Sudah pukul 01:00 tengah malam tapi mata Danisa belum juga memberi tanda bahwa akan terpejam, entah kenapa Danisa sangat gugup saat ini.
Dirinya sedang berbaring dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya hingga leher, sesekali Danisa mencuri pandang pada Zayyan yang berada di sisi kanan ranjang yang tengah bersandar di kepala ranjang dengan bantal yang menjadi penyanggah punggunya.
“astagfirullah, apa kareba ini jantungku mau mih kurasa copot.”
Batin Danisa berucap sembari menggigit ibu jari sebelah kanannya, kenapa sekarang berbaring di ranjang yang sama dengan mantan pembimbingnya itu terasa sangat meneganggkan?
Apakah karena ini pertama kalinya dia dalam posisi sadar? Karena sebelum-sebelumnya Zayyan akan naik ke atas ranjang ketika Danisa sudah terlelap tapi saat ini wanita itu belum tertidur.
Danisa membalik tubuhnya membelakangi Zayyan yang masih memangku laptopnya di paha dengan kaki yang di luruskan, pergerakan Danisa membuat Zayyan yang fokus sejak tadi kini beralih menatap punggung Danisa. Tapi tak lama Zayyan kembali fokus memeriksa email kantor yang sudah menumpuk sejak seminggu lalu bahkan Cavero, sekretaris pribadinya tak berhenti menelpon memintanya mengecek emailnya.
“huh...” helaan nafas panjang terdengar, bukan dari Zayyan melainkan Danisa. Kini wanita itu memiringkan tubuhnya menghadap Zayyan, dia terlihat gelisah membuat Zayyan susah fokus.
“Apa tidak nyaman?” tanya Zayyan ketika melihat mata Danisa masih terbuka lebar.
“Hmm?” Danisa menanggapi dengan sedikit mendongak menatap wajah Zayyan yang terlihat lelah, Danisa sedikit tertegum dibuatnya. Rasa bersalah terbesit di hatinya ketika mengingat bagaimana dirinya tadi membentak Zayyan dan mengatakan pria itu hanya bersantai dan hanya beralasan sibuk padahal nyatanya kini pria itu masih terjaga.
“Kalau kamu merasa tidak nyaman, saya akan pindah untuk tidur di sofa saja.”
“Gak usah, gak apa-apa!” Danisa dengan cepat bangkit dan terduduk di atas ranjang mencegah Zayyan yang sudah bersiap pindah untuk tidur di sofa dan besok dirinya akan mengeluh sakit pada seluruh tubuhnya karena tidur tidak nyaman semalaman.
“Tapi kamu kesulitan tidurkan?” tanya Zayyan yang sudah berdiri dengan laptop di tangan kanan dan bantal di tangan kiri.
“Iya sih,” jawab Danisa jujur lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Tidak masalah, kamu tidur di ranjang saja.”
Zayyan berpindah pada sofa panjang yang entah sejak kapan benda itu berada di sana karena saat tiba tadi Danisa tak melihat ada sofa di sana yang ada hanya kursi tunggal dan meja, atau memang dia tak memperhatikannya dengan baik? Mungkin saja.
“Besok badan pegal mengeluh...” ujar Danisa menyindir Zayyan yang baru saja ingin duduk di sofa jadi berhenti dan kembali menatap Danisa dengan satu alis terangkat.
“Yah tanggung jawab, besok kamu pijitin saya.” Jawab Zayyan kemudian duduk di sofa, baru saja berniat ingin berbaring sebentar tapi keinginannya gagal karena tanpa disangka Danisa merebut bantal itu dan melemparnya kembali ke ranjang.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Zayyan heran, wanita itu tak ada angin tak ada hujan selalu bertindak tak sesuai dugaan.
“Saya gak bisa pijitin orang, kalau ngomel saya bisa.”
Zayyan kembali terheran ketika Danisa mengambil tempat di sebelahnya sangat dekat bahkan bahu kanan Zayyan menempel pada bahu kiri Danisa dengan tatapan mata kini tertujuh pada laptop Zayyan yang masih menyala menampilkan tulisan dalam file, Zayyan terus memperhatikan wajah Danisa yang amat dekat dengan wajahnya.
“Untung yah saya kuliah hukum, kalau ambil jurusan lain pasti gawat, otak saya mana mampu soal perhitungan.” Gumam Danisa, Zayyan masih terdiam tatapan matanya tertuju pada mata wanita itu lalu turun ke hidung dan kemudian beralih ke bibir pink Danisa.
“Ada film yang bisa ditonton gak? Biar saya gak bosan,” Danisa bertanya dengan menoleh mendapati leher Zayyan dengan jakun yang menonjol tepat di depan matanya dan bibir pria itu yang sedikit lagi menyentuh dahinya.
Sedikit saja bergerak bibir itu akan mendarat mulus di dahinya.
Cup!
Danisa yang berniat ingin bergeser kebelakang malah membuat kesalah dan mendapat kecupan singkat di dahi dari Zayyan, hanya beberapa detik tapi efeknya tidak main-main membuat mereka berdua mendadak kaku dan diam layaknya patung.
“Ya Allah, tadi itu apa?”
Danisa berucap dalam hati, entah untung atau buntung Danisa tak tahu harus berbuat apa atau merespon dengan sikap senang atau marah?
“Hm?” Zayyan berdehem ketika tersadar dengan gugup beralih menatap layar laptopnya, dengan tangan yang sedikit gemetar Zayyan mengarahkan kursor itu ke aplikasi email.
“Saya ingin tunjukkan pesan email yang kamu kirim tempo hari, saya sudah membalasnya juga.”
Danisa mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sadar dan mendengar ucapan Zayyan, Danisa mengalihkan tatapannya terfokus pada layar laptop yang menyala berharap dirinya bisa melupakan kecelakaan kecil barusan.
“Saya sudah balas email kamu, lihat?” ucap Zayyan memperlihatkan balasan email yang dia kirim pada Danisa tempo hari.
Dari: danisazea_EM@gmail.com
Kepada: YZxander@gmail.comSubjek: akibat pesan tidak dibalas dan nomor telpon tidak aktif
Tulis email:
Selamat malam pak Yuda, saya Danisa Zea Ettan Malik mahasiswi bimbingannya pak Yuda. Maaf jika bapak merasa terganggu dengan pesan email dari saya tapi saya gak tau lagi harus menghubungi bapak lewat mana karna nomor ponsel yang bapak berikan selalu tidak aktif, saya mengirim pesan email untuk menanyakan kapan kira-kira pak Yuda ada waktu atau kapan bapak ke kampus? Saya perlu tandatangan pak Yuda untuk lembar ACC skripsi saya. Terimakasih!*Balas
Dari: YZxander@gmail.com
Kepada: danisazea_EM@gmail.comRe: akibat pesan tidak dibalas dan nomor telpon tidak aktif.
Saya sedang berada di Jakarta, anda bisa datang untuk menemui saya di kampus pada tanggal 1 Agustus. Perihal skripsi, anda bisa menitipkannya pada pak Gibran, saya harap anda bisa belajar lagi bagaimana cara mengirim pesan yang baik dan benar.
Glek!
Danisa menelan salivanya susah ketika membaca balasan pesan Zayyan yang belum sempat di lihatnya karena laptopnya hari itu rusah dan tak bisa lagi diperbaiki.
“Wah, untung hari itu aku gak sempat baca balasannya kalau itu terjadi aku bisa langsung kena mental.” Batin Danisa berucap syukur padahal jika dia sempat membaca pesan itu masa depannya tidak akan berakhir dengan dinikahi oleh pembimbingnya ini, Danisa sedikit mundur lalu menatap Zayyan sambil menyengir.
“Maaf yah pak Yuda,” ucap Danisa ketika sadar bahwa seharusnya dia benar tak melaporkan Zayyan ke kantor polisi karena pria itu sudah menentukan hari untuk mereka saling bertemu dan melakukan bimbingan.
“Kamu harus latihan sabar mulai sekarang.”
Zayyan kini menambahkan pesannya untuk Danisa, wanita itu memang harus belajar sabar apa lagi tentang menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Ficción GeneralBagaimana jadinya, jika seorang wanita berumur 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa semester akhir malah melaporkan dosen pembimbingnya ke kantor polisi hanya karena belum memberikan tandatangan pada lembar acc skripsinya? Danisa adalah seoran...