Dua Puluh Enam

181 20 0
                                    

Happy Reading 🥰

________________

Jakarta, musim penghujan.

Jeno menatap halaman kampus dengan sayu. Ia mengendus kesal melihat jalanan yang basah dan sebagian lagi tergenang air.

"Langsung pulang?" Mark menatap Jeno sambil memakai tas ranselnya.

Jeno mengangguk. "Kenapa sih?" Mark masih menatap wajah sepupunya yang sendu.

"Bete."

"Kenapa?"

"Hujan..." Mark menarik nafas panjang.

"Jasmin?" Jeno mengangguk.

"Masih belum menghubungi?" Jeno menggeleng.

Mark tersenyum lembut, sungguhan, jika bukan karena Jeno ini sepupunya ia akan sangat malas berteman dengan orang macam begini. Menggeleng, mengangguk, mirip mainan di mobil yang bergoyang ketika kena guncangan.

Masalahnya, karena sikapnya yang dingin, pemuda itu jadi tidak punya teman. Sebenarnya Jeno tak masalah biarpun Mark tidak bersamanya, namun sepupunya yang berdarah canada itu merasa bertanggung jawab pada dirinya.

"Tugas hari ini cukup banyak, kita selesaikan sekalian saja sambil menunggu hujan reda, baru pulang."

"Boleh..." keduanya memang lebih sering berangkat bersama, selain mengirit uang bensin, toh lebih praktis karena rumah mereka berada satu komplek.

"Hyujin dan Dery sudah menunggu di perpustakaan..." mereka melangkah masuk kembali ke gedung fakultas, mengambil jalan dalam agar tidak terkena air hujan.

"Modelan mereka mau ke perpustakaan?" Komentar pedas Jeno membuat Mark tertawa. "Pasti Hyung ancam kan?"

"Gotcha! Aku bilang kalau mau mencontek, mereka harus ikut kita mengerjakannya hari ini..." jelas Mark dengan senyuman puas tersungging di wajahnya. Membuat tulang pipinya terlihat jelas dan membuat pemuda itu tampak lebih tampan.

Jeno ikut tertawa kecil mendengar ide usil sepupunya.

**

Suasana makan malam keluarga Jeong hangat seperti biasa. Si kembar sedang membicarakan kegiatan mereka di sekolah. Suri membicarakan tugas yang diberikan oleh semua guru di sekolah tanpa terkecuali. Sungchan menceritakan teman-teman perempuan yang mengejar-ngejarnya. Mommy Alana dan Daddy Julian bertugas mendengarkan dengan seksama dan sesekali menanggapi. Sedangkan Jeno hanya memperhatikan dalam diam dan tersenyum saat ada candaan yang dilontarkan.

"Jeno kenapa?" Daddy akhirnya menyadari sikap sulungnya yang lebih diam dari biasanya.

Jeno menoleh, seperti biasanya sang ayah selalu peka padanya. Ia menarik nafas panjang. Membulatkan niatannya untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.

"Jeno pengen ambil double degree, Dad," ujar Jeno.

"Kalau kamu mampu, silahkan, Dad mendukungmu..." jawab Julian santai.

"Kamu yakin, Bang? Bukankah kamu sudah sangat sibuk?" Alana sedikit panik mengingat aktifitas Jeno yang cukup padat.

"Yakin, Mom. Karena ini semester awal, kegiatan untuk mahasiswa baru memang cukup banyak. Namun, setelah ini, tidak banyak kegiatan selain kuliah dan aku bisa mengatur jadwal sendiri... jadi, aku rasa bisa."

"Abang hebat..." puji Suri dengan wajah berbinar. Kedua adiknya memang mengidolakan sang Kakak. Bagaimana tidak, jika Abangnya seperti Jeno? Pintar, murid akselerasi, pernah sekolah di luar negeri, menguasai empat bahasa dan juga tampan.

Campur Tangan Semesta | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang