Kue dan Julid

17 7 9
                                        

Enjoy Reading ya :*

Jangan lupa Vote dan komentarnya..

*****

"Di kamu hari ini sibuk gak?" tanya Ibu yang tengah mengupas bawang

"Diandra kebetulan libur buk hari ini kenapa?" tanya gue sambil berjalan ke dapur

"Enggak, kalo kamu gak sibuk ibu mau minta bantu bikin kue," jawab ibu yang sekarang sudah berganti mencuci sayuran

"Kue? Memang mau ada hajatan atau acara apa buk? Kok gak bilang Diandra?" tanya gue heran

Hari ini memang akhir bulan, jadi hari ini sampai 4 hari kedepan gue libur sesuai jatah libur yang dikasih Mas Reza waktu itu.

"Bukan kita yang ngadain hajatan tapi Bu Niken istrinya Pak Abdul itu lo di anaknya nanti malam lamaran. Jadi Bu Niken minta bantu dibuatkan kue untuk dihidangkan," jelas ibu sambil memasukkan sayur mayur serta bumbu lainnya ke penggorengan.

"Loh, anaknya Bu Niken bukannya masih kuliah ya buk? Mbak Sandra kan ya?"

"Ya kenapa memangnya kalau masih kuliah di? Kan gak papa kalau mau nikah. Wong sudah datang jodohnya, ya menikah!"
ibu benar juga sih, sudah datang jodohnya ya saatnya menikah kan ya.

"Ya kan Diandra pikir masih kuliah apa gak ganggu gitu buk, jadi kebelah-belah kan fokusnya."

"Ck, ya gak ada salahnya to di. Pasti Mbak Sandra juga sudah mempertimbangkan itu semua. Jadi kamu bisa gak bantu ibu? Banyak soalnya kue yang dibuat?"

"Iya bisa buk. Bahannya udah ada semua?"

"Sudah, kemarin Bu Niken waktu minta tolong sekalian anterin bahan kue ke sini. Oh ya kamu bangunin Sandi dulu kalau gitu, suruh mandi terus sarapan. Ini udah jadi semuanya!" perintah ibu sambil menata nasi serta lauk pauk dimeja makan.

Sesuai perintah ibu, gue pun menuju kamar Sandi yang ada didepan pas sebelah ruang tamu.

"San.. san bangun san.. " dasarnya kebo banget kalo udah tidur.

"Sandi woy.. Sandi bangun," ini udah naik satu oktav loh suara gue

"SANDIIII .. lo susah banget dibangunin ya.. " ucap gue yang sekarang sudah teriak teriak seperti macan kelaparan.

Sandi ini benar-benar ya, kalau sudah tidur mau matahari pindah diatas kepalanya pun gak akan ke ganggu kayaknya

"Ishhh.. apaan sih mbak.. tereak-tereak! Kuping orang nih."

"Yang bilang kuping kudanil sape? Buruan bangun! mandi, emangnya lo gak sekolah?"

"Gak mbak. Hari ini gue libur soalnya guru-guru pada rapat," kata Sandi yang kini duduk bersandar di kepala ranjang

"Gak bohong kan?" selidik gue

"Gak mbak. Gak percayaan amat sama adek sendiri. "

"Awas lo kalo bohong. Buruan mandi sono! Bau jigong lo."

"Ya namanya baru bangun mau bau apa lo mbak? Bau duit? Yakali mulut gue ngeluarin duit."

"Udah buruan mandi sana San!" perintah gue sambil sedikit tertawa karena perkataan Sandi

Gue menatap punggung tegap Sandi saat berjalan ke arah kamar mandi. Punggung tegap dan cara berjalannya sama persis seperti bapak. Hati gue mencelos ketika gue sadar gue lebih beruntung daripada Sandi, waktu gue lebih lama sama bapak dari pada waktu yang dimiliki Sandi sama bapak. Tapi meskipun begitu, gue yakin kasih sayang bapak buat gue atau pun Sandi itu sama besarnya.

BENANG KUSUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang