Danisa kini menatap Zayyan yang tengah duduk di hadapannya dengan tatapan mata tak bersahabat, mereka berdua tengah berada di ruang pribadi milik Zayyan yang ada di gedung fakultas hukum lantai 2.
"Bisa tolong bantu saya berberes hari ini?" minta Zayyan pada Danisa.
"Pak Yuda minta saya ke kampus buat bantuin kemas barang?"
"Iya."
"Sepagi ini?" ucap Danisa memperjelas.
"Kenapa?" Zayyan bingung, dirinya sedang bertanya pada hatinya apakah dirinya salah meminta bantuan pada calon istrinya itu?
"Bapak bilang kenapa!? Pak Yuda tau ini jam berapa sekarang?"
"Pukul 7 pagi."
"Ya Allah, pak Yuda hobi banget sih bikin orang ke kampus pagi-pagi buta!" omel Danisa dengan Zayyan yang kini berdiri dan merapikan buku di rak untuk dimasukkannya ke dalam box.
"Bantu saya Danisa, kalau kamu hanya mengomel ini tidak akan selesai dengan cepat," Danisa mendengus sebal dibuatnya. Danisa kemudian berdiri dan ikut meraih buku di rak belakang kursi Zayyan dan meletakkannya kedalam box.
"Kalau tau cuman jadi dosen sementara kenapa harus bawa buku sebanyak ini ke kampus sih? Bikin repot aja," Danisa kembali mengomel.
"Selain tukang cari masalah, kamu juga tukang ngomel yah?" ucap Zayyan datar membuat Danisa diam dan memilih membantu tanpa bicara lagi.
"Kamu tersinggung?" Zayyan ketika sadar bahwa ucapannya menyakiti hati Danisa.
"Pak Yuda yang tadi bilang nggak usah banyak ngomong, 'kan? Sekalinya diem dibilang tersinggung, maunya apa sih?"
Wanita itu benar-benar ingin melampiaskan kekesalannya yang sudah tertahan sejak semalam. Ditambah dengan kenyataan bahwa dirinya yang akan segera menikah dengan pria di sebelah ini membuat Danisa tak mampu untuk bersikap ramah pada sang dosen.
Semalam dirinya pingsan dan ayahnya harus menggendongnya ke kamar hingga tersadar di jam 5 subuh, Danisa bahkan terlambat melaksanakan sholat subuhnya. Dan setelah sholat dirinya berniat untuk kembali tidur tapi gagal karena pesan dari Zayyan yang memintanya datang ke kampus pukul 7 pagi hingga dirinya benar-benar berakhir di ruangan sang dosen tepat pukul 07:00.
"Kamu masih marah karena semalam?" tanya Zayyan yang kini memandang punggung Danisa yang tengah membelakanginya, Zayyan saat ini duduk di ujung meja kerjanya sembari menatap Danisa yang ada 1 meter di depannya.
"Saya bahkan lebih marah dari semalam kalau bapak mau tahu," jawab Danisa tanpa menoleh.
"Karena lamarannya diterima?" tebaknya. Danisa kemudian berbalik untuk menatap Zayyan dengan 2 buku dipegangnya ditangan kanan.
"Kalau iya memangnya kenapa? Pak Yuda tersinggung, Marah?"
"Kenapa kamu tidak menolak? Kamu bisa saja bicara pada orang..."
"Saya nggak tau apa yang udah orang tua bapak bicarakan pada orang tua saya, sehingga orang tua saya menerima lamaran bapak tanpa persetujuan dari saya. Terlebih, saya sama sekali nggak tertarik sama pak Yuda sedikitpun!" ucap Danisa menekankan kalimat terakhirnya.
"Walau bagaimanapun baik kamu ataupun saya, kita berdua tidak akan bisa membatalkan pernikahan yang sudah mereka rencanakan. Bukan begitu?" tutur Zayyan. Danisa berjalan selangkah untuk lebih dekat dengan Zayyan yang masih betah duduk di ujung meja dengan satu tangan di masukkan ke dalam kantung celana berbahan kain yang digunakannya pagi ini.
"Lalu? Apa rencana pak Yuda?"
***
"Danisa mau lihat-lihat dulu?" tanya Jihan yang sedang memperhatikan Danisa yang terlihat kebingungan. Mereka sedang berada disebuah butik mewah untuk memesan gaun untuk acara pernikahan Zayyan dan Danisa. Bukan hanya ada Danisa dan Jihan di sana tapi sang calon mempelai pria juga ikut bersama mereka, hanya saja sejak tadi Zayyan hanya menjadi patung bernyawa.
"Aku mau liat-liat dulu boleh?" tanya Danisa bingung karena sejatinya dirinya memang bingung saat ini, setelah mendengar rencana pak Yudanya itu Danisa terus saja kepikiran.
"Ngga apa-apa, jalannya sama Zayyan yah? Takutnya nanti malah kesasar," gurau Jihan yang ditanggapi cengiran oleh Danisa.
Zayyan yang mendengar ucapan mommy Jihan tadi kemudian berdiri di sebelah kanan Danisa untuk menemani wanita itu berkeliling, takutnya Danisa benar-benar hilang nantinya. Mengingat mereka sedang di Jakarta untuk memesan 2 gaun pernikahan yang akan di kenakannya pada akad nikah dan resepsi, sedangkan untuk pakaian acara adat akan diurus sendiri oleh keluarga masing-masing. Mereka berangkat ke Jakarta pukul 1 siang Waktu Indonesia Tengah dan tiba di Jakarta pukul 3 lewat Waktu Indonesia Barat.
"Saya maunya selesai kuliah dulu baru nikah, nggak taunya malah sebaliknya," gumam Danisa yang masih bisa didengar oleh Zayyan.
"Kamu bisa daftar untuk ujian skripsi hari ini, kalau kamu mau." Jelas Zayyan membuat Danisa menatapnya tak percaya.
"Benar?" tanyanya memperjelas dengan Zayyan yang mengangguk.
"Saya sudah periksa dan bu Ayu bilang itu sudah disetujui. Saya hanya tinggal tandatangan saja," jelasnya kembali lalu kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Danisa yang mematung di tempat.
Danisa kembali memutar kejadian di ruangan Zayyan tadi dalam otaknya, saat dirinya bertanya apa rencana pria itu tentang pernikahan mereka.
"Kita lakukan pernikahan kontrak," ucap Zayyan saat itu.
"Pernikahan kontrak?"
"Benar, tak ada solusi lain untuk saat ini jadi jika pada saat pernikahan itu benar terjadi kita hanya perlu menjalankan pernikahan sesuai kontrak yang berlaku, dan aturan diluar kontrak tidak diperkenangkan." Danisa mengangguk setujuh, dirinya benar buntu saat ini. Tak ada ide yang terlintas dibenaknya lagi.
"Berapa lama kontrak itu akan berlaku?" Zayyan nampak berpikir tapi kemudian dia berdiri tegap di hadapan Danisa.
"Tidak lebih dari enam bulan, bagaimana?"
"Apa yang saya dapat setelah itu?" tanya Danisa. Zayyan mengakat satu alisnya sambil menatap Danisa bingung, apakah saat ini wanita di depannya ini tengah bernegosiasi masalah keuntungan dan kerugian padanya?
"Apa pun yang kamu mau," jawab Zayyan tanpa berpikir lama. Danisa kembali mengangguk paham, sepertinya wanita itu tengah merencanakan sesuatu dan itu tampak nyata setelah dirinya tersenyum licik. Sebentar lagi sepertinya Zayyan akan menyesal terhadap apa yang diucapkannya barusan.
"Termasuk semua harta yang bapak miliki?" ucap Danisa kemudian, Zayyan hanya bisa tertegum di buatnya. Dia tak menyangka wanita cerewet di hadapannya ini ternyata sama saja dengan wanita-wanita yang pernah ditemuinya di luar sana, wanita yang hanya memandang seseorang dari materi.
"Kenapa pak Yuda? Apa bapak yakin sanggup?" ucap Danisa menantang dengan Zayyan yang sekarang tersenyum tipis, sangat tipis. Sampai Danisa bahkan tak menyadarinya.
"Kalau itu yang kamu mau, kenapa tidak?" balas Zayyan dengan angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Fiksi UmumBagaimana jadinya, jika seorang wanita berumur 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa semester akhir malah melaporkan dosen pembimbingnya ke kantor polisi hanya karena belum memberikan tandatangan pada lembar acc skripsinya? Danisa adalah seoran...