23 - Eksistensi

20.2K 2.8K 220
                                        

o0o

Eksistensi itu berarti keberadaan, timbul, dan muncul.

Dan malam itu 'Dia' muncul di kamarnya, sebagai eksistensi yang patut Lazeon pertanyakan berulang kali. Lazeon bukanlah manusia suci, namun Tuhan rupanya begitu meyayanginya hingga memberinya sebuah anugerah.

Hati remuk, perasaan menyesal, rasa bersalah, sakit tiada banding, merasa gila, kehilangan, hingga pupus sebuah pengharapan.

Lazeon memusuhi dunia, ketika sang mama tercinta-Maheswari meninggal dunia. Dunianya hancur tak terkira.

Menangis meraung marah kepada Tuhan dan juga pada dirinya sendiri, kenapa tega mengambil satu-satunya mama yang ia kasihi sepenuh hati.

Adik satu-satunya menangis kehilangan, ayahnya bahkan sempat membencinya.

Maheswari meninggal karena dirinya, andai Lazeon tidak berulang tahun pasti mamanya masih hidup hingga saat ini.

Andai Lazeon bisa mengulang waktu, dia ingin sekali mencegah mamanya untuk tidak pulang dari kantor hanya karena dia berulang tahun.

Hari kelahirannya membawa petaka, mamanya tercintanya meninggal malam itu karena kecelakaan, mamanya meninggal karenanya.

Mamanya meninggalkan mereka semua.

Lazeon ingat, saat Mira mama Ellara datang ke rumahnya dan membawanya serta Esa ke rumah sakit, ironisya sebelum Lazeon sadar apa yang tengah terjadi, dia justru menyaksikan mamanya sendiri meregang nyawa.

Memori kilat yang membuat Lazeon trauma seumur hidupnya.

Lazeon benci ulang tahun.

Lazeon tidak butuh kue, kado, atau bahkan lilin berbentuk angka yang siap dia tiup kapan saja. Lazeon tidak pernah membutuhkan itu, Lazeon hanya menginginkan mamanya untuk kembali.

Lazeon semakin tidak ingin sebuah pengharapan lagi, disaat ayahnya memaksanya untuk bertunangan dengan sahabat karibnya sendiri, Lazeon benar-benar murka. Lazeon belum sembuh karena kehilangan, namun mereka orang-orang egois itu memaksanya tanpa pernah memikirkan bagaimana perasaannya.

Hidup Lazeon sudah ada dibatas akhir, segala tuntutan dan tekanan terus menghujaminya tiada henti.

Lazeon ingin menyusul mamanya.

Keluarganya tidak lagi sama, ayahnya membencinya. Bahkan saat menatap Esa, yang Lazeon rasakan hanyalah perasaan bersalah, Lazeon merasa bersalah karena menjadi pembunuh mamanya sendiri.

Malam itu tiba tepat di hari ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun, Lazeon bertekad menyusul mamanya. Setidaknya jika Lazeon mati, ada mamanya nanti yang mungkin akan menemaninya. Lazeon benci terhadap dunianya, yang dia inginkan hanyalah kematian.

Hingga tiba-tiba 'Dia' datang mencegahnya.

"Jangan lakukan itu!"

Suaranya lemah namun masih bisa Lazeon dengar dengan baik, pisau dapur yang beberapa detik lalu siap menembus jantungnya pun terhenti.

Tubuh Lazeon kaku, padahal Lazeon yakin tidak ada satupun orang dikamarnya.

Dia berdiri disudut kamarnya, hanya diam menatapnya. Eksistensi yang Lazeon anggap hanya halusinasinya saja, namun mampu membuat Lazeon mengurangkan niatnya untuk mati.

Hingga waktu terus berjalan 'Dia' tetap ada, setiap kali Lazeon merasa sedih atau tertekan 'Dia' akan datang secara tiba-tiba, akan terus ada menatapnya hingga Lazeon mulai terbiasa dan membuat Lazeon menyadari, jika 'Dia' adalah eksistensi berbentuk manusia.

The VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang