja makan di mana Wistara tengah duduk dengan nyaman sembari menunggu dan Jihan yang baru saja meletakkan masakan di meja makan. Kedua mertuanya kini memandang Danisa dengan tatapan melongo, mungkin terheran karena tingkah menantunya yang ajaib ini.
“Maaf, Danisa kesiangan bangunnya.”
Danisa berucap tak enak hati sembari terus berdiri dan memandang kedua mertuanya bergantian, Danisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jihan dan Wistara yang tersadar lalu tertawa kecil menanggapi Danisa.
“Sini sayang gak apa-apa,” Jihan melambaikan tangan meminta Danisa bergabung dengan mereka.
“Ayo sarapan,” ajak Wistara yang tersenyum ramah pada Danisa. Sangat lucu melihat Danisa saat ini, muka bantal dan rambut yang syukurnya tidak begitu berantakan.
“Danisa cuci muka dulu,” pamit Danisa kemudian berjalan pelan melewati meja makan dan pergi ke dapur untuk mencuci muka di wastafel dapur, masalahnya dia keluar dari kamar tanpa mencuci muka karena Zayyan sudah masuk ke kamar mandi mendahuluinya.
Jihan menggeleng pelan dengan senyum lebar tercetak di bibirnya melihat Danisa melewati mereka, Danisa sang menantu ajaib.
“Zayyan belum bangun?” tanya Wistara ketika Danisa sudah duduk di kursinya.
“Tadi pas Danisa turun mas Zayyan udah masuk kamar mandi,” jelas Danisa, untung saja dia ingat untuk memanggil Zayyan dengan sebutan mas kalau tidak dirinya bisa double kill pagi ini.
“Kenapa gak sekalian mandi bareng aja?” tanya Jihan frontal membuat Danisa terbatuk.
Uhuk! Uhuk!
Danisa meraih gelas berisi air lalu meneguknya hingga setengah, tenggorokannya serasa sedang menelan krikil saat mendengar pertanyaan ibu mertunya itu.
Wistara hanya bisa tertawa kecil melihat bagaimana respon Danisa ketika istrinya itu bertanya pada menantu mereka, astaga otak Danisa sudah traveling kemana-mana saja hanya karena pertanyaan itu.
Rip otak polos Danisa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Fiction généraleBagaimana jadinya, jika seorang wanita berumur 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa semester akhir malah melaporkan dosen pembimbingnya ke kantor polisi hanya karena belum memberikan tandatangan pada lembar acc skripsinya? Danisa adalah seoran...