34 - Kembalinya Antagonist

3.9K 367 164
                                    

Ellara menatap cermin di kamarnya, dia mengerutkan keningnya bingung saat mendapati note-note tidak jelas yang menempel disana. Isinya rata-rata tentang rancangan masa depan. Ellara yakin tidak pernah membuat hal bodoh semacam ini.

Tatapannya jatuh pada pada sesuatu yang menarik perhatiannya, buku diarynya berada di atas kasur? Yang benar saja?!

"BANGSAT SIAPA YANG BUKA-BUKA DIARY GUE?!" teriak Ellara dengan suara melengking. Dia membuka seluruh diary miliknya takut ada yang hilang hingga gerak tangannya berhenti pada coretan terakhir dari buku diary miliknya tersebut.

Ellara terdiam, membaca dengan hati-hati setiap kalimat yang berada didalamnya.

"Hal gak masuk akal apa ini?" gumam Ellara hampir seperti bisikan. "Masuk novel? Dan gue anatagonisnya? Sinting!" desis Ellara lalu membanting buku diarynya.

"Mana mungkin ada hal gila kaya gitu. Siapa tadi namanya," Ellara dengan kesal membuka kembali diary miliknya. "Kyla Anatasya? Well, nama yang jelek dan kayaknya harus gue kasih pelajaran." gumam Ellara geram, sepertinya orang itu terlalu berani hingga lancang mengotori buku diarynya dengan cerita tidak masuk akal.

"Pusing banget hari ini. Gue butuh obat." Ellara benar-benar membutuhkan obat itu, hari ini sungguh melelahkannya. Ellara butuh istirahat setelah perjalanan jauh dari makam maminya. Ellara membuka laci rahasinya dan betapa terkejutnya Ellara saat tidak menemukan obat-obat miliknya disana.

"What the fuck?!"

Ellara mengepalkan tangannya hingga jari-jarinya memutih. "Siapa yang berani-beraninya lancang buang obat-obat gue?"

Ellara mengamuk dan menghancurkan seluruh barang yang berada di kamarnya.

"BANGSAT! BANGSAT!"

"Ellara ada apa?" seru Ravi, dia melotot saat melihat betapa hancurnya kamar Ellara. Dengan hati-hati Ravi membawa Ellara kedalam pelukannya. "Kenapa, Sayang? Kamu cape ya. Gak papa ada Papi disini yang bakalan peluk kamu."

"Papi siapa orang stupid yang namanya Kyla?" adu Ellara. "Dia anak pembantu baru kah? Lancang banget, Papi. Masa dia coret-coret diary punya Ellara. Orang miskin emang menjijikkan."

Ravi menatap Ellara, mengusap anak perempuannya dengan penuh kasih sayang. "Gak ada yang namanya Kyla. Pembantu baru kita juga anaknya laki-laki. Coba mana Papi lihat diary yang dicoret-coret itu."

Ellara mengangguk dan dengan cepat mengambil diary miliknya, lalu dengan malu-malu menyerahkannya pada Ravi. Wajahnya memerah, "Itu ..., Papi jangan marah tapi kalau baca curhatan Ellara ya."

"Kenapa?" bingung Ravi, tapi Ellara hanya menggeleng pelan membuat Ravi mau tidak mau menjadi penasaran dan mulai membaca buku diary milik Ellara.

"Ini...," Ravi tidak bisa berkata-kata saat membaca lembar pertama diary putri kesayangannya. Kata-kata kasar dan penuh umpatan tertuju padanya pada lembar pertama diary milik Ellara.

Ellara tertawa, lalu terburu-buru membuka lembar terakhir dari diary miliknya. Sejujurnya Ellara juga tidak ingin Ravi membaca seluruh curhatan hatinya. "Liat Papi? Coba Papi baca, si Kyla ini pasti orang gila!" seru Ellara tidak sabaraan, ingin mengetahui reaksi papinya.

"Sinting kan, Pi? Aku bener-bener harus cekik dia sampe mati kalo ketemu nanti."

Ravi terdiam mencoba mencerna kalimat-kalimat dalam diary Ellara. Kemudian, mencoba menghubungkannya dengan kemungkinan-kemungkinan yang Mira sampaikan tadi. Jika sikap Ellara beberapa bulan ini terasa aneh bahkan Ellara melupakan kejadian saat mereka bertengkar di dalam mobil tadi pagi. Ellara juga melupakan jika mereka akan ke makam maminya.

"Ellara marah gak kalau Papi minta tolong?" tanya Ravi pelan-pelan tahu sekali tabiat Ellara yang mudah emosi.

Ellara bingung. "Minta tolong apa?"

The VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang