delapan belas

202 4 5
                                    

Pagi-pagi sekali Arsen terbangun dan mendapati dirinya berada di rumah Sheila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Arsen terbangun dan mendapati dirinya berada di rumah Sheila. Kepalanya pusing mengingat apa yang terjadi tadi malam. Ia mengerjapkan matanya guna memfokuskan penglihatan di depannya.

"Kamu udah bangun? Tadi malem kamu ketiduran di sini. Mungkin kamu kecapekan." Suara perempuan itu terdengar dari atas berjalan menyusuri tangga sampai tepat di depannya.

Arsen memegang kepalanya sambil meringis. Ia teringat istrinya di rumah sendirian, tak mau membuang waktu ia segera meraih kunci mobil di meja lalu pergi tanpa berpamitan kepada Sheila.

Arsen mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Membelah jalan raya yang masih tampak sepi. Perasaan cemas melingkupi hatinya, ia takut jika terjadi apa-apa pada Elina. Tangannya mencengkram stir mobil kencang, ia membunyikan klakson marah saat ada mobil di depannya yang berhenti sembarangan.

"Shit."

Pria itu langsung berlari ke dalam rumah dan mendapati istrinya sedang tertidur di sofa. Ia bingung apa yang ia rasakan sekarang, perasaan lega dan sedih bercampur aduk. Lega karena istrinya baik-baik saja, dan sedih melihat istrinya menunggu dia pulang sampai tertidur di sofa.

Arsen menyingkirkan rambut yang menutupi mata Elina lalu mengelus lembut pipi perempuan itu. Ia menatap inci wajah damai Elina yang masih tertidur. Seketika rasa bersalah memenuhi hatinya, sungguh ia tak ada niat meninggalkan istrinya sendiri.

Elina membuka matanya perlahan ketika merasakan ada tangan di pipinya. Objek pertama kali ia lihat adalah Arsen, pria itu tersenyum ke arahnya lalu mengecup pelan bibir manisnya.

"Kamu udah bangun?" tanya Arsen seolah tak menyadari akan kesalahannya.

Elina hanya diam, matanya memutar mengalihkan tatapannya pada Arsen. Memandang sinar matahari yang masuk melalui celah ventilasi.

"Sayang ... maafin aku, aku nggak ada niatan buat ninggalin kamu sendirian. Tadi malem aku udah mau pulang, tapi kepalaku berat banget rasanya, dan tiba-tiba tadi pagi aku udah kebangun di rumah Sheila."

"Seenggaknya kamu kabarin aku kalau mau nginap di rumah Sheila. Kamu tau, semalam aku khawatir dan nunggu kamu pulang. Bahkan kamu nggak angkat telfon ku." Elina menatap Arsen kecewa, matanya berair namun ia tahan agar tak terjatuh.

Arsen merogoh ponsel di saku celananya. Ia menyalakan lalu melihat ada puluhan panggilan tak terjawab dan pesan yang Elina kirim.

"Sayang, aku nggak tau." Arsen menggapai tangan Elina yang langsung ditepis oleh gadis itu.

Air mata Elina jatuh lalu dengan segera ia menyekanya. Ia tak ingin terlihat lemah di depan Arsen. Tubuhnya bangkit lalu pergi ke kamar meninggalkan Arsen yang masih duduk di lantai.

Tubuh Arsen membeku, jantungnya berdebar kencang, ia takut jika Elina marah padanya. Dengan langkah yang panjang, ia pergi ke kamarnya guna menemui Elina. Tangannya memegang gagang pintu namun pintu kamarnya dikunci.

Saudade: Jejak RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang