delapan

793 31 43
                                    

Arsen tersenyum sambil mengelus perut datar Elina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsen tersenyum sambil mengelus perut datar Elina.

"Sehat-sehat ya, anak Ayah."

"Kamu juga, Lin jaga kesehatan. Aku sayang kamu." ucap Arsen diakhiri kecupan di dahi Elina.

Perlakuan  Arsen berhasil membuat hati Elina menghangat, apa ini pertanda bahwa Arsen mulai menerima buah hati mereka. Jujur ia sangat ingin kembali bersama Arsen, memulai hidup baru dan membesarkan sang buah hati bersama. Namun, ia takut jika suatu saat Arsen akan melukai hatinya lagi.

"Ya udah, aku pulang ya Lin." Arsen ke luar diikuti oleh Lintang dan Rendy.

Elina termenung sebentar. Ia masih sangat mencintai Arsen. Ia segera berlari ke depan untuk mengecek keberadaan Arsen. Senyumnya terbit saat mendapati kekasihnya bersandar di mobil mewahnya.

"Arsen! Aku mau ikut!"

Elina berlari menghampiri Arsen. Ia langsung memeluk badan kekar kekasihnya setelah sampai di depannya.

Jantung Arsen berdetak dua kali lebih cepat. Tolong siapapun bilang jika ini bukan mimpi. Jika ini mimpi, ia berharap tak akan terbangun agar tetap menikmati hangatnya pelukan gadis yang ia cinta.

"Kamu serius?" tanya Arsen tak percaya. Tangannya menyelipkan rambut Elina ke belakang telinga. Menatap lekat wajah cantik gadisnya.

"Oh, jadi kamu mau semua ini bercanda?" Elina menjauhkan diri dari Arsen. "Yaudah lupain yang tadi."

Arsen menahan tangan Elina. "Kata siapa kamu boleh pergi dari aku?"

Pipi Elina memerah, perkataan manis Arsen membuat dirinya malu. Arsen terkekeh melihatnya. Dengan lembut ia kembali membawa tubuh kecil Elina ke pelukannya. Mulai sekarang Arsen berjanji akan menjaga Elina bahkan tak ada yang boleh mengambil gadisnya. Jika orang itu nekat, ia akan membuat seseorang itu tinggal nama.

"Mending beli obat nyamuk, yuk!" ucap Lintang lalu menggeber geberkan motornya.

"Kayaknya ada yang iri nih. Makanan dari pacar dong!" Rendy berkata sambil memasang wajah sombongnya.

"Bukannya lo juga jomblo ya?" balas Lintang.

Tangan Arsen mengelus pipi Elina yang terkekeh akibat perkataan Rendy. "Kita pulang sekarang ya?"

"Tapi tasku gimana?" tanya Elina dengan tatapan polosnya.

"Tenang, nanti si babu Lintang yang ambil."

"Astaghfirullah, siap pak bos." Lintang segera kembali masuk ke apartemen Deffan untuk mengambil tas Elina.

Sebelum mereka pergi, Elina menyempatkan diri untuk bertemu Deffan. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Deff, makasih udah nolongin dan numpangin aku tinggal di apartemenmu. Maaf kalo aku ngerepotin kamu selama di sini, hehe. Aku pamit pulang."

"Sama-sama, gue malah seneng kalo direpotin. Besok-besok repotin lagi aja nggak apa-apa." balas Deffan sambil tersenyum.

Deffan menatap mobil hitam milik Arsen yang sudah keluar dari parkiran. Entah mengapa hatinya masih tak rela jika Elina kembali bersama Arsen. Ia takut Arsen akan menyakiti Elina lagi, apa lagi mengingat gadis itu sedang hamil. Semoga Elina dan kandungannya baik-baik saja.

~

Dari dalam mobil Elina bisa melihat adik-adiknya sedang bermain. Ia tak sabar untuk memeluk dan ikut bermain bersama. Setelah mobil Arsen terparkir, Elina segera turun.

"Elina, jangan lari lari." ingat Arsen saat melihat Elina hendak lari menuju ke tempat adik-adiknya bermain.

"Kak Elina? Ini Kak Elina, kan?" tanya adiknya yang paling kecil. Matanya yang bulat dan bibirnya yang tipis membuat Elina gemas. Ia tak tahan untuk mencium pipi tembam adiknya.

Suara tawa mereka membuat seorang wanita paruh baya keluar dari rumah. Wajahnya terkejut dan matanya sudah berlinang air mata. Anak perempuannya kembali. Ia langsung memeluk Elina erat.

Elina menangis menyesal telah membuat Bu Asih sedih. Ia merasa sudah gagal menjadi anak yang akan selalu membahagiakan ibunya. Elina berlutut di hadapan bu Asih.

"Maafin Elina udah bikin Ibu khawatir."

"Iya, nak. Ibu maafin kamu, sekarang kamu berdiri," ucap Bu Asih sambil mengangkat tubuh Elina.

Arsen yang melihat itu kembali merasa bersalah. Bagaimanapun ia adalah sumber dari kekacauan ini. Ia berjalan menuju Bu Asih untuk berlutut seperti yang dilakukan Elina tadi.

"Arsen minta maaf, Bu. Arsen akan bertanggungjawab," mohon Arsen dengan perasaan resah. Takut jika Bu Asih masih belum memaafkannya.

"Kalian pasti lelah, kan? Ayo masuk," ucap Bu Asih tanpa menjawab permintaan maaf dari Arsen.

Elina menghampiri Arsen lalu menggandengnya untuk masuk. Tangannya mengelus bahu Arsen memberikan ketenangan. Soalah-olah memberitahu bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka duduk di sofa sambil menunggu Bu Asih yang sedang membuat teh hangat.

"Minum teh hangat dulu." titah Bu Asih sambil membawa nampan.

Bu Asih tersenyum menatap wajah Elina lekat lekat.

"Kalian semua anak Ibu, dan Ibu sudah memaafkan kesalahan kalian."

"Arsen, kalau kamu benar-benar ingin bertanggungjawab, minta orang tua kamu datang ke Indonesia untuk membicarakan soal pernikahan."

Arsen terkejut mendengar ucapan Bu Asih. Apakah ini berarti Bu Asih sudah memberikan restu kepadanya?

"Baik, Bu. Nanti Arsen akan menelfon Mamah dan Papah untuk ke Indonesia."

"Baiklah kalau begitu, Bu Asih ke depan dulu memanggil anak-anak untuk mandi."

Kini hanya tinggal mereka berdua. Saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Sayang, mikirin apa, sih?" Arsen memajukan wajahnya tepat di depan Elina.

"Pasti lagi mikir pengen cepet dinikahin sama aku, kan?" sambungnya.

"Apaan sih, sifat ke-pd-an kamu masih ada ternyata!" sebal Elina sambil mengembungkan pipinya.

Arsen yang melihat itu hanya bisa terkekeh gemas. Tangannya mencubit pipi chubby milik kekasihnya. Sikap kasarnya seakan hilang begitu saja.

"Aku takut orang tua kamu nggak suka sama aku. Aku kan bukan anak orang kay--"

"Ssttt, mereka nggak pernah peduliin tentang kondisi seseorang, apa lagi masalah sosial. Keluarga aku udah punya banyak uang, jadi ngapain cari pendamping hidup yang kaya?" potong Arsen lalu mencium singkat tangan Elina.

Perkataan Arsen ada betulnya, keluarganya sudah kaya ia bisa membeli apa saja yang Elina inginkan.

"Udah sore aku pamit pulang, ya? Jangan kangen calon istri ...."

Elina menahan senyum sambil menatap kekasihnya yang sedang berpamitan kepada Bu Asih dan adik-adik sebelum memasuki mobil.

Semoga keputusan ini adalah yang terbaik.

~tbc~

Saudade: Jejak RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang