08 - Rusaknya Pengendalian Diri (1)

27.8K 2.9K 36
                                    

o0o

Sejak pulang sekolah Ellara hanya bisa diam termenung, Ellara pikir dia tidak sanggup melakukan apapun lagi.

Ironis sekali ternyata hidup di dunia baru ini, tak kalah melelahkan dari pada hidupnya dulu. Sama-sama selalu kena sial.

Menopang dagunya dengan sebelah tangan, lalu memandang dirinya hampa di hadapan cermin. Itu perkerjaan yang Ellara lakukan sejak pulang sekolah.

"Hei, Ellara asli?!" Ellara mendekatkan dirinya dan mengetuk-ngetuk cermin. "Lo masih ada di dalam tubuh ini kan?"

Pertanyaan itu telah Ellara lontarkan lebih dari sepuluh kali. Tapi tetap saja jawabannya, nihil. Tidak aja jawaban sama sekali, tanda-tanda kehidupan Ellara yang asli tidak terdeteksi sama sekali. Selain perasaan benci yang tiba-tiba saja hinggap di hati Ellara.

Ellara tahu dengan jelas peraasan benci itu nyata adanya, bahkan hingga sekarang saat memikirkan Amanda dengan kemungkinan bahwa Lazeon mungkin saja sedang ada disana dan tengah berduaan membuat nyala api seolah-olah membakar hati Ellara.

Tolonglah, rasa itu terlalu nyata untuk diabaikan. Bayangkan Ellara yang seharusnya tidak memiliki rasa benci tiba-tiba saja merasakannya seolah-olah Ellara yang merasakannya sendiri.

"Udah di tengah jalan ternyata, tunggu tahun depan aja sampe ajal Ellara tiba," gumam Ellara. "Tapi, kenapa scene ini gak ada di novel ya?"

Ellara benar-benar kebingungan, cerita ini telah berada di tengah jalan. Dimana Lazeon akan benar-benar membela Amanda dari pada dirinya, fase dimana Lazeon benar-benar membenci Ellara karena tingkah lakunya. Di novel di ceritakan bahwa sebentar lagi mereka akan naik kelas, dan di hari kelulusanlah kematian Ellara tiba.

Tujuan Ellara datang ke dunia ini tentulah untuk mencegah kematian itu agar Ellara bisa hidup santosa selamanya. Tapi, sekarang ...

"Makin konyol aja nih dunia. Gue kira hidup lagi di dunia ini, ya untuk memperpanjang umur. Tapi, sekarang karena perasaan benci ini jadi gak yakin gue bulan depan masih bisa nafas atau enggak."

Ellara mulai berpikir jika sifatnya dengan Ellara asli tidaklah jauh berbeda, Ellara yang asli di cap jahat karena perannya sebagai antagonis. Kelakuan jahat emang seharusnya sudah mendarah daging.

Tapi dirinya saat hidup sebagai Kyla Anatasya, kelakuannya tidak jauh beda dengan Ellara yang asli. Bukan sekali-kali Ellara bertengar dengan orang lain. Mungkin bedanya hanya di otak saja, Ellara asli bodoh dan ceroboh dalam menempatkan diri, bodoh dalam bersikap dan bertindak. Sedangkan Ellara sekarang tentu saja tidak akan berprilaku demikian, Ellara hanya akan bertindak sesuai dengan apa yang memang harus dilakukan. Dengan, menilai mana yang benar dan salah.

GUE EMANG BAIK BANGET!

"Apa mungkin ini remedial ya buat evaluasi gue masuk surga atau neraka?" Ellara mulai berpikir macam-macam. "Pinter banget sih gue. Gue yakin ini adalah remedial atas kelakuan gue dulu, dan menjadi orang baik dalam kehidupan Ellara adalah ujiannya."

Ellara segera berlari dan pindah posisi duduk ke meja belajarnya, membuka buku diary yang didalamnya telah Ellara isi dengan jalan cerita dunia ini, yang memang seharusnya terjadi. Merincinya secara detail, takut-takut Ellara melupakannya.

"GILA YA, GUE? YA KALI REMEDIAL!" Ellara memukul dahinya. Benar-benar bodoh, memangnya kehidupan ini permainan apa?!

Ellara bodoh!

"Tapi, gak ada salahnya juga berbuat baik demi masa depan cerah dan santosa. Jadi yang pertama, mari meminta maaf."

Ellara terkekeh, melepaskan diri dari cap antagonis tentu sangat sulit. Mungkin perasaan Ellara asli memang perlahan menguasainya, tapi Ellara akan meminimalisir masalah itu. Setidaknya jangan sampai semua musuhnya saling bekerja sama untuk membunuhnya.

The VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang