Kami izinkan

6 1 0
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENTNYA YA🥰🥰

ENJOY READING...

------


Sesampainya dirumah gue langsung membawa ibu masuk ke dalam kamar. Awalnya ibu menolak dan ingin bicara dulu sama bapak. Tapi gue gak izinin, karena gue gak yakin ibu kuat nantinya.

Gue menemani ibu sampai tenang, bahkan beliau sudah tertidur saat ini. Sementara Bu Salsa pamit pulang tadi setelah mengantar ibu masuk ke dalam kamar.

Gue memutuskan untuk menunggu Sandi pulang terlebih dulu untuk bicara sama bapak mengenai keputusannya. Hingga hari mulai petang Sandi tak kunjung pulang, dia tadi sempet ngabarin gue katanya mau cari bahan untuk praktek. Gue iyain aja dan gak bilang apa-apa soal ini. Biarin dia fokus dulu, hal kayak gini gak enak kalau dibicarakan lewat telepon.

Hingga setelah magrib gue mendengar suara motor Sandi memasuki garasi samping rumah. Gue yang masih mengenakan mukena pun langsung bergegas keluar dan membuka pintu untuknya.

"Assalammualaikum. Mbak" Sandi mencium punggung tangan gue yang masih tertutup mukena

"Waalaikumussalam"

"Lo habis nangis ya mbak? Mata lo sembab gitu" Sandi menyentuh kelopak mata gue yang memang sembab

"Gue masih ada wudhu ini San."

"Emangnya gue najis apa? Tadi habis cuci tangan cuci kaki gue"

"Udah lah. Mandi sono. Magriban terus makan"

"Ibu mana?"

"Lagi tidur dikamar"

"Tumben banget. Ibu sakit ya? Gue samperin deh"

"Jangan Sandi. Biarin ibu istirahat dulu. Lo mandi aja udah"

"Ya udah iya"

Sandi berlalu menuju kamarnya. Sementara gue celingukan mencari bapak. Jujur, gue masih amat kecewa. Tapi gimanapun juga kita harus bicara kan.

Cukup lama gue menunggu hingga bapak muncul dari balik pintu depan.
Bapak duduk tepat di samping gue. Gue yang masih syok atas kejadian siang tadi pun berusaha untuk tenang, karena saat ini adalah waktunya untuk bicara bukan diam.

"Aku panggil Sandi sama ibu dulu "
Bapak hanya tersenyum dan mengangguk.

Pertama gue kekamar ibu terlebih dahulu.

Pemandangan pertama yang gue lihat adalah ibu yang masih berbaring meringkuk membelakangi pintu. Hati gue sakit banget melihat ibu seperti itu. Tapi ini harus selesai kan.

"Buk.." gue mendekati ranjang ibu.

Ibu menoleh tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kita bicara yuk. Kita omongin sama bapak baik-baik"

Ibu hanya menatap gue sekilas dan mengangguk.

"Ayo Diandra bantu buk.."

"Ga usah nak. Ibu bisa"

Gue gak bisa berkata-kata lagi. Dan hanya memperhatikan ibu dari belakang.

Air mata gue menetes untuk kesekian kalinya. Gue gak bisa lihat ibu sehancur itu. Membayangkan ibu menyembunyikan hal sebesar itu selama lima tahun saja rasanya gue gak sanggup. Apa lagi ini, mungkin ini adalah ketakutan terbesar ibu. Bagaimanapun juga mereka adalah pasangan suami istri sejak dulu. Pasti ibu sayang banget sama bapak.

Semoga ibu kuat kedepannya.

Begitu gue memastikan ibu sampai ruang tamu. Gue langsung memanggil Sandi ikut bergabung bersama kami. Masalah seperti ini gak boleh cuma diseleseikan antara kami bertiga. Sandi harus tahu soal bapak, meskipun sakit tapi inilah kenyataannya.

BENANG KUSUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang