Warning 18++++!!!!!
Jangan lupa vote dan COMMENT ya
Happy reading..
------
Dunia ini emang panggung sandiwara kan, malah menurut gue bukan hanya panggung sandiwara tapi juga panggung komedi, drama, musik,melodi, ya kan tetap itu namanya sandiwara. Bukan, macam ragamnya atau lebih tepat disebut panggung hiburan saja.
Ya, seperti halnya pada malam hari ini. Gue yang bilang sama Mas Reza untuk nggak usah nyuruh-nyuruh gue buat nyanyi tapi tetap saja dia menarik gue buat nyanyi. Alhasil apa? Gue bisa nyanyi tapi kalau disandingin sama Syifa Mundur ya jauh, malah masih bagusan fansnya tadi.
Gue ngerasa energi gue terkuras habis, melihat para hadirin tertawa malah membuat gue semakin gemetar dan... Marah. Nggak tahu, ini tergolong jenis orang yang katanya anak jaman sekarang kepribadian ektrovert atau introvert. Tapi yang jelas gue kepingin pulang sekarang juga, bahkan kalau bisa gue resign sekarang juga. Mas Reza kali ini keterlaluan, rasanya gue seperti ditelanjangi dimuka umum tahu nggak. Kesannya memang berlebihan wong cuma disuruh nyanyi aja kok sampai segitunya. TERSERAH! kalau menurut kalian ini mudah kalian saja yang lakukan jangan suruh gue.
"Suara Lo bagus juga loh mbak"
"Iya mbak, kok nggak pernah nyanyi sih kalau lagi kerja padahal kita terhibur banget loh kalau misalnya Lo nyanyi"
"Diem! Lo pikir gue senang? Enggak. Gue malu tahu nggak. Bilangin sama bos kalian itu jangan seenaknya nyuruh orang, gue juga punya hati. Meskipun gue cuma kacung tapi gue punya malu"
"Mbak?"
"Iya gue marah, terutama sama Lo Ajeng. Tadi Mas Reza nyuruhnya kan Lo. Terus Lo malah mengalihkan ke gue. Seharusnya kalau Lo nggak mau itu diem nggak usah nunjuk orang lain"
Setelahnya gue langsung pergi. Nggak tahu entah mau langsung pulang atau kemana dulu. Yang pasti gue malu, mallluuu banget.
"Sini gue yang bonceng, orang emosi nggak boleh bawa motor"
Gue mendongak untuk melihat wajah orang yang menghalangi gue untuk menyetir motor.
Reflek gue langsung memeluk orang itu. Gue benar-benar reflek karena rasanya sesak dan capek.
"Nangis aja! Gue tungguin kok"
Tangis gue semakin menjadi. Mungkin, mulai hari ini dia adalah orang yang paling mengerti gue setelah ibu dan Sandi.
"G-gue cap-pekk. Kenapa semua orang pada maksain kehendaknya ke gue, kenapa nggak ada yang ngerti gue?"
"Padahal g-gue udah jadi orang yang penurut, berusaha b-baik tapi ke-napa mereka seenaknya. Hiks.. hiks"
"Iya Lo luapin aja semuanya sampai lega, gue dengerin"
Dia terus memeluk gue erat dan sesekali mengusap kepala serta mengecup kecil kening gue. Ya beberapa kali.
Setelah itu gue hanya diam dan terus menangis tak berniat melepaskan pelukannya. Karena ini nyaman, aku belum pernah merasakan kenyamanan seperti ini sekalipun bersama Agung.
Satu menit. Dua menit, bahkan mungkin sekarang sudah hampir setengah jam tapi gue masih memeluknya padahal gue udah nggak nangis.
Dia menangkup wajah gue, memandang dalam mata gue. Menghapus jejak air mata dan sesekali mengelap ingus gue. Dia apa nggak jijik, nggak tahu tanya dia aja sendiri.
"Sudah?"
Gue hanya mengangguk.
"Kita pulang ya?"
Gue menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG KUSUT
ChickLitDiandra Saputri seorang pegawai cafe biasa yang harus bertahan hidup membiayai ekonomi serta pendidikan adiknya selama kepergian sang bapak. Belum lagi gunjingan serta cemoohan yang harus diterimanya. Membuat diandra harus semakin tahan banting dib...