40. Senyum Psikopat

4.2K 254 4
                                    


Di ruang tamu kini Zayyan dan Danisa berhadapan dengan Jihan dan Wistara, mereka saling berhadapan dengan Danisa yang hanya mampu menundukkan kepalanya dalam.

Belum ada yang memulai pembicaraan, bahkan Zayyan sekalipun tak mampu mengeluarkan satu kata saja sampai akhirnya helaan nafas gusar terdengar dari Wistara.

"Coba jelaskan pada daddy, kontrak apa yang kalian maksud? Rumah kah? Apartemen? Tanah? Kontrak jual beli atau kontrak pernikahan?" Wistara bertanya menodong mereka dengan berbagai pertanyaan yang kemungkinan berkaitan dengan kontrak yang Zayyan dan Danisa maksud.

Danisa hanya mampu tertunduk dengan menggigit bibir bawahnya merasa gugup, ini salahnya semua salah Danisa. Karena dia mereka berdua harus disidang oleh Jihan dan Wistara di ruang tamu, jika saja Danisa tak membahas kontrak ini, jika saja dia berbicara dengan pelan tanpa memaksa Zayyan mereka tak akan berakhir seperti ini.

Sekarang apa yang barus mereka katakan?

Bagaimana cara menjelaskan situasi pernikahan yang menimpa mereka?

Jika mereka jujur mengatakan bahwa mereka membuat kontrak pernikahan itu sama saja mereka bunuh diri, mereka bisa saja di marahi atau bahkan di usir dari rumah ini. Danisa mungkin tak masalah tapi bagaimana dengan Zayyan? Danisa pasti akan merasa bersalah jika kemudian Zayyan harus menjalani sisa hidupnya dengan menderita karena di depak dari keluarganya ketika kelak mereka berpisah.

Danisa menggeleng palan ketika dirinya membayangkan hidup Zayyan yang kini menderita karenanya, Zayyan yang sadar menoleh ke arah Danisa lalu meraih tangan dingin itu untuk digenggamnya.

Danisa menoleh mendapati Zayyan dengan tenang memandangnya sambil tersenyum, Zayyan menepuk pelan punggung tangan Danisa untuk menenangkan wanita itu.

"Biar saya saja yang bicara," ucap Zayyan tapi Danisa menggeleng pelan pertanda dia tidak setuju, Zayyan pasti akan mengatakan semuanya tanpa memikirkan resiko yang akan ditanggungnya.

Danisa ingat bahwa ayahnya pernah menceritakan tentang Wistara Umer Xander, ayah mertuanya.

Pria itu sangat disiplin, dia tak suka jika ada seseorang yang berbohong padanya bahkan walau hanya sekali. Ayah mertuanya bahkan pernah melaporkan seseorang ke kantor polisi karena di beri informasi palsu, jika Zayyan mengatakan semuanya pada ayahnya apa yang akan mereka dapatkan? Apa mereka juga akan di laporkan ke kantor polisi?

"Tidak apa-apa," Zayyan kembali berucap meyakinkan Danisa kalau semua akan baik-baik saja.

Jihan dan Wistara saling memandang satu sama lain, layaknya drama romantis mereka menikamati pertunjukan di hadapan mereka.

Jihan sejak tadi tersenyum menyaksikan Zayyan yang dengan lembut meyakinkan Danisa, Jihan bertanya-tanya dalam benaknya kemana perginya wajah datar Zayyan? Bagaiman bisa wajah datar itu kini berubah menjadi ramah, belum lagi kedua mata itu yang kini menatap Danisa penuh cinta, Zayyan mereka kini berubah menjadi pria yang lebih baik.

"Bukan harusnya adegannya menjadi tegang? Kenapa malah jadi romantis?" tegur Wistara ketika mulai merasa bosan menunggu penjelasan dari Zayyan, Jihan yang mendengar ucapan itu dengan refleks kenyiku perut Wistara pelan agar pria itu tak mengganggu tontonannya.

Buk!

"Akh!" Wistara mengeluh ketika siku Jihan menghantam perutnya yang mulai buncit karena tak pernah lagi berolahraga.

"Daddy kenapa?" Zayyan mengalihkan pandangannya ke Wistara ketika mendengar sang ayah mengeluh sakit.

"Gak apa-apa, daddy cuman akting." Jihan menjawab cepat agar suaminya itu tak mengulur waktu lama, Jihan sangat penasaran akan kontrak yang Zayyan dan Danisa bahas di kamar hingga hampir bertengkar karnanya.

Wedding AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang