o0o
Ellara mendengus kesal ketika Esa menangis histeris di sepanjang koridor rumah sakit, tidak ayal mereka berdua menjadi pusat perhatian orang-orang. Ellara sendiri tidak tahu bagaimana cara menenangkannya, jadi Ellara hanya menuntun Esa dan memegang tangannya erat tanpa mengucap barang sepatah katapun.
Selain peduli terhadap perasaan Ellara asli, Ellara rupanya juga khawatir kepada keadaan Esa. Demi Tuhan, Ellara sudah mengupayakan diri untuk tidak peduli tapi rupa-rupanya dia masih punya nurani.
Sudah Ellara duga di rumah Esa hanya sendirian disana, saat Ellara sampai dirumah Lazeon, Esa langsung menyambutnya dengan suka cita. Rumah Lazeon bukanlah rumah bak istana seperti rumahnya, meskipun kaya raya rumah Lazeon tidak lebih dari rumah sederhana tanpa ada penghuni di dalamnya.
Itulah yang membuat hati Ellara bergerak, dia seperti melihat dirinya sendiri. Bedanya jika Ellara tidak memiliki kedua orangtua, maka Lazeon masih memiliki seorang ayah, meskipun Ardi sangat jarang berada dirumah.
"Kak, Kak Zeon gak kenapa-napakan?" isak tangis Esa memecah lamunan Ellara, anak itu menarik lengan Ellara dan menatapnya dengan sorot sedih dan putus asa. "Kak Zeon gak bakalan ninggalin aku kan kak? Kalo kak Zeon pergi aku sama siapa?Kenapa semua orang ninggalin aku, Mama ninggalin aku, Papa bahkan gak pernah pulang ke rumah, lalu sekarang apa Kak Zeon bakalan ninggalin aku juga?"
Ellara merasakan hatinya berdenyut nyeri, dia mengusap rambut Esa lembut lalu menarik Esa mendekat dan memeluk anak itu dengan lembut. "Zeon gak kenapa-napa. Dan gak bakalan ada yang ninggalin kamu, Sa. Kamu gak perlu takut sama apapun."
"Kakak juga gak bakalan ninggalin aku kan kak?"
Ellara terdiam sejenak, dia kembali menatap Esa yang menatapnya dengan penuh harap. Anak ini terlalu rindu dengan sebuah kasih sayang, Esa sepertinya juga lupa dengan siapa dia berhadapan. Ellara adalah penjahat, tapi karena sebuah perhatian kecil yang Ellara berikan Esa jadi lupa dan menutup mata.
"Aku seneng karena kakak peduli sama aku. Makasih ya kak." Lirih Esa lalu tersenyum pada Ellara.
Ellara tidak membalas perkataan Esa, dia kembali berjalan dan menuntun Esa, rasanya terlalu membingungkan karena Ellara mengetahui semuanya luar dalam, namun dia hanyalah orang asing. Di dalam dunia ini, semua orang memiliki kesedihannya sendiri, penderitaan sendiri. Dan Ellara tahu tentang penderitaan itu semua. Penderitaan semua orang, Ellara mengetahuinya.
Antara menghindari takdir, membalas dendam, juga hati nurani? Mana yang harus Ellara pilih. Ketiga pilihan yang sama-sama berkonsekuensi bagi Ellara.
"Kak Zeon itu kaya Landak meskipun aku lebih suka suka nyebutnya anak guguk."
Ellara terkaget-kaget, menatap syok Esa yang terkekeh dengan air mata yang masih berurai. "Nangis dulu aja jangan banyak omong," ketus Ellara.
"Jutek banget sih kak, pantes aja kalian berjodoh. Sama-sama ngeselin!"
Hah siapa yang berjodoh? Dirinya dan Lazeon? Cih mana mau.
Ellara menatap kesal Esa yang tingginya hanya sebatas bahunya saja itu. Jika ada rawa-rawa asanya Ellara ingin menenggamkannya saja.
Esa mendelik kesal. "Makanya dengerin dulu aku ngomong hiks.. Kak Zeon itu kaya Landak yang nyerang setiap orang pake duri tajamnya, bedanya kalo Kak Zeon justru pake mulutnya. Padahalnya aslinya gemoi parah, cengeng, penakut."
Fitnah apa itu? Gemoi parah? Ellara benar-benar mual, dari sisi manapun tidak ada tampang manisnya, Lazeon itu bahkan lebih mengerikan dari pada apapun. Dia, malaikat pencabut nyawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess
Teen FictionKyla mati, lalu hidup kembali. Bukan sulap apalagi sihir Kyla tiba-tiba saja masuk kedalam tubuh Ellara. Salah satu tokoh fiksi dalam novel. Tokoh antagonis, yang ditakdirkan untuk mati di akhir cerita. "Jika pada akhirnya ditakdirkan untuk mati, k...